Mohon tunggu...
Guy Kusnandar
Guy Kusnandar Mohon Tunggu... -

Menulis adalah kebutuhan

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Rumah Misterius

11 Februari 2012   06:51 Diperbarui: 25 Juni 2015   19:47 183
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Chapter 1

17 Agustus 1985, sore itu Ferdi dan July basah kuyup diguyur hujan lebat di Gunung Gede ketika hendak turun kembali setelah merayakan hari kemerdekaan di pelataran Surya Kencana, Puncak Gunung tersebut.

Mereka terpisah di belakang rombongan teman-teman kampusnya yang lebih dulu turun ketika hujan masih rintik kecil. Ferdi dan July memang harus turun belakangan karena mendapat tugas merapihkan Tenda utama yang mereka telah gunakan sebelumnya.

Langit senja makin pekat menyongsong malam ditambah dengan awan hujan yang tebal menghitam mengguyur Gunung tersebut. Dalam pikirannya, Ferdi cemas pada kondisi July yang berjalan di depannya sambil menggigil kedinginan ditambah lagi beberapa kali dia terpeset saat menyelusuri jalur setapak yang basah dan mulai licin.

“July, kita cari tempat untuk bermalam aja, bahaya turun kalo hujan lebat gini”, “Iya mas, udah gelap juga, aku takut”, sahut July sambil menoleh pada Ferdi di belakangnya.

Kemudian mereka jalan perlahan bersama-sama dalam keadaan langit yang semakin gelap. Lampu sorot mulai digunakan Ferdi untuk menerangi jalan setapak di kaki Gunung yang kini tak lagi terlihat. Sesekali lampu diarahkan ke kiri dan kanan mereka mencari tempat yang mungkin dapat untuk berteduh sekaligus bermalam.

Dalam hati sebenarnya July sedang ketakutan namun seolah-olah dia merasa aman karena sedang bersama Ferdi, cowo incaran para mahasiswi fakultas ekonomi yang diam-diam dia taksir itu.

“Mas ! Kamu denger ga”, bisiknya sambil berhenti melangkah.
“Denger apah ?”
“Ada suara binatang buas”

Ferdi turut diam, mencari sumber suara yang dimaksudkan July itu. Matanya menatap tajam ke arah lampu sorot yang ditujunya.”Ga ada apa-apa”, katanya dalam hati.

“Yuk, kita jalan lagi pelan-pelan, hati-hati licin” suaranya mencoba menenangkan July yang semakin kencang memegang lengannya. Hujan terus mengguyur mereka seolah tak akan berhenti malam itu.

“AAAAaAakkk !!!”,
“Kenapa July ?”
“Ada putih-putih ditebing itu”, jawabnya gemetar

HALAMAN :
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun