Mohon tunggu...
Guy Kusnandar
Guy Kusnandar Mohon Tunggu... -

Menulis adalah kebutuhan

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Rumah Misterius

11 Februari 2012   06:51 Diperbarui: 25 Juni 2015   19:47 183
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

“Nenek itu kemana yah mas?”
“Iya, dia hilang misterius setelah mengajak kita masuk ke rumah ini” bisik Ferdi, “kita baca doa aja sekarang ya” lanjut Ferdi.

Chapter 2

Rumah berlantai dua itu memiliki luas seribu meter persegi dengan masing-masing lima jendela besar yang terlihat di lantai dua dan lantai satu. Cat putihnya sudah tampak kotor berdebu dengan diselimuti sarang laba-laba hampir di semua sudut ornamennya. Pintunya besar dan kokoh terbuat dari kayu jati yang telah berwarna coklat tua kusam dengan bukaan kiri dan kanannya. Luas halamannya sekitar dua kali luas bangunan ditumbuhi pohon beringin besar dengan akar menjuntai ke bawah di pinggir-pinggir halamannya.

Kemudian Ferdi mengarahkan lampu senternya ke suara riak air yang terdengar dekat.”hmmm rupanya suara air itu dari kali Cibereum yang berada di bawah rumah” bisik hati Ferdi.

“Qu qu uu. QUuu” suara burung hantu terdengar jelas oleh mereka berdua yang masih berdiri mengamati sekeliling di dekat patung Aquarius berupa seorang wanita yang menuangkan air di tengah-tengah kolam yang tak lagi terawat itu.

“Suara apa, tadi mas?”,
“Burung Hantu”,
“Mas, Aku takuut”

July tertunduk sambil memejamkan mata berdiri bersembunyi di belakang Ferdi.

Tiba-tiba, “DARG !!” Petir menggelegar ditengah hujan lebat itu. Sedetik cahayanya sempat menerangi mereka yang basah kuyup di halaman rumah itu.
“AaaAaakq !” teriak July terkejut mendengar petir itu sambil memeluk Ferdi gemetar ketakutan.

“Kita masuk ke rumah itu sekarang ya” bisik Ferdi pelan di kuping July yang masih dalam pelukannya itu.
Perlahan July mengangkat wajahnya menatap Ferdi cemas sambil mengangguk pelan ragu-ragu. Kini kabut putih turun semakin tebal dan dingin, pakaian yang mereka kenakan basah kuyup tak lagi dapat menghangatkan tubuhnya.

Tanpa mereka sadari, pintu rumah itu terbuka pelan lalu seorang wanita tua renta yang bertubuh kecil dan bongkok mengenakan kebaya lusuh melangkah pelan mendekati mereka berdua yang masih berpelukan hujan-hujanan di halaman.

“Kenapa tidak masuk, Naaak?”, sapanya dengan suara serak bernada dingin.

HALAMAN :
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun