Mohon tunggu...
Agustinus Nicolaus Yokit
Agustinus Nicolaus Yokit Mohon Tunggu... Asisten Pribadi - Bukan seorang Pujangga dan Bukan seorang Filsuf

Menjadi prehensi positif bagi perkembangan orang lain... Masih belajar untuk Altruis... Sedang berjalan dalam pencarian pada Kebijaksanaan Sejati...

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Konsep Tuhan dan Agama Menurut Alfred North Whitehead

10 Agustus 2021   20:01 Diperbarui: 10 Agustus 2021   20:17 1362
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

RESUME SKRIPSI

KONSEP TUHAN DAN AGAMA MENURUT ALFRED NORTH WHITEHEAD

Skripsi ini berangkat dari pengalaman penulis ketika membaca traktat kuliah "Pengantar Berfilsafat", yang menguraikan cara berpikir logis, kritis, dan sistematis dari para filsuf.[1] Salah satu filsuf yang disebut di sana ialah Alfred North Whitehead. Ia melihat realitas sebagai "proses" termasuk Tuhan. 

Ini sungguh menarik bagi penulis untuk didalami. Pertanyaan-pertanyaan sentral yang menjadi penuntun dalam skripsi ini: Siapa itu Whitehead? Apa pandangan Whitehead tentang Tuhan dan agama? Bagaimana menilai konsep Whitehead tentang Tuhan? 

1. Riwayat Hidup dan Pemikiran Whitehead

Bab pertama skripsi menjawab pertanyaan: siapa itu Whitehead? Apa pemikiran filosofisnya? Alfred North Whitehead merupakan filsuf abad ke-20, yang melihat pengalaman atas realitas sebagai titik tolak berfilsafat.[1] 

Sebelum menjadi filsuf, Whitehead memulai karirnya sebagai matematikawan. Ia lahir di Ramsgate, Kent, Inggris pada 15 Februari 1861. 

Ia dibesarkan dalam keluarga guru dan pendeta Gereja Anglikan.[2] Perkembangan hidupnya sebagian besar dibentuk oleh kepribadian ayahnya yang disiplin dan berprinsip. 

Pada tahun 1890 ia menikah dengan Evelyn Wade Willoughby, dan dikaruniai tiga orang anak. Tahun 1910 Whitehead pindah ke University College, London, untuk mengajar di sana. 

Pada usia 63 tahun, ia diundang oleh Harvard University, untuk mengajar filsafat. Di universitas tersebut, ia mulai menghasilkan banyak tulisan filsafat.[3] 

Karya tulis Whitehead dibagi dalam tiga periode.[4] Periode pertama antara tahun 1891 sampai 1913, dengan berfokus pada dunia matematika dan logika. Periode kedua berlangsung di London, tahun 1914 sampai 1923, dengan berfokus pada ilmu alam.[5] Periode ketiga ialah periode Harvard, di mana pemikiran metafisiknya mulai berkembang. 

Tahun 1925, ia menerbitkan buku Science and the Modern World, yang mengawali pemikiran metafisiknya. Tahun 1926, ia menerbitkan buku yang berjudul Religion in the Making. 

Tahun 1929, terbitlah buku yang berjudul Process and Reality, an Essay in Cosmology, sebuah karya terbesar Whitehead yang melahirkan filsafat organisme. Karya terakhirnya Essay in Science and Philosophy diterbitkan tahun 1946 sebelum ia meninggal pada tahun 1947.

Pengembangan konsep dan karakter filsafat Whitehead dipengaruhi oleh para filsuf seperti Plato, Aristoteles, Rene Descartes, John Locke, David Hume, dan Immanuel Kant. 

Setelah menerima dan mengkritisi pemikiran para filsuf tersebut, ia kemudian menguraikan konsep-konsep filosofisnya tentang Satuan-satuan Aktual (Actual Entities), Objek-objek Abadi (Eternal Objects), Tuhan (God), Prehensi (Prehension), dan Kreativitas (Creativity). 

Ia juga memperkenalkan gagasan filosofisnya atas realitas yang disebut filsafat proses. Dalam pemikiran "proses", realitas bukanlah sesuatu yang statis atau mandek, tetapi terus bergerak dan berubah dalam suatu proses menjadi. Realitas bukanlah suatu "substansi" yang bersifat independen, berdiri pada dirinya, dan terpisah dari substansi yang lain, seperti dipahami oleh Aristoteles dan Descartes.[6] 

Menurut Whitehead, "satuan-satuan aktual" merupakan konsep yang tepat untuk menjelaskan suatu realitas. Satuan-satuan aktual adalah unsur-unsur nyata yang terakhir, paling riil, dan secara fundamental membentuk alam semesta.[7] 

Satuan-satuan aktual merupakan kenyataan dasar yang membentuk segala sesuatu yang ada, oleh karenanya setiap penjelasan tentang realitas harus didasarkan pada satuan aktual. Dengan kata lain, setiap penjelasan tentang kenyataan selalu bertitik tolak pada keterangan mengenai suatu satuan aktual. 

Di luar penjelasan tentang suatu satuan aktual, tidak ada suatu pun yang ada.[8] Setiap satuan aktual merupakan suatu proses organis yang aktif dan bergiat untuk mewujudkan diri. Dalam hubungan dengan proses tersebut, terdapat dua jenis proses, yaitu proses mikroskopis dan proses makroskopis. 

Proses mikroskopis atau proses subjektifikasi, yakni proses menjadi satu satuan aktual, atau proses konkresi (concrescence), suatu proses pertumbuhan bersama menjadi satu kesatuan baru dari banyak unsur yang berasal dari masa lalu.[9] 

Sedangkan proses makroskopis, atau proses objektifikasi, suatu proses perubahan (transition) dari satuan aktual yang sudah mencapai "kepenuhan adanya" (satisfaction) kepada proses menjadi (becoming) datum bagi munculnya satuan aktual yang baru.[10] 

Setiap satuan aktual yang sudah mencapai "satisfaction", walaupun proses menjadi dirinya sendiri sudah selesai (mati), secara objektif dapat menjadi sumber daya yang mempengaruhi proses kehidupan yang baru. 

Dengan begitu, kematian dari setiap satuan aktual dapat menjadi unsur yang mempengaruhi proses konkresi dari satuan aktual yang baru. Satuan aktual tersebut mencapai "objective immortality".[11] 

Artinya, satuan-satuan aktual yang masih dalam proses menjadi, mengambil atau memanfaatkan yang sudah mencapai "satisfaction" sebagai unsur yang ikut membentuk dirinya. Inilah proses berevolusi dari seluruh alam semesta melalui kelahiran dan kematian yang terus berkesinambungan.

2. Konsep Tuhan dan Agama menurut Whitehead

Bab kedua skripsi menjawab pertanyaan: Apa pandangan Whitehead tentang Tuhan dan agama? Kritik Whitehead atas materialisme ilmiah (scientific materialism) mengarah pada kosmologinya yang melihat alam dunia selalu memiliki keterjalinan antara satu dengan yang lain, dan bersifat aktif serta dinamis.[1] 

Realitas sesungguhnya ialah proses. "Proses" berarti setiap satuan aktual selalu berada di dalam keadaan becoming atau dalam proses "menjadi". Dengan pola pikir ini, Whitehead selanjutnya menjelaskan Tuhan. 

Konsep Tuhan Whitehead mengalami perkembangan. Dalam buku Science and the Modern World, Tuhan dipahami sebagai prinsip limitasi. 

Selanjutnya dalam Religion in the Making, Tuhan dipahami sebagai satuan aktual non-temporal. Sedangkan di dalam Process and Reality, kedua paham sebelumnya dikembangkan, sehingga Tuhan memiliki hakikat ganda yaitu hakikat awali dan hakikat akhiri.[2] 

Hakikat awali berarti Tuhan adalah Tuhan sebagai komunitas dari segala yang ideal dan sebagai prinsip yang membatasi, serta mengarahkan aktivitas konkresi.[3] Tuhan sebagai perwujudan asali "kreativitas", sekaligus merupakan prinsip dasar konkresi.[4]

Dengan kata lain, dalam hakikat awali-Nya, Tuhan dilihat di dalam abstraksi lepas dari interaksi-Nya dengan satuan-satuan aktual di dalam dunia nyata. 

Hakikat akhiri Tuhan menunjuk kepada hakikat Tuhan sebagai satuan aktual yang mengalami dan merasakan semua peristiwa dalam realitas alam maupun manusia. 

Tuhan berprehensi dengan semua satuan aktual dan semua satuan aktual mengalami kedekatan Tuhan. Whitehead menggambarkan Tuhan sebagai "the great companion -- the fellow-sufferer who understands" (sahabat karib, sesama penderita yang dapat mengerti).[5] 

Tuhan yang turut merasakan pengalaman-pengalaman dari semua satuan aktual dalam dunia. Artinya, Tuhan secara simpatik menjalin relasi internal (berprehensi) dengan apa saja yang terjadi pada satuan-satuan aktual.[6] 

Hakikat akhiri dari Tuhan merujuk pada apa yang disebut Whitehead sebagai Tuhan sang sahabat (God the companion) yang membiarkan diri-Nya dialami oleh setiap pengada. Dengan cara ini, Tuhan berpengaruh terhadap kehidupan manusia dan sebaliknya manusia pun merasakan gerak hati Tuhan.[7] Dalam konteks inilah hakikat akhiri dari Tuhan dipahami sebagai "cinta Tuhan bagi dunia".

Dua hakikat Tuhan itu, sesungguhnya memiliki hubungan dengan perkembangan agama-agama di dunia. Agama dalam hubungan dengan Tuhan berkembang melalui tiga tahap yaitu agama adalah transisi dari "Tuhan Kekosongan" menjadi "Tuhan Sang Musuh" dan dari "Tuhan Sang Musuh", menjadi "Tuhan Sang Sahabat".[8] 

Ohoitimur menguraikan bahwa Tuhan kekosongan (God the void) bisa ditafsirkan secara berbeda-beda, yaitu pengalaman khaos tanpa Tuhan sebagai prinsip ketertiban, tetapi juga pengalaman di mana seseorang merasa hidupnya hampa, ditinggalkan, diabaikan, tidak didengarkan doanya. Pada pengalaman yang terakhir ini, Tuhan dianggap tidak hadir, atau paling tidak Dia diam.

[9] Itulah pengalaman eksistensial dalam kesendirian. Tuhan "sang Musuh" (God the enemy) merupakan konsep bahwa Tuhan itu menakutkan dan selalu bisa menghukum, tetapi juga bisa mengganjari dengan kebaikan. Inilah konsep yang dikenal pada banyak agama suku; Tuhan sebagai kekuatan yang melampaui alam. 

Di sini, Tuhan lebih sering dipahami dan dialami sebagai kekuatan menakutkan yang dapat mencelakakan manusia sewaktu-waktu.[10] Menurut Whitehead, "Tingkah laku dianggap benar apabila membuat para dewa melindungi kita; dan tingkah laku adalah salah apabila membangkitkan kemarahan para dewa yang menghancurkan hidup kita. 

Agama semacam itu merupakan suatu cabang diplomasi".[11] Tuhan "sang Sahabat" (God the companion) adalah Tuhan yang dialami seorang person dalam kesendiriannya sebagai sahabat karib. Tuhan sang Sahabat ialah konsep yang paling matang atau dewasa dalam evolusi agama-agama. Inilah konsep Tuhan yang bersifat "dwi-kutub" (bipolar nature of God) dalam filsafat proses.[12] 

Selanjutnya, Whitehead melihat bahwa agama telah kehilangan genggaman atau pengaruhnya atas dunia.[13] Permasalahan utamanya ialah stagnansi dalam kehidupan beragama dan ketidaksesuaian gambaran Tuhan tradisional dengan gambaran manusia modern. 

Alternatif untuk memahami Tuhan dikembangkan oleh Charles Hartshorne dalam penenteisme. Panenteisme ialah paham yang melihat realitas sebagai bagian dari keberadaan Tuhan. Paham ini berbeda dengan panteisme yang menyamakan Tuhan dengan seluruh realitas.[14] 

Panenteisme dikembangkan untuk mengatasi kelemahan pada panteisme maupun monoteisme. Paham ini menjadi alternatif untuk memahami Tuhan dalam pergolakan yang terjadi pada agama-agama (konteks tahun 1925 dengan latar belakang Eropa dan Amerika). 

Yesus Kristus menjadi inspirator terakhir bagi Whitehead sebagai model Tuhan dalam agama. Tuhan sebagai sang sahabat yang membiarkan diri-Nya dialami oleh setiap pengada. Tuhan yang secara sederhana dapat disejajarkan dengan pengertian Tuhan sebagai Penebus. Tuhan yang turut mengalami segala kemalangan dan penderitaan yang dialami oleh manusia di dalam dunia.

3. Menilai Konsep Tuhan dan Agama Whitehead

Konsep Tuhan Whitehead lebih menekankan sifat imanen, ketimbang sifat transenden. Bagi Whitehead, Tuhan bukanlah yang "jauh di sana" sebagai raja yang absolut, melainkan dekat dan ada "di sini" bersama manusia bahkan rela menderita bersama manusia. 

Paham bahwa Tuhan begitu dekat dengan manusia menjadi tantangan mendasar bagi paham theisme klasik yang cenderung menekankan kemahakuasaan Tuhan (dalam transendensi-Nya). Model-model pemahaman tentang Tuhan dalam tradisi kristiani Abad Pertengahan dan masa modern seperti model monarkhial, deistis, dialogal dan model pelaku tindakan mengandung baik problem filosofis, teologis maupun ekologis yang baru.[1] 

Alasannya, karena masing-masing model tersebut tidak mampu menjelaskan pengalaman ketuhanan secara menyeluruh (holistic). Model-model ini sering terjebak dalam permasalahan seperti melihat Tuhan terlampau jauh dan berkuasa dalam transendensi-Nya (monarkhial) dan menggambarkan Tuhan secara impersonal atau juga memicu hidupnya paham antroposentrisme yang melihat alam secara impersonal.[2] 

Tuhan juga dipandang sebagai penyebab segala kejahatan dan penderitaan yang terjadi di dunia. Bahkan lebih parah lagi, paham Deisme yang justru "mengistirahatkan" Tuhan dalam seluruh proses kreatif alam semesta. Paham ini dapat mengantar pada penyangkalan akan eksistensi Tuhan (atheisme).

Terkait problem ini, Whitehead menawarkan model pemahaman "proses" sebagai alternatif untuk memahami Tuhan. Whitehead dan Hartshorne menegaskan bahwa relevansi dari konsep Tuhan dalam agama bagi manusia modern ialah Tuhan yang hadir secara dinamis dalam hakikat awali yang bersifat non-temporal (abadi) dan di dalam hakikat akhiri-Nya yang bersifat temporal (menyejarah). 

Model inilah yang dibutuhkan di dalam agama. Tujuannya agar agama tidak lagi menggambarkan Tuhan sebagai raja yang otoriter, melainkan Tuhan yang hadir dalam kasih-Nya yang menggerakkan hati manusia untuk menanggapi tawaran-Nya menuju ke arah yang benar. 

Atas dasar inilah, agama harusnya menjadi sumber visi dan motor perjuangan dalam peradaban manusia. Agama juga harus menjadi pemberi rasa damai sekaligus mampu menjadikan penganutnya berani menghadapi realitas ketakberdayaan dalam kehidupannya. Agama perlu mengarahkan penganutnya agar mampu mengalami proses penentuan diri sebagai orang beragama. 

Proses penentuan diri itu hanya dapat terjadi di dalam kesendirian manusia di tengah komunitas ("solitariness in the community").[3] Kesendirian yang dimaksudkan ialah sikap berani dari individu untuk mengambil sikap personal sebagai inti dari hidup beragama. Proses pengembangan diri dari setiap penganut dipahami sebagai keterarahan lebih pada cinta dan semangat untuk menemukan arti visi agamanya.[4] 

Visi yang kemudian mengarahkan hidup para penganut agama untuk menjadi penggerak dalam mencapai kebahagiaan sejati serta mampu memberikan rasa damai bagi sesamanya. Di dalam proses tersebut, agama berperan sebagai pemberi rasa damai. Tanpa kedamaian batin atau rasa damai yang mendalam, manusia mengalami kemunduran dalam hidupnya. Rasa damai yang mendalam memberi ketenangan batin oleh karena secara intuitif manusia menangkap kebaikan dan keberhasilan di balik kesementaraannya.[5] 

Rasa damai yang bersumber pada agama muncul dari keyakinan bahwa Tuhan merupakan ukuran keselarasan dunia.[6] Agama memberi jawaban positif atas masalah apakah kehidupan kita di dunia ini bisa diberi makna yang langgeng. Jawaban tersebut terletak dalam pemahaman tentang Tuhan sebagai Penebus dan Penyelamat. 

Tuhan yang "hadir" dan bahkan ikut menderita bersama dengan manusia ketika manusia mengalami pergumulan dan penderitaan di dalam kehidupannya. Dengan berdasar pada paham ini, agama dapat membantu proses peradaban dan perkembangan manusia serta alam ciptaan untuk berjalan secara sustainable. 

Sumbangan Whitehead melalui pemikirannya tentang Tuhan terlihat dalam penekanan pada imanensi Tuhan. Tuhan harus dekat, dan Ia juga berproses bahkan mampu hadir di dunia. Tuhan ada di dalam dunia dan bisa dikatakan Ia menjadi penyelenggara atas dunia. 

Dunia tidak dapat berkembang dan bertumbuh di luar Tuhan. Karena Tuhan menjadi penyelenggara atas dunia dan manusia, maka konsekuensinya, manusia harus bertanggung jawab atas kelestarian dunia atau alam.[7] Manusia sebagai satuan aktual, tidak dapat terpisah dari satuan aktual yang lain, entah itu hewan, tumbuhan atau bahkan benda mati. Keterjalinan tersebut mengarah pada relasi timbal balik yang menjadi hakikat realitas. Oleh karena itu, manusia tidak dapat dipahami dengan baik dan utuh bila terlepas dari lingkungannya. 

Di sinilah persis manusia harus mampu menjadi visioner dalam merawat dan menjaga lingkungannya agar relasi selalu berjalan dengan baik

4. Penutup

Whitehead mengkritik paham materialisme ilmiah dan menawarkan pemikiran "proses". Kosmologi "proses" menjadi jalan masuk untuk memahami Tuhan. Konsep Whitehead tentang Tuhan mengalami perkembangan di dalam tiga karya besarnya. Ia akhirnya tiba pada Tuhan yang berhakikat ganda. Tuhan yang memiliki hakikat awali dan hakikat akhiri. Dua hakikat tersebut memiliki hubungan dengan agama di dalam perkembangannya di tengah dunia. 

Menghadapi kemerosotan pengaruh agama di tengah dunia, Whitehead dan Hartshorne menawarkan paham panenteisme sebagai alternatif. Imanensi Tuhan lebih ditekankan ketimbang transendensi-Nya. Imanensi Tuhan terungkap dalam "cinta-Nya bagi dunia". Karena cinta itu, Ia hadir dalam dunia dan turut meresapi pengalaman manusia. Konsekuensinya, manusia perlu mencintai sesamanya dan bertanggung jawab atas alam dunia, karena Tuhan "ada" di sana (di dalam manusia dan alam dunia).

 

DAFTAR PUSTAKA

Sumer Primer

Whitehead, Alfred North. Essays in Science and Philosophy. New York: Philosophical Library, 1947.

Adventures of Ideas. New York: The Free Press, 1967.

Process and Reality: An Essay in Cosmology. Corrected Edition, edited by David Ray Griffin and Donald W. Sherburne. New York: The Free Press, 1978.

Science and the Modern World. New York: Pelican Menor Books, 1985.

Mencari Tuhan Sepanjang Zaman (Dari Agama Kesukuan hingga Agama Universal). Diindonesiakan oleh Alois Agus Nugroho. Bandung: Mizan, 2009.

Sumber Sekunder

Buku

Ohoitimur, Johanis. Metafisika sebagai Hermeneutika: Cara Baru Memahami Filsafat Spekulatif Thomas Aquinas dan Alfred North Whitehead. Jakarta: Obor, 2006.

Ohoitimur, Johanis. God and the World: A Study in the Dialogue between Whiteheadianism and Contemporary Thomism. Jakarta: Cahaya Pineleng, 2014.

Sudarminta, J. Filsafat Proses: Sebuah Pengantar Sistematik Filsafat Alfred North Whitehead.Yogyakarta: Kanisius, 1991.

Susanto, Budi. Teologi dan Praksis Komunitas Post Modern. Yogyakarta: Kanisius, 1994.

Artikel

Kuntag, Paulina. "Kosmologi Alfred North Whitehead dan Relevansinya." Dalam Melangkah dengan Akal Budi, Karsa, dan Karya. Diedit oleh Barnabas Ohoiwutun. Yogyakarta: Kanisius, 2020, hlm. 19-38.

Ohoitimur, Johanis. "Teisme Dialektik: Sintesis Whiteheadianisme dan Eksistensialisme." Dalam Pergulatan Etika Indonesia. Diedit oleh Kasdin Sihotang, Rodemeus Ristyantoro dan Benyamin Molan. Jakarta: Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya, 2019, hlm. 21-42.

Ohoitimur, Johanis "Metafisika Penderitaan Salib." Dalam Mysterium Crucis-Mysterium Paschale: Permenungan atas Tri Hari Suci. Yogyakarta: Kanisius, 2020, hlm. 51-84.

Kamus

Bagus, Lorens. "Panenteisme." dalam Kamus Filsafat. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 1996.

Traktat Kuliah

Ohoitimur, Johanis. "Pengantar Berfilsafat." Traktat Kuliah STF Seminari Pineleng, 2017/2018.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun