Mohon tunggu...
Agustinus Nicolaus Yokit
Agustinus Nicolaus Yokit Mohon Tunggu... Asisten Pribadi - Bukan seorang Pujangga dan Bukan seorang Filsuf

Menjadi prehensi positif bagi perkembangan orang lain... Masih belajar untuk Altruis... Sedang berjalan dalam pencarian pada Kebijaksanaan Sejati...

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Konsep Tuhan dan Agama Menurut Alfred North Whitehead

10 Agustus 2021   20:01 Diperbarui: 10 Agustus 2021   20:17 1362
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tuhan yang turut merasakan pengalaman-pengalaman dari semua satuan aktual dalam dunia. Artinya, Tuhan secara simpatik menjalin relasi internal (berprehensi) dengan apa saja yang terjadi pada satuan-satuan aktual.[6] 

Hakikat akhiri dari Tuhan merujuk pada apa yang disebut Whitehead sebagai Tuhan sang sahabat (God the companion) yang membiarkan diri-Nya dialami oleh setiap pengada. Dengan cara ini, Tuhan berpengaruh terhadap kehidupan manusia dan sebaliknya manusia pun merasakan gerak hati Tuhan.[7] Dalam konteks inilah hakikat akhiri dari Tuhan dipahami sebagai "cinta Tuhan bagi dunia".

Dua hakikat Tuhan itu, sesungguhnya memiliki hubungan dengan perkembangan agama-agama di dunia. Agama dalam hubungan dengan Tuhan berkembang melalui tiga tahap yaitu agama adalah transisi dari "Tuhan Kekosongan" menjadi "Tuhan Sang Musuh" dan dari "Tuhan Sang Musuh", menjadi "Tuhan Sang Sahabat".[8] 

Ohoitimur menguraikan bahwa Tuhan kekosongan (God the void) bisa ditafsirkan secara berbeda-beda, yaitu pengalaman khaos tanpa Tuhan sebagai prinsip ketertiban, tetapi juga pengalaman di mana seseorang merasa hidupnya hampa, ditinggalkan, diabaikan, tidak didengarkan doanya. Pada pengalaman yang terakhir ini, Tuhan dianggap tidak hadir, atau paling tidak Dia diam.

[9] Itulah pengalaman eksistensial dalam kesendirian. Tuhan "sang Musuh" (God the enemy) merupakan konsep bahwa Tuhan itu menakutkan dan selalu bisa menghukum, tetapi juga bisa mengganjari dengan kebaikan. Inilah konsep yang dikenal pada banyak agama suku; Tuhan sebagai kekuatan yang melampaui alam. 

Di sini, Tuhan lebih sering dipahami dan dialami sebagai kekuatan menakutkan yang dapat mencelakakan manusia sewaktu-waktu.[10] Menurut Whitehead, "Tingkah laku dianggap benar apabila membuat para dewa melindungi kita; dan tingkah laku adalah salah apabila membangkitkan kemarahan para dewa yang menghancurkan hidup kita. 

Agama semacam itu merupakan suatu cabang diplomasi".[11] Tuhan "sang Sahabat" (God the companion) adalah Tuhan yang dialami seorang person dalam kesendiriannya sebagai sahabat karib. Tuhan sang Sahabat ialah konsep yang paling matang atau dewasa dalam evolusi agama-agama. Inilah konsep Tuhan yang bersifat "dwi-kutub" (bipolar nature of God) dalam filsafat proses.[12] 

Selanjutnya, Whitehead melihat bahwa agama telah kehilangan genggaman atau pengaruhnya atas dunia.[13] Permasalahan utamanya ialah stagnansi dalam kehidupan beragama dan ketidaksesuaian gambaran Tuhan tradisional dengan gambaran manusia modern. 

Alternatif untuk memahami Tuhan dikembangkan oleh Charles Hartshorne dalam penenteisme. Panenteisme ialah paham yang melihat realitas sebagai bagian dari keberadaan Tuhan. Paham ini berbeda dengan panteisme yang menyamakan Tuhan dengan seluruh realitas.[14] 

Panenteisme dikembangkan untuk mengatasi kelemahan pada panteisme maupun monoteisme. Paham ini menjadi alternatif untuk memahami Tuhan dalam pergolakan yang terjadi pada agama-agama (konteks tahun 1925 dengan latar belakang Eropa dan Amerika). 

Yesus Kristus menjadi inspirator terakhir bagi Whitehead sebagai model Tuhan dalam agama. Tuhan sebagai sang sahabat yang membiarkan diri-Nya dialami oleh setiap pengada. Tuhan yang secara sederhana dapat disejajarkan dengan pengertian Tuhan sebagai Penebus. Tuhan yang turut mengalami segala kemalangan dan penderitaan yang dialami oleh manusia di dalam dunia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun