Mohon tunggu...
Agustinus Nicolaus Yokit
Agustinus Nicolaus Yokit Mohon Tunggu... Asisten Pribadi - Bukan seorang Pujangga dan Bukan seorang Filsuf

Menjadi prehensi positif bagi perkembangan orang lain... Masih belajar untuk Altruis... Sedang berjalan dalam pencarian pada Kebijaksanaan Sejati...

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Konsep Tuhan dan Agama Menurut Alfred North Whitehead

10 Agustus 2021   20:01 Diperbarui: 10 Agustus 2021   20:17 1362
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

3. Menilai Konsep Tuhan dan Agama Whitehead

Konsep Tuhan Whitehead lebih menekankan sifat imanen, ketimbang sifat transenden. Bagi Whitehead, Tuhan bukanlah yang "jauh di sana" sebagai raja yang absolut, melainkan dekat dan ada "di sini" bersama manusia bahkan rela menderita bersama manusia. 

Paham bahwa Tuhan begitu dekat dengan manusia menjadi tantangan mendasar bagi paham theisme klasik yang cenderung menekankan kemahakuasaan Tuhan (dalam transendensi-Nya). Model-model pemahaman tentang Tuhan dalam tradisi kristiani Abad Pertengahan dan masa modern seperti model monarkhial, deistis, dialogal dan model pelaku tindakan mengandung baik problem filosofis, teologis maupun ekologis yang baru.[1] 

Alasannya, karena masing-masing model tersebut tidak mampu menjelaskan pengalaman ketuhanan secara menyeluruh (holistic). Model-model ini sering terjebak dalam permasalahan seperti melihat Tuhan terlampau jauh dan berkuasa dalam transendensi-Nya (monarkhial) dan menggambarkan Tuhan secara impersonal atau juga memicu hidupnya paham antroposentrisme yang melihat alam secara impersonal.[2] 

Tuhan juga dipandang sebagai penyebab segala kejahatan dan penderitaan yang terjadi di dunia. Bahkan lebih parah lagi, paham Deisme yang justru "mengistirahatkan" Tuhan dalam seluruh proses kreatif alam semesta. Paham ini dapat mengantar pada penyangkalan akan eksistensi Tuhan (atheisme).

Terkait problem ini, Whitehead menawarkan model pemahaman "proses" sebagai alternatif untuk memahami Tuhan. Whitehead dan Hartshorne menegaskan bahwa relevansi dari konsep Tuhan dalam agama bagi manusia modern ialah Tuhan yang hadir secara dinamis dalam hakikat awali yang bersifat non-temporal (abadi) dan di dalam hakikat akhiri-Nya yang bersifat temporal (menyejarah). 

Model inilah yang dibutuhkan di dalam agama. Tujuannya agar agama tidak lagi menggambarkan Tuhan sebagai raja yang otoriter, melainkan Tuhan yang hadir dalam kasih-Nya yang menggerakkan hati manusia untuk menanggapi tawaran-Nya menuju ke arah yang benar. 

Atas dasar inilah, agama harusnya menjadi sumber visi dan motor perjuangan dalam peradaban manusia. Agama juga harus menjadi pemberi rasa damai sekaligus mampu menjadikan penganutnya berani menghadapi realitas ketakberdayaan dalam kehidupannya. Agama perlu mengarahkan penganutnya agar mampu mengalami proses penentuan diri sebagai orang beragama. 

Proses penentuan diri itu hanya dapat terjadi di dalam kesendirian manusia di tengah komunitas ("solitariness in the community").[3] Kesendirian yang dimaksudkan ialah sikap berani dari individu untuk mengambil sikap personal sebagai inti dari hidup beragama. Proses pengembangan diri dari setiap penganut dipahami sebagai keterarahan lebih pada cinta dan semangat untuk menemukan arti visi agamanya.[4] 

Visi yang kemudian mengarahkan hidup para penganut agama untuk menjadi penggerak dalam mencapai kebahagiaan sejati serta mampu memberikan rasa damai bagi sesamanya. Di dalam proses tersebut, agama berperan sebagai pemberi rasa damai. Tanpa kedamaian batin atau rasa damai yang mendalam, manusia mengalami kemunduran dalam hidupnya. Rasa damai yang mendalam memberi ketenangan batin oleh karena secara intuitif manusia menangkap kebaikan dan keberhasilan di balik kesementaraannya.[5] 

Rasa damai yang bersumber pada agama muncul dari keyakinan bahwa Tuhan merupakan ukuran keselarasan dunia.[6] Agama memberi jawaban positif atas masalah apakah kehidupan kita di dunia ini bisa diberi makna yang langgeng. Jawaban tersebut terletak dalam pemahaman tentang Tuhan sebagai Penebus dan Penyelamat. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun