Kali ini saya ingin mencoba merangkum buku sejarah yang berjudul " Sejarah Pendidikan Di Indonesia Zaman Penjajahan", buku ini disusun oleh tim dari Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Kebudayaan, Direktorat Sejarah Dan Nilai Tradisional, Proyek Iventarisasi dan Dokument Sejarah,pada tahun 1993M.
Bukunya 180an halaman.
Biar mbacanya nyantai saya coba menyajikan disini per bab atau sub bab atau ya secukupnya saja buat bacaan waktu senggang.
Dari bab 1
Pendidikan dan pengajaran abad ke- 16---18
1.1 Masa Pengaruh Portugis
Sejarah pendidikan yang melaksanakan sistem pengajaran dengan wujud lembaganya yang lebih dikenal dengan sekolah, sebenarnya sudah dimulai pada permulaan abad ke-16, yaitu dengan kedatangan Bangsa Portugis di Indonesia, yang  kemudian disusul oleh Bangsa Spanyol, Sebagai dampak dari perang Salib.
Seiring dengan usaha kristianisasi yang dilakukan oleh para misionaris yang menyertai ekspedisi militer Portugis dan Spanyol, membawa pengaruh terhadap Pendidikan didaerah-daerah jajahan mereka.
Pada tahun 1534M, Pendeta Ignatius Loyola mendirikan Ordo Yesuit di Paris, tujuan awal adalah untuk membangun Orde Baru bagi pelayanan tugas-stugas misi agama Katolik Roma di Palestina, tetapi kemudian berkembang  menjadi sebuah organisasi yang sangat militan.
Untuk memperjuangkan dan menyebarluaskan agama Katolik ke segala penjuru dunia.
Salah seorang pengikut pertama Ordo Yesuit, Franciscus Xaverius (meninggal tahun 1552) Â berhasil mendirikan berbagai misi Gereja Katolik Roma di India, Indonesia , dan Jepang, sekaligus menjadi peletak dasar dari katholicisme di Indonesia.
Dialah yang menegaskan bahwa untuk memperluas agama Nasrani perlu didirikan sekolah di mana-mana, terutama di daerah-daerah non-Kristen .
Pada tahun 1536 penguasa Portugis untuk daerah Maluku, Antonio Galvano, mendirikan sekolah seminari untuk anak-anak para pemuka pribumi di Ternate, yang merupakan sekolah agama Kristen bagi anak-anak mereka.
Sekolah yang sejenis kemudian didirikan di Pulau Solor, dengan jumlah murid sebanyak 50 orang. Murid-murid yang berasal dari golongan pribumi yang  mampu mengikuti pelajaran dengan baik dan ingin melanjutkan, dapat meneruskan studi di Goa (India), yang merupakan pusat kekuatan orang-orang Portugis di Asia.
Franciscus Xaverius berangkat dari Ternate ke Goa dengan membawa pemuda-pemuda Maluku untuk melanjutkan pelajarannya di kota tersebut.Â
Disekolah-sekolah katolik tersebut selain diberi pelajaran agama, diberikan pula pelajaran tentang membaca, menulis, dan berhitung, ditambah dengan pelajaran tentang bahasa Latin.
1.2 Masa Pengaruh Belanda
Akhir abad ke-16 dan awal ke-17 merupakan giliran bagi orang-orang Belanda untuk menanamkan dan memperkuat pengaruhnya di Indonesia.
Tahun 1585M Portugal jatuh ke dalam kekuasaan Kerajaan Spanyol yang beragama Katolik Roma sedangkan orang-orang Belanda yang beragama Kristen Protestan sedang berjuang untuk memerdekakan negerinya dari penjajah Spanyol melalui perang 80 tahun (1568M-1648M).
Belanda pada tahun 1605M mengambil alih posisi orang-orang Portugis di Kepulauan Amboina (Maluku Selatan).
Pada tahun 1619M Belanda berhasil mendirikan Bandar Jayakarta sekaligus mengubah namanya menjadi Batavia, sebagai basis perdagangan dan kekuasaan politiknya di Indonesia sampai tahun 1942M.
Pada akhir abad ke-17 Belanda berhasil mengisolasi Pulau Jawa dan daerah-daerah lain di Indonesia , sehingga mampu mengawasi lalu lintas antarpulau di wilayah perairan Nusantara.
Kebijaksanaan politik dan usaha untuk melestarikan kekuasaan Belanda di Indonesia, antara lain dilaksanakan dan didukung melalui usaha-usaha di bidang pendidikan, tujuan, isi, proses dan pihak-pihak yang terlibat didalamnya disesuaikan dengan kebijaksanaan tersebut.
- Orang-orang Belanda beserta keluarganya memerlukan pendidikan dan latihan, baik mengenai pengetahuan umum maupun mengenai pengetahuan khusus tentang Indonesia.
- VOC memerlukan tenaga-tenaga pembantu yang murah untuk keperluan menggerakkan roda pemerintahan dan roda perekonomian yang tentunya diambil dari kalangan penduduk pribumi. Kepada mereka perlu diberikan Pendidikan sewajarnya untuk dapat menjalankan tugas-tugas tersebut. Hal yang tidak kalah penting ialah bahwa Pendidikan juga dimanfaatkan untuk membina kelompok-kelompok dikalangan penduduk pribumi, yang kesetiaan serta loyalitasnya kepada orang orang Belanda dapat diandalkan, di antaranya komunitas-komunitas Kristen di Ambon.
1.2.2 Perkembangan Pendidikan Dan pengajaran Selama Abad Ke 16-18
Pendidikan berdasarkan sistem Barat yang pertama kali dilaksanakan ada di Kepulauan Maluku Selatan, terutama dikaitkan dengan ajaran agama Kristen . Sekolah yang pertama didirikan oleh orang-orang Portugis adalah di negeri-negeri (Kesatuan Daerah) yang penduduknya sudah memeluk agama Kristen (Katolik).
Pada tahun 1607M mulai dirintis sekolah untuk mendidik guru-guru Injil (Protestan, karena Belanda beragama Kristen Protestan) yang berasal dari kalangan pribumi.
Pada tahun 1614M seorang pendeta Belanda tiba di Ambon untuk melayani umat Kristen yang ada disana.
Ditahun 1628 telah berdiri 18 sekolah dengan murid sebanyak 800 orang.
Akhir abad 17 jumlah sekolah telah meningkat menjadi 54 sekolah dengan murid sebanyak 4.700 orang.
Pada awalnya Pendidikan di zaman Belanda lebih banyak diarahkan kepada kelompok penduduk keturunan orang-orang  Eropa.
Kelompok "De Trekkers'',yaitu orang-orang Eropa yang untuk sementara menetap di Hindia Belanda, yang dilahirkan dan hidup di sini. Kelompok penduduk keturunan Eropa ini sebagian berasal dari orangorang Belanda dan orang-orang non-Belanda.
Seiring dengan waktu dan  kebutuhan maka perlu pemberian suatu orientasi yang praktis kepada pendidikan rakyat (volksonderwijs) di Kepulauan Maluku , seperti yang termuat dalam Anjuran Sekretaris Pemerintah, 21April1863M.
Dengan semakin meluasnya daerah kekuasaan Belanda di Nusantara dan semakin meningkatnya keterlibatan pemerintah-pemerintah dalam masyarakat Indonesia, para penguasa kolonial mulai mencari orang-orang yang melek-huruf dasar serta mempunyai keterampilan berhitung, ditambah dengan suatu pengertian tentang bahasa Belanda, untuk mengisi jabatan-jabatan rendah dan menengah dalam birokrasi.
Pada tahun 1864 mulai diadakan ujian dinas untuk pegawai negeri ( Klein-ambtenaars Examen) yang membuka kesempatan bagi golongan pribumi memasuki jabatan dalam pemerintahan.Â
Di bawah pimpinan Departemen Pendidikan, Agama dan Industri yang baru didirikan pada tahun 1867, mulai diperluas berbagai fasilitas pendidikan bagi golongan pribumi dan seantero Nusantara.
Peraturan Pemerintah (Regeerings reglement) tahun 1854, artikel 109,menetapkan bahwa hak dan kewajiban kelompok-kelompok penduduk pribumi adalah tergantung pada land-aard (nationalitas).
tanpa memandang agama yang mereka anut, tetapi nampak-nya pemerintah tidak berusaha untuk mendirikan sekolah-sekolahnya di negeri-negeri yang penduduknya menganut agama Islam.
Di Batavia pada tahun 1863 pemerintah pusat meminta pendapat gubernur Kepulauan Maluku tentang pengoperasian sekolah pendidikan guru beserta reformasi-reformasi yang diperlukan untuk menempatkan secara langsung di bawah supervisi pemerintah.
Sekolah pendidikan guru  baru dapat dilaksanakan pada tahun 1874M, walaupun gubernur jenderal Hindia Belanda sendiri memang mengakui bahwa kebutuhan tentang itu bagi Kepulauan Maluku sangat tinggi dibandingkan dengan daerah-daerah yang lain di Nusantara, karena sekolah-sekolah pemerintah di daerah itu lebih besar jumlahnya.
Pada permulaan abad ke-17 diketemukan bukti tentang adanya sekolah-sekolah khusus untuk pendidikan agama bagi anak-anak golongan elit Islam di Ambon .
Para guru terdiri atas pedagang-pedagang yang biasanya menetap selama satu tahun di Ambon, yaitu sambil mereka menjual barang dagangannya dan membeli cengkih dalam perjalanan pulang. Mereka sebagian besar terdiri atas orang-orang suku Jawa dan turut dibantu oleh orang-orang Gujarati (lndia).
Pada tahun 1924M masyarakat Arab mulai membangun madrasah di Kota Ambon dan sebagian terbesar dari murid-muridnya adalah anak-anak Ambon yang berasal dari negeri-negeri.
Di samping para petugas mesjid, para guru diambil dari orang-orang Arab yang tinggal di kota, dari orang-orang kampung yang sudah menunaikan ibadah haji dan dari orang yang bukan berasal dari suku Ambon seperti Haji Mohammad Joesoef yang berasal dari Singapura. Haji M. Joesoef telah membina pengikut-pengikutnya di beberapa negeri, terutama di Tulehu, yaitu selama tahun- 1927M--1934M.
Kraemer menyatakan bahwa ajaran-ajaran Joesoef memiliki sifat yang dogmatis dan mistik.
Pada tahun 1934M Joesoef dijatuhi hukuman penjara selama delapan tahun atas suatu tuduhan sebagai seorang pemalsu.
Pada tahun 1932M pemimpin Sarikat Islam  AM Sangadji kembali ke Rohomony, di mana yang menjadi raja adalah abangnya, dan berusaha untuk mendirikan sekolah-sekolah Sarikat Islam, akan tetapi menemui kegagalan.
Pada permulaan tahun 1900an M Hindia Belanda mulai mendirikan Volkks-Schoolen (Sekolah Rakyat) di enam negeri di Kepulauan Ambon , yang penduduknya memeluk agama Islam. yaitu di Tulehu, Hitumessing, Laha, Pelauw, Kaibobo dan Kulur (Saparua) dan Haruku.
Pembukaan sekolah-sekolah tersebut merupakan usaha pertama pemerintah untuk memperluas Pendidikan sekuler ke negeri-negeri yang penduduknya menganut agama Islam.
Sekolah-sekolah ini menyediakan suatu pendidikan dasar yang lebih banyak bersifat elementer dan yang berlangsung selama tiga tahun, dibandingkan dengan sekolah-sekolah kelas Dua yang didirikan pemerintah di daerah yang penduduknya menganut Agama Kristen dan yang berlangsung selama empat sampai lima tahun.
Sekolah-sekolah ini didirikan, dipelihara serta dibiayai oleh penduduk negeri yang bersangkutan , dengan mendapat subsidi dari pemerintah.
Subsidi-subsidi tersebut sangat kecil dibandingkan dengan yang diberikan kepada sekolah sekolah di negeri-negeri yang penduduknya beragama Kristen, sedangkan guru-guru yang diperbantukan sangat rendah pendidikannya.
Sistem Pendidikan Belanda melalui lembaga-lembaga sekolah selama abad ke-16--18,sangat giat dilaksanakan di daerah Kepulauan Maluku, khususnya di negeri-negeri Kepulauan Ambonia yang penduduknya sudah memeluk agama Kristen Protestan.
Di daerah-daerah yang lain di Nusantara penyelengaraannya hanya khusus untuk orang-orang di lingkungan VOC.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H