***
Akhir-akhir ini saya malah sering tidur di sebuah kontrakan yang berada di sekitar lokasi proyek. Kontrakan langganan, karena sering dipakai oleh rekan saya, terutama operator excavator bernama Handoko.
Sarwan senang sekali. Setiap unggahan saya di media sosial mengenai geliat lingkungan proyek pada waktu pagi atau menjelang malam, selalu diberi jempol oleh Sarwan dan rekan lainnya.
"Semangat sekali!" Begitu komentar yang sering dituliskan Sarwan di status media sosial saya.
"Semangat empat lima, Mas Oji," kata Bu Lia pada setiap saya pamit dari kontrakannya.
"Kalau nanti kita diberi kesempatan membangun seratus unit rumah, pasti karena andilnya Pak Oji yang rajin begini," timpal komentar Pak Odang.
Memang, sih, dengan tidur di dekat lokasi, saya bisa bangun dan berangkat lebih pagi. Di kontrakan itu tidak ada televisi. Tidak seorang pun mau datang untuk mengajak ngobrol sampai subuh sambil menyeruput kopi karena tidak ada kompor, alat pendidih air elektrik, bahkan satu-dua gelas.
Tidur lebih cepat, bangun lebih cepat, dan berangkat lebih cepat. Di samping itu, tentu saja, sarapan lebih cepat, apalagi hanya bubur ayam. Tidak repot dikunyah.
Setiap hendak berangkat, saya bisa menikmati sedapnya bubur ayam di warung Bi Imah yang berseberangan langsung dengan jalan masuk ke lokasi proyek. Harganya pun sangat murah. Rp6.000,00 per mangkuk. Di desa tetangga, bisa Rp9.000,00 per mangkuk, bahkan di dekat rumah kami di seberang harganya mencapai Rp13.000,00.
Lebih lagi adalah posisi warung yang langsung berhadapan dengan jalan masuk ke lokasi. Dari situ saya bisa dengan mudah mengamati situasi terhangat di kawasan yang baru di buka itu. Masuk-keluar apa dan siapa ke lokasi, khususnya ke kantor pemasaran, tidak luput dari pengamatan pagi saya.
Selain warung bubur ayam di depan lokasi, juga warung makan di tengah lokasi alias warung proyek. Tempat satu ini menjadi muara informasi mengenai kedatangan Pak Demun, karena dari situ siapa pun mudah melihat situasi di depan kantor pemasaran.