Mohon tunggu...
Gus Noy
Gus Noy Mohon Tunggu... Administrasi - Penganggur

Warga Balikpapan, Kaltim sejak 2009, asalnya Kampung Sri Pemandang Atas, Sungailiat, Bangka, Babel, dan belasan tahun tinggal di Yogyakarta (Pengok/Langensari, dan Babarsari).

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Sebuah Upaya Membunuh Bapak Kandung

12 Desember 2019   23:40 Diperbarui: 12 Desember 2019   23:44 95
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Hari berganti hari. Minggu berganti minggu. Musim kemarau berganti musim hujan. Gundukan tanah semakin tipis dan mencuatlah batu-batu. Daun-daun jati sudah semarak kembali.

Upaya tetap fokus itu berangsur luntur. Semakin saya berupaya keras, semakin keras pula upaya melunturkan fokus saya sendiri, apalagi beberapa kali ibu saya menelepon dan menanyakan kabar saya.

Saya memang gagal pada akhirnya. Perlahan-lahan saya menambahi pemikiran saya, dari suntuk dengan pekerjaan hingga mau repot memikirkan urusan orang lain yang sudah renta itu.

Sesuatu yang buruk melintas dalam benak saya, bahkan semakin mengental sebagai penghakiman atau kecurigaan. Ketidakpedulian anak-anak Pak Demun merupakan upaya membunuh bapak kandung mereka sendiri.

Ada perebutan warisan yang diam-diam sedang terjadi. Dengan beberapa properti perumahan sederhana selama lebih lima tahun, tentu saja simpanan uangnya Pak Demun semakin munjung. Bukankah uang tidak memiliki agama, suku, ras, etnis, golongan atau kelompok, sanak-saudara, orangtua, dan seterusnya?

Apakah kekayaan duniawi lantasi mewujudkan keaslian karakter manusia alias anak-anaknya Pak Demun? Setega itukah menghina nilai kemanusiaan dengan takaran harta duniawi?

Oh!

Saya tergidik. Saya kembali teringat pada bapak saya. Dalam usia yang matang ini saya pernah menangis meraung-raung karena meninggalnya bapak saya, karena saya telah menjadi perantau abadi alias tidak akan pernah menetap di dekat rumah orang tua saya.

Oleh sebab itulah, saya menambahi pikiran saya dengan urusan orang lain. Saya khawatir bahwa pembiaran terhadap kerja keras Pak Demun sampai tertatih-tatih melangkah di lokasi proyek seluas lebih dua belas hektare ini merupakan upaya pembunuhan berencana dalam rangka perebutan dan persengketaan warisan.

Saya harus mencegah upaya kejahatan itu. Paling tidak, kalau gagal mencegah, dalam pengadilan kelak saya akan berdiri tegak sebagai saksi yang paling bisa dipercaya karena saya mengungkapkan kebenaran yang sahih.

Tidak cukup sekadar penambahan bahan pemikiran dengan rencana yang heroik, melainkan pula perubahan hal fisik. Bukankah apa yang tersimpan dalan pikiran ataupun hati pasti akan terungkap melalui suatu sikap?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun