Pak Semprul menerima ponselnya, dan berbicara lagi dengan Pak Demun. Saya tidak perlu mendengarkan apa saja yang mereka bicarakan. Hanya saja, saya menganggap bahwa Pak Semprul sudah berkata dan bertindak tidak semestinya.
Jangan-jangan ini yang disebut psikolog tentang post power syndrome itu, pikir saya.
"Bapak sudah membohongi saya soal penunjukan patok dan pengukuran. Bapak juga memakai diksi 'tidak senang', padahal persoalannya hanya pada koordinasi," kata saya ketika ia selesai berteleponan dengan Pak Demun.
"Pokoknya, Pak, saya akan tetap melakukan apa yang disuruh Pak Demun!"
"Sudahlah," kata saya sembari bangkit untuk meninggalkannya sendirian di teras, "lebih baik saya berbicara dengan batu-batu dan gundukan-gundukan tanah di sana daripada saya menjadi dungu di sini."
*******
Ruang Lebur, Cibubur, 29 November 2019