Mohon tunggu...
Gus Noy
Gus Noy Mohon Tunggu... Administrasi - Penganggur

Warga Balikpapan, Kaltim sejak 2009, asalnya Kampung Sri Pemandang Atas, Sungailiat, Bangka, Babel, dan belasan tahun tinggal di Yogyakarta (Pengok/Langensari, dan Babarsari).

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Lebih Baik Berbicara dengan Batu dan Gundukan Tanah

2 Desember 2019   03:46 Diperbarui: 2 Desember 2019   04:32 118
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saya keluar dari kantor pemasaran lalu menuju warung bubur ayam yang berada di seberangnya. Antara makan dan menunggu, begitulah. Kalau Pak Semprul muncul, pasti saya bisa melihatnya sekaligus segera menemuinya.

Matahari sudah turun tiga langkah. Kegarangannya sudah saya kunyah dan telan bersama kerupuk. Tampak Pak Semprul berjalan kaki dari lokasi ke arah kantor pemasaran.

Saya bangkit dari bangku warung, membayar semangkuk bubur ayam dan kerupuk, lalu bergegas ke kantor pemasaran. Saya tidak bisa membiarkan situasi berlalu tanpa jelas juntrungannya.

Saya pikir, persoalan koordinasi hingga pecat-memecat harus benar-benar dipahami oleh Pak Semprul ataupun Pak Demun alias pengembang. Jangan main "mentang-mentang".

Sesampai di teras kantor pemasaran, saya mengambil posisi duduk di bordes. Pak Semprul keluar lalu menemui saya.

"Tadi Pak Odang memberi tahu saya bahwa Pak Odang akan dikeluarkan dari proyek ini," kata saya tanpa basa-basi apalagi senyuman. "Pak Odang juga cerita soal pengukuran lahan itu."

"Pak Odang, 'kan, bekerja untuk pengembang?"

"Tidak begitu koordinasinya, Pak," jawab saya. "Pak Odang bekerja untuk kontraktor alias Pak Sarwan, karena gajinya dibayar oleh Pak Sarwan. Peralatan bekerjanya milik Pak Sarwan. Yang wajib dan berhak menyuruh Pak Odang cuma Pak Sarwan alias bosnya kontraktor. Apakah selama lebih tujuh bulan ini gaji bulanan Pak Odang dibayar oleh Pak Demun? Apakah peralatan kerja Pak Odang berasal dari Pak Demun?"

Pak Semprul tidak menanggapi. Saya pun melanjutkan.

"Termasuk menyuruh Pak Odang mengukur lahan milik warga. Tidak boleh begitu, Pak."

"Saya tidak menyuruh Pak Odang mengukur lahan itu. Saya hanya meminta Pak Odang menunjukkan patok-patok lahannya."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun