Akhirnya aku berpamitan tepat pukul 00.00 dini hari kepada beliau, dan melakukan perjalanan balik Nganjuk-Kertosono-Jombang-Mojowarno-Mojokerto-Surabaya. Satu yang masih mengganjal, tadi aku lupa menanyakan Kaliurang itu daerah kota atau kabupaten apa.
Di jalan hanya ketemui segelintir kendaraan, mayoritas adalah truk kontainer pengantar barang. Kecepatan 70 km per jam bisa kuraih dengan Supra kesayanganku ini. Nganjuk sudah lewat, Kertosono juga berlalu, tinggal Jombang dan Mojokerto pikirku. Dua daerah ini sudah lebih banyak kendaraannya karena ditambah jalur ramai dari arah Kediri.
Dorrrr!! Tiba-tiba terdengar suara meletus dari arah belakang motorku. Spion yang tadi kuarahkan seperti petuah Bapak tua, kini kuarahkan ke bagian dasbor belakang sambil menurunkan kecepatan motor.
"Ah sepertinya aku melindas paku, Sial!" pikirku.
Motor masih bisa berjalan meski agak oleng. Kecepatan 30 km per jam tetap terjaga, berharap bisa menemukan tambal ban terdekat di daerah Kota Jombang ini. Syukurlah, di kanan jalan kulihat berjejar tiga gubuk tukang tambal ban yang buka 24 jam. Aku memilih yang tengah, karena lampu di gubuk tersebut masih menyala.
"Permisi, Pak. Mau nambal ban." Sapaku ke dalam gubuk bambu tempat ada seorang pria paruh baya tertidur pulas.
"Oh iya mas. Silakan duduk dulu."
"Yang belakang, Pak. Kena paku tadi di jalan."
"Hah? Memang sampean sudah lihat ban nya?" tanyanya agak ketus.
Aku pun teringat, kalau sedang menambal ban, jangan memberi tahu terkena paku di dekat lokasi. Tukangnya akan tersinggung seolah dia yang meletakkan pakunya.
"Ngapunten, belum Pak. Sepertinya ada suara meletus tadi, saya pikir paku."