"Apa semua ini, Julie?" tanyanya tampak tidak tahu, tapi terlihat menahan amarah.
"Semua itu pemberian dari Tante Mery."
"Ibu tahu, di sini ada kartu ucapannya." Ibu memperlihatkan sebuah kartu dari salah satu tas belanjaan.
"Sudahlah, Bu. Terima saja semua barang-barang itu. Tante Mery tetap baik walaupun kita melupakannya hampir setahun ini." Aku mendekat untuk merayu.
"Tidak. Ibu tidak bisa melupakan perlakuan wanita itu dan kata-katanya setahun yang lalu. Kita harus mengembalikan, membuang atau membakar semua ini." Beliau mengultimatum sambil berdiri.
"Jangan, Bu," jawabku kesal berusaha memunguti semua tas-tas belanjaan itu untuk kukembalikan ke dalam lemari.
"Kau tidak boleh menyimpannya," ucap ibu sambil merampas beberapa tas belanjaan yang sudah kupegang.
"Tapi kenapa, Bu? Apa yang salah? Ini semua untuk kita!" Aku berteriak kesal.
"Jangan keras kepala, Julie. Kalau kau lebih menyukai semua pemberian dari wanita itu, pergi dari rumah ini dan tinggal saja bersama mereka!" ibu mengeluarkan nada yang tidak kalah keras.
Aku terkejut mendengar pengusiran dari beliau. Hati ini langsung panas, refleks tubuhku berputar, masih dengan pakaian seragam SMA berlari keluar rumah. Masih terdengar suara ibu memanggil, tapi terlambat.
Kuterima kalimat menyayat itu dan pergi sambil menangis, langkah kaki membawa ke tempat yang sudah lama tak kudatangi.