Banyak hal yang tidak bisa kulupakan dari keluarga ayah, yaitu betapa baiknya mereka pada kami, memberikan hadiah-hadiah. Pakaian, makanan dan barang-barang bagus, tapi setelah ayah pergi, hubungan keluarga kami semakin merenggang dan puncaknya adalah kejadian memalukan setahun yang lalu. Â
***
Tiga hari sebelum acara pernikahan berlangsung, tiba-tiba Tante Mery datang rumah. Kebetulan saat itu ibu tidak ada. Tante Mery hanya berdiri di depan pintu, enggan masuk.
Sudah setahun kami tak bertemu, dan sikapnya masih tidak berubah. Tetap baik dan perhatian, walaupun kadang aku merasa sikap wanita setengah baya itu sinis dan merendahkan, tapi selama ayah masih hidup, beliau menjelaskan, kalau Tante Mery memang punya karakter yang unik. Aku dihimbau untuk tidak berpikir negative tentangnya.
"Oh, halo sayang, bagaimana kabarmu, apa kau sehat?" tanyanya tersenyum sambil melepas kaca mata.
"Baik, Tante," jawabku dengan senyum senang setelah beberapa detik memeluknya.
"Jangan repot-repot, Tante tidak ingin masuk, karena tidak ingin memulai perang dengan Ibumu. Oh, umm, apa dia ada?" tanyanya sambil mencuri-curi pandang ke dalam ruangan.
"Ibu tidak ada di rumah, Tante."
Tante Mery tersenyum lega, ternyata ia datang untuk memberikan beberapa tas belanja berisi pakaian dan barang-barang bagus, meminta agar kami memakai semua itu saat acara pernikahan Lisa, tapi tentu saja hal pertama yang harus kulakukan adalah menyimpan terlebih dahulu semua barang-barang pemberian itu.
Tidak sekarang aku memperlihatkannya pada ibu. Nanti, disaat kami akan pergi, aku akan memberikannya pada beliau yang sudah pasti tidak bisa menolak hingga mau tidak mau wanita setengah baya itu akan menerima semuanya.
Ternyata kebahagiaanku hanya bertahan satu kali dua puluh empat jam. Begitu pulang sekolah, ibu telah berada di dalam kamar dan duduk di pinggir ranjang bersampingan dengan semua tas belanjaan pemberian dari Tante Mery.