Mohon tunggu...
Viride
Viride Mohon Tunggu... Buruh - penulis

Penulis tidak dapat menulis secepat pemerintah membuat perang; karena menulis membutuhkan pemikiran. - Bertolt Brecht (Penulis dari Jerman-Australia)

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Hati Ibuku Setahun yang Lalu

23 September 2018   18:46 Diperbarui: 23 September 2018   19:01 521
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi (foto:pixabay.com)

Hatiku luluh lantak melihat wanita itu menderaikan air mata. Merasa sudah menjadi anak jahat, karena mendebatnya dengan kasar.

"Apa yang terjadi, Bu? Hinaan apa yang sudah Tante Mery katakan setahun yang lalu? Aku mohon jangan merahasiakan apa pun, anakmu ini sudah dewasa."

Ibu memandangku dengan sedih, lalu memeluk dengan erat hingga kami menangis bersama. Saat itulah beliau menceritakan semuanya. Selama ayah masih hidup, Tante Mery memang sudah tidak suka dengan keberadaan kami, perempuan itu tidak pernah setuju dengan pernikahan orang tuaku, karena ibu hanya anak yatim piatu, Tante Mery selalu berprasangka kalau ibu hanya menginginkan harta keluarga, tapi ayah selalu memberikan pandangan yang baik tentang kakak perempuannya.

Ayah selalu berharap kalau Tante Mery bisa berubah menyayangi kami, tapi sampai pria itu menutup mata, kakak perempuan satu-satunya tetap mempertahankan kebencian pada kami.

Setahun yang lalu, di acara Tante Jesy. Tante Mery mengeluarkan kata-kata sumpah serapah. Ia berharap aku dan ibu tidak akan pernah hidup tenang, karena menurutnya keberadaan kami hanya akan menjadi duri dalam daging.

Bahkan wanita jahat itu mendo'akanku supaya tidak pernah menikah, sengsara dan menderita. Ibu yang mendengar langsung kutukan itu tidak tinggal diam, hingga akhirnya pertengkaran hebat itu terjadi.

Kami masih tetap mengganggap Tante Mery sebagai keluarga, tapi tidak ingin lagi datang ke rumah wanita itu ataupun menghubunginya. Aku dan Ibu tidak mau Tante Mery selalu berprasangka buruk.

Walaupun kami tahu ada hak sebagai ahli waris setelah ayah meninggal. Tetapi biarlah, lebih bahagia hidup seperti ini, sederhana dan tidak pernah merasa kekurangan. Setelah keributan besar di rumah, keadaan berubah, hubunganku dan ibu semakin dekat dan akrab.

Sore itu, seperti biasa aku pulang bersama Beni dan menceritakan semua yang terjadi beberapa hari kemarin. Dan satu kalimat dari Beni yang tidak pernah kulupa hingga saat ini.

"Julie, kau dan Ibumu memang harus memaafkan semua perilaku Tante Mery dan keluarganya, bahkan tetap mendo'akan mereka, walaupun kita tahu, Tuhan tidak akan pernah membiarkan mereka bahagia."

SELESAI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun