***
Kali ini perempuan lagi. Tubuhnya tinggi, hampir sama denganku ketika memakai sepatu heels. Badannya cukup berisi meski tak gemuk dengan rambut panjang hitam berkilau.
Ia tampak bingung ketika pertama kali kami saling tatap, terlebih lagi ketika melihat belasan badan tak bernyawa masih tergeletak di setiap sudut taman.
"Aku Krisna. Selamat datang," kataku menjulurkan tangan yang diterima olehnya.
"Nika," jawabnya sedikit takut. "Kita ada di mana?" tanyanya kemudian.
"Aku berharap bisa menjawab pertanyaan itu."
Matahari berada di puncak ketika aku dan Nika mengelilingi tempat ini. Memperkenalkan satu persatu tubuh di sana yang tak mungkin lagi di ajak bicara.
Ada Tatya, tentunya, yang tertidur di bangku taman menghadap danau. Di danaunya, ada Listra, seorang anak kecil berusia sekitar 10 tahun terapung tak berdaya seperti sedang melihat langit. Yang bersandar di pohon besar ialah seorang Bapak dan anak laki-lakinya yang kulupa namanya. Dan kalau tak salah ingat, dia Aldo, seorang atlet basket yang kini tak bergerak di dekat pohon bougenville.
Selanjutnya kami menaiki salah satu pohon besar yang atasnya terdapat rumah kecil yang bisa ditempati seperti di film-film. Di sini semua terasa lebih tinggi, potret taman yang luas pun begitu jelas dari sudut ke sudut.
"Sudah berapa lama kamu di sini?"
"Entahlah. Mungkin sebanyak mayat-mayat yang ada di sini," jawabku asal.