Mohon tunggu...
Gibran Ramadani
Gibran Ramadani Mohon Tunggu... Penulis - Mahasiswa UIN KHAS Jember

menulislah agar kau dikenang

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Fiqh Nusantara dalam Ruang Lingkup Islam Nusantara

16 Juni 2022   23:15 Diperbarui: 16 Juni 2022   23:30 1152
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Dengan demikian, Fikih Nusantara adalah fikih yang hidup di tengah-tengah masyarakat Indonesia. Fikih Nusantara merupakan fikih yang berkembang di Indonesia dengan karakternya yang khas sesuai dengan adat istiadat keindonesiaan. KH. Afifudin Muhajir, seorang pakar fikih mengatakan:

"Fiqh Nusantara adalah paham dan perspektif keislaman di bumi Nusantara sebaga hasil dialektika teks-teks syariat dan budaya, juga realitas di (daerah) setempat."

KH. Afifudin Muhajir, tokoh yang juga dikenal ahli fikih dan ushul fikih ini, yang melokalisir wacana Islam Nusantara menjadi fikih Nusantara. Sebab, Islam Nusantara terlampau luas cakupannya dan rentan untuk menjadi sasaran kritik yang tidak jelas ujungnya. KH Afifudin misalnya mengklarifikasi Islam Nusantara dalam konteks fiqh-nya dengan mengatakan sebagai Islam yang tumbuh dan berkembang di Nusantara. KH. Afifudin adalah tokoh penting di NU yang saat NU Jombang tahun 2015 juga menolak proses Muktamar karena dianggap "tidak fair".

 Hanya berbeda dengan para tokoh NU yang menolak terma Islam Nusantara, KH Afifudin memfokuskan Islam Nusantara pada apa yang disebut dengan fikih Nusantara.

Sementara itu, Ahmad Baso, seorang tokoh intelektual muda NU, menyebut secara spesifik fikih Nusantara sebagai bagian dari konstruksi Islam Nusantara, dimana Islam Nusantara, adalah memaknai Islam sebagai ajaran normatif diamalkan dan diistifadah dalam "bahasa-bahasa ibu" penduduk nusantara.

Dengan demikian, sebutan Nusantara bagi Ahmad Baso, bukan menunjukan sebuah teritori, tapi sebuah paradigma pengetahuan, kerja-kerja kebudayaan dan kreatifitas intelektual. Nampak sekali, Baso melampaui semua definisi dengan membentangkan kerja kebudayaan, sementara wilayah garapan kebudayaan adalah seiring dengan terma 'urf dalam fikih.

Zaini Rahman tidak secara eksplisit menyebut fikih Nusantara. la menggunakan istilah "Fikih dalam Konteks Islam Nusantara". Namun, penjelasan Zaini Rahman lebih kepada fikih yang terkait dengan tradisi saja seperti pembacaan dzikir, tahlil, maulid Nabi Saw, diba, barzanji, shalawat munjiyat, dan sebagainya. Dalam hal ini, Zaini Rahman menulis:

"...Dalam perspektif penalaran fiqh, semua praktek keagamaan yang digambarkan di atas bukan berarti menjadikan adat dan tradisi lokal sebagai ibadah, melainkan mengisinya dengan nilai-nilai ajaran Islam untuk kepentingan dakwah Praktek kebudayaan hanya sebagai wadah atau instrument, sementara unsur ibadahnya ada pada bacaan-bacaan sebagai isi dari wadah itu"

Penekanan Zaini Rahman pada aspek lokalitas memang tidak salah, hanya saja ia kurang lengkap menggambarkan fikih Nusantara. Karena fikih Nusantara bukan halnya soal lokalitas fikih semata. Bahwa lokalitas seperti pepatah di beberapa kerajaan di Indonesia raja adil raja disembah, raja lalim disanggah", demikian juga "Adat besandi syara syara' besandi kitabullah (adat bersendi syara' atau agama, syara' bersendi kitabullah atau al Qur'an) merupakan lokalitas yang tidak dapat dipungkiri sebagai kekhasan dalam fikih Nusantara Namun, sekali lagi, demikian itu adalah bagian kecil dari fikih Nusantara yang digunakan dalam konteks keindonesiaan.

Selanjutnya, KH. Afifudin juga menunjukkan dengan tetap terkandungnya dimensi universalitas Islam dalam bingkai fikih Nusantara. Sebab, dalam pandangan Afifudin, makna fikih Nusantara tak lain adalah pemahaman, pengamalan, dan penerapan Islam dalam segmen fikih mu'amalah sebagai hasil dialektika antara nash, syari'at, dan 'urf, budaya, dan realita di bumi Nusantara (Indonesia). Apa yang disebut KH Afifudin sesungguhnya merupakan kritik yang tertuju pada sebagian kalangan, salah satunya Front Pembela Islam, yang menolak dengan keras Fiqih Nusantara karena kelompok keras ini memandang bahwa fikih Nusantara tidak mau bahkan dianggap sangat membenci dengan Islam yang ke-Araban.

Walhasil, definisi fikih Nusantara mencakup kata kunci sebagai berikut: Pertama fikih yang ada di Nusantara dalam lokus fikih Mu'amalah yang memungkinkan adanya perubahan. Fikih ibadah Mahdlah sama sekali bukan "domain" fikih Nusantara Kedua, fikih Nusantara merupakan proses fikih yang berdialog dengan 'uri, budaya dan realita khas masyarakat Nusantara yang majemuk. Batasan definisi ini, kiranya dapat menghadang pemahaman yang keliru tentang fikih Nusantara.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun