"Kamu tidak dengar?!?", Sekali lagi Hidayat mencoba meyakinkan kedua temannya, "Tadi terdengar suara wanita menangis, barusan suara wanita berteriak. Kalian benar-benar tidak mendengarnya?!?"
"Sudah lah Yat, Galuh first priority now! We must hurry!", Brandon mengingatkan sambil mendorong Sani dan menarik lengan Hidayat untuk terus berjalan.
Tidak jauh dari mereka, tampak sosok bercelana jeans, berambut lurus panjang memperhatikan mereka. Tangan kirinya menyentuh pohon. Kedua mata sayunya lekat menatap mereka yang berjalan cepat.
* * *
"Hei Kurnia! Benar ini zalannya. Aku zeperti yakin mazuk ke dalam zini!"
"Pelan-pelan Cok, gue takut! elo jangan cepet-cepet ya jalannya!"
"Pegang tanganku erat! Zambil mazuk ke dalam kita.", Dengan cepat Kurnia menggenggam erat tangan kiri Coki, "Bah! Zuara Alya makin tak terdengar saza!", Mereka berdua masuk semakin dalam ke dalam gua. Semakin dalam, semakin gelap, "Cepat ambil senter! Nyalakan! Makin gelap rupanya!"
Klik
Kurnia menyalakan senter yang diambil dari tas Coki.
* * *
Tidak jauh dari mulut goa, Alya masih melantunkan langgam dengan hati-hati. Kedua matanya tertutup menghayati. Posisinya duduk bersimpuh persis seperti sinden dalam pagelaran kesenian. Badannya tegap dengan kedua tangan diletakkan pada kedua pahanya.