Mohon tunggu...
Fahmi Idris
Fahmi Idris Mohon Tunggu... Professional IT - System Analyst -

Introvert, Kinestetik, Feeling Extrovert, System Analyst, Programmer, Gamers, Thinker, Humorous, Dreamer. Web : ghumi.id Instagram : fahmi_gemblonk

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Penggenggam Jasad: Lelayu Ayu

24 Mei 2012   12:11 Diperbarui: 25 Juni 2015   04:52 355
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13377517631810938662

Sebelumnya :

Di tenda Alya menyanyikan Langgam tersebut dengan penghayatan dan sangat hati – hati.

Lingsir wengi sliramu tumeking sirno… Ojo tangi nggonmu guling… Awas jo ngetoro… Aku lagi bang wingo wingo… Jin setan kang tak utusi… Dadyo sebarang…

Wojo lelayu sebet…

Sembari Alya bernyanyi Kurnia dan Coki pun masuk kedalam Goa yang jalannya sedikit menurun.

Di luar goa sudah ada jasad wanita berkebaya merah itu dan tersenyum penuh misteri.

__________________________________________________

Lelayu Ayu

Suara burung hantu masih mengiringi perjalanan mereka. Sani, Brandon dan Hidayat berjalan beriringan. Mereka melangkah cepat, mata mereka masih menyusur tajam setiap jengkal keadaan yang mereka lalui.

"Tunggu!", Hidayat menahan kedua temannya, "Kalian dengar itu?!?"

"Dengar apa?!?", Sani yang berjalan paling depan menghentikan langkahnya.

"Kamu tidak dengar?!?", Sekali lagi Hidayat mencoba meyakinkan kedua temannya, "Tadi terdengar suara wanita menangis, barusan suara wanita berteriak. Kalian benar-benar tidak mendengarnya?!?"

"Sudah lah Yat, Galuh first priority now! We must hurry!", Brandon mengingatkan sambil mendorong Sani dan menarik lengan Hidayat untuk terus berjalan.

Tidak jauh dari mereka, tampak sosok bercelana jeans, berambut lurus panjang memperhatikan mereka. Tangan kirinya menyentuh pohon. Kedua mata sayunya lekat menatap mereka yang berjalan cepat.

* * *

"Hei Kurnia! Benar ini zalannya. Aku zeperti yakin mazuk ke dalam zini!"

"Pelan-pelan Cok, gue takut! elo jangan cepet-cepet ya jalannya!"

"Pegang tanganku erat! Zambil mazuk ke dalam kita.", Dengan cepat Kurnia menggenggam erat tangan kiri Coki, "Bah! Zuara Alya makin tak terdengar saza!", Mereka berdua masuk semakin dalam ke dalam gua. Semakin dalam, semakin gelap, "Cepat ambil senter! Nyalakan! Makin gelap rupanya!"

Klik

Kurnia menyalakan senter yang diambil dari tas Coki.

* * *

Tidak jauh dari mulut goa, Alya masih melantunkan langgam dengan hati-hati. Kedua matanya tertutup menghayati. Posisinya duduk bersimpuh persis seperti sinden dalam pagelaran kesenian. Badannya tegap dengan kedua tangan diletakkan pada kedua pahanya.

Angin terasa semakin kencang berhembus. Suara gemerisik dedaunan semakin jelas terdengar. Kelebat-kelebat sosok bayangan hitam bermunculan. Kelebat bayangan-bayangan hitam tersebut muncul dari balik pohon, batu dan dalam tanah. Mereka semua mendekati Alya, mengelilinginya.

"Wojo lelayu sebet…", Baris terakhir langgam sudah dilantunkan. Alya menarik nafas kemudian membuka kedua matanya, "Hmmmffffhhhh...", Alya tak sadarkan diri setelah melihat empat sosok yang duduk di hadapannya.

-=0O0=-

"Mmmmhhh..", Alya membuka mata. Alya tersadar dalam posisi duduk di bawah pohon, "Halaman vila?!?", Gumamnya. Alya kemudian berdiri menatap sekitar.

Sekarang sore hari dengan cahaya matahari yang keemasan tampak indah. Rerumputan hijau segar dan pepohonan rimbun sejuk menambah keindahan sore hari pada halaman vila. Ada panggung kecil dengan 12 kursi yang terisi penuh. Ada sekitar 15 orang di sana, mereka tampak akrab bercengkrama.

"Ada orang lain di sana? Mungkin aku bisa meminta pertolongan", Alya bergumam, "TOLOOOOOOOOOOONG! ADA PENUMBALAN DI SINI!!!", Alya berteriak minta tolong, berjalan kepayahan mendekati kerumunan.

Tak seorang pun dari mereka menoleh pada Alya. Mereka masih asyik bercengkrama. Alya semakin mendekati mereka, berteriak-teriak meminta pertolongan. Masih saja tak ada yang menggubrisnya. Alya menghentikan langkahnya. Ia melihat ada dua anak kecil keluar dari dalam vila membawakan nampan berisi gelas minuman. Satu laki-laki dan satu perempuan.

"Wajah mereka sepertinya tidak asing, seperti Tejo dan Nunik.", Gumam Alya.

Alya sudah sangat dekat dengan salah seorang yang duduk di kursi plastik merah. Ia mencoba menggenggam tangan pria muda tadi.

"Aku tak bisa menyentuhnya, mereka tidak bisa melihatku... Apakah aku sudah mati?!?", Alya bergumam panik.

Sementara di atas panggung terlihat seorang wanita setengah baya memeluk seorang gadis. Mengecup kening gadis tersebut.

"Selamat ulang tahun ya anakku sayang! Kamu sudah dewasa sekarang. Sudah 18 tahun dan sudah lulus SMU!", Wanita tadi kembali mengecup kening anak gadisnya, "Ayu Thungga Dewi, sekarang kamu boleh menikmati liburanmu"

"Aku ingin berkemah di hutan bersama teman-temanku bunda! Boleh?!?"

"Hutan di bukit sana aman kan Pak Dewo?", Wanita setengah baya yang dipanggil bunda tadi menoleh pada pak Dewo bertanya.

"Mbah Dewo?!?", Alya menoleh pada pria yang ditanya wanita tadi.

"Aman Bu.. Tidak ada binatang buas atau tempat yang berbahaya di sana! Bahkan ada semacam pondokan di atas sana! Pemandangannya bagus sekali waktu matahari terbit."

"Tuh kan bu, Aman.. Kami berangkat sekarang ya.", Ayu sedikit merajuk pada ibunya.

"Iya.. Kamu boleh ke sana bersama teman-temanmu. Tapi ingat ya, kamu harus sampai ke tempat yang Pak Dewo bilang sebelum gelap."

"Makasih Bunda, Ayu sayang Bunda!"

Ayu kemudian masuk ke dalam vila. Tidak berapa lama kemudian ia sudah keluar dengan tas besar di pundak. Memberi kode pada teman-temannya yang sudah siap dari tadi untuk mengikuti menyusuri jalan setapak sisi vila menuju arah barat. Arah matahari yang masih bersinar merah sore hari. Ayu dan kelima temannya terlihat semakin jauh. Semakin tidak terlihat, tersamar rimbun pepohonan bukit.

Alya terlihat sudah tampak tenang sekarang. Alya sadar kalau ia berada pada bertahun-tahun ke belakang. Mbah Dewo masih muda, dan Tejo juga Nunik yang masih anak-anak. Alya melihat pada sekeliling. Alya memperhatikan gelagat aneh pada Mbah Dewo yang tampak gelisah. Ia seolah menunggu sesuatu. Mbah Dewo kemudian masuk ke dalam vila, ia tidak keluar lagi hingga matahari benar-benar bersembunyi di ufuk barat.

* * *

Pada malam hari, Alya masih berada di luar vila. Ia memperhatikan orang-orang di luar vila yang masih bercengkrama riang. Alya memutuskan untuk mengelilingi vila. Pada pintu utama vila, Alya melihat seorang pria keluar dengan mengendap-ngendap. Pria tadi terlihat seperti membawa golok dan tali pada pinggangnya. Berjalan cepat mengendap-ngendap menuju hutan.

"Mbah Dewo?!?", Gumam Alya.

Alya tanpa pikir panjang mengikuti pria yang diduganya Mbah Dewo. Ia sudah tidak merasakan lagi sakit pada kakinya. Ia bisa mengikuti langkah Mbah Dewo dengan cepat. Masuk ke dalam hutan yang gelap karena malam.

* * *

Alya benar-benar mengikuti Mbah Dewo. Ia tak membiarkan Mbah Dewo lepas dari pandangannya. Bukit sisi timur sama saja kondisinya seperti tempat Alya melantunkan langgam, rimbun penuh dengan pepohonan, hanya saja dekat sekali dengan sungai. Ada dua orang di sana, mereka terdengar dekat sekali.

"Ayo Ayu.. Cepetan! Lama banget sih kencingnya?"

"Sebentar.. Aku lagi cari tempat dulu!"

"Jangan terlalu dekat dengan sungai! Jangan terlalu jauh!"

"Ya sudah! Kalau kamu tidak mau menunggui aku, duluan saja sana ke tenda!"

"JANGAN AYU.. JANGAN.. JANGAN BIARKAN TEMANMU MENINGGALKANMU!!", Alya berteriak.

Suara teman Ayu sudah tidak terdengar. Ia benar-benar pergi meninggalkan Ayu. Mbah Dewo mulai bergerak, mengendap-ngendap mendekati Ayu.

"LARI AYU.. LARIII!", Alya berteriak-teriak mencoba memberitahu Ayu.

Mbah Dewo muncul dari belakang Ayu yang sedang jongkok buang air kecil. Tangannya yang besar langsung membekap Ayu. Tangan kanannya membekap badan, sementara tangan kirinya ditempelkan pada wajah Ayu. Ayu meronta-ronta. Kedua tangannya tak bisa bergerak bebas karena tangan kanan Mbah Dewo yang kekar. Kedua kakinya juga tidak bisa menendang-nendang karena terhalangi celana yang turun karena buang air kecil. Ayu menggapai-gapai udara kepayahan. Kurang dari satu menit kemudian, perlawanan Ayu semakin melemah, ia tidak bergerak, pingsan.

Mbah Dewo kemudian membopong Ayu pada sebuah batu besar dekat sungai. Ayu yang tak sadarkan diri diposisikan terlentang dengan kedua tangan terbuka. Mbah Dewo kemudian mengikat kedua tangan Ayu pada ranting pohon besar. Kemudian mengeluarkan dua buah batok kelapa dari kantung hitam kecil yang diikat pada celananya. Diletakkannya pada sisi kanan dan kiri tubuh Ayu, kemudian dibakar.

Mulut Mbah Dewo terlihat komat-kamit membaca sesuatu. Kedua tangannya terbuka ke atas. Ia menatap langit. Kemudian membungkuk dengan kedua tangannya yang masih terbuka. Tangannya kemudian menyentuh tubuh Ayu. Kepala Mbah Dewo membenam pada pusar Ayu. Tangannya masih menyusur tubuh Ayu ke atas, melebar pada kedua lengan kemudian merapat menuju leher.

"Inilah persembahan perawan pertama!", Mbah Dewo bergumam sembari mencekik Ayu yang masih tak sadarkan diri.

Kkrrrkkk..

Melihat kejadian tersebut, Alya hanya bisa berteriak memanggil-manggil nama Ayu sambil menutup mata.

* * *

Keesokan harinya penghuni vila dibuat heboh karena Ayu yang sudah tidak bernyawa diketemukan di pinggir sungai dekat vila. Tangannya terbuka, Celananya turun sampai pergelangan kaki, bagian lehernya tersangkut akar pohon pinggir sungai. Jasadnya kaku.

[caption id="attachment_178516" align="aligncenter" width="565" caption="(sumber : http://www.tribunnews.com)"][/caption]

-=0O0=-

Brandon, Sani dan Hidayat sudah sampai pada lubang yang mereka temui sebelumnya.

"Bantu gue iket tali ini di pohon itu!", Sani memerintahkan Brandon, "Simpul mati aja biar kuat!"

"Lumayan dalam San lubangnya, talinya cukup kan?"

"Gue turun duluan!"

"Nope!! Me first! I'm worried about Galuh!", Brandon buru-buru  menghampiri Sani dan Hidayat.

Brandon yang berbadan besar terlihat pas sekali memasuki lubang.

Tidak berapa lama Brandon sudah sampai pada dasar lubang. Ia mengambil senter dari tas.

Klik

"HURRRY UP GUUUYS!! GET DOWN HERE!! I FOUND SOMETHING STRANGE..!"

–==0oOo0==–

bersambung...

[1] Rencana Liburan [2] Keberangkatan ke Yogyakarta [3] Malam Pertama [4] Kotak Cincin [5] Hari Pertama [6] Tersasar di Hutan [7] Kilatan Kejadian [8] Ternyata Nunik? [9] Tempat Rahasia [10] Misteri dalam Selembar Foto Usang [11] Pencarian [12] Wanita Berkebaya Merah

_______________________________

KOLAMI

_______________________________

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun