Pak Suja adalah seorang yang tenang, cenderung pendiam. Keluarganya sudah kaya raya sejak dulu. Harta berupa rumah dan tanah menghampar di desa Pancajati dan beberapa desa tetangga. Saat ini Pak Suja dan istrinya getol berbisnis pariwisata. Mereka berinvestasi di beberapa tempat wisata di seantero Jawa Timur. Tahun ini, mereka berencana mengembangkan investasinya ke Jawa Tengah.
Di TPS 15, Nyonya Martha bertemu dengan tiga nyonya-nyonya sosialita desa Pancajati yang bernama Nyonya Rahma dan Nyonya Ana. Mereka adalah para orang kaya di desa itu. Suami Nyonya Rahma memiliki empat toko kelontong di desa Pancajati, dua toko bangunan di desa tetangga, dan empat belas toko perkakas pertanian yang tersebar di Kabupaten Madiun.
Sementara itu Nyonya Ana datang bersama suaminya. Ketiga anaknya sepakat datang ke TPS agak siang. Nyonya Ana adalah perancang busana yang memiliki puluhan butik di seantero Jawa Timur, Jawa Tengah dan Jakarta.
Semua butiknya menjual pakaian hasil rancangannya. Kabarnya, tahun ini ia sedang bersiap membuka satu butik di Singapura. Semua pekerja di workshop-nya adalah warga desa Pancajati. Ia ingin meniru semangat sang kepala desa untuk membangun desa Pancajati.
Namanya ibu-ibu sosialita, kalau sudah berkumpul artinya 'tiada hari tanpa ngomongin orang lain'. Tetapi, meskipun mereka ini sosialita tingkat desa, gosip ibu-ibu ini bukan gosip recehan. Orang yang mereka gosipkan adalah orang-orang berpangkat. Misalnya pejabat di tingkat kabupaten atau propinsi, petinggi BUMN, hingga pejabat di pemerintahan pusat.
Di keluarganya, Nyonya Martha sering ditugaskan oleh sang suami bertemu dengan pejabat-pejabat tingkat kabupaten berkaitan dengan bisnis mereka. Nyonya Ana malah sering bertemu dengan pejabat tingkat pusat. Beberapa diantara mereka adalah pelanggannya.
Ketiganya merasa lelah duduk dan memilih berdiri agak jauh dari area kursi antrian. Masing-masing menggunakan kipas bermotif bunga yang diproduksi oleh Nyonya Ana.
"Jeng-jeng.. itu di depan sana, lihat kan?" kata Nyonya Ana.
"Apa ya Jeng Ana? Ada siapakah di depan sana?" tanya Nyonya Martha.
"Itu kan Pak Beno, duduk di samping Pak Rahmat." kata Nyonya Ana.
"Oh, iya Jeng. Memangnya kenapa dengan Pak Beno?" tanya Nyonya Rahma penasaran.