Mohon tunggu...
Gatot Tri
Gatot Tri Mohon Tunggu... Administrasi - Swasta

life through a lens.. Saya menulis tentang tenis, arsitektur, worklife, sosial, dll termasuk musik dan film.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Kisah Pagi di Hari Pemilu

16 April 2019   13:29 Diperbarui: 16 April 2019   13:57 204
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pak Rahmat menikah dua kali. Dengan istri pertama, ia hanya memiliki seorang anak laki-laki. Ketika sang anak beranjak remaja, mereka bercerai. Tidak lama, Pak Rahmat menikahi istri keduanya dan memiliki lima anak yang kesemuanya laki-laki. Kini mereka sudah dewasa. Tiga putranya dari istri keduanya kabarnya sudah berkeluarga. Mereka tinggal di kota Surabaya namun karirnya tidak sesukses anak-anak Pak Beno.

Pak Rahmat juga sudah lama bercerai dengan istri keduanya. Kelima anak dari istri keduanya tidak ada yang mengenalnya secara dekat. Itu karena Pak Rahmat bekerja keras siang malam mencari nafkah untuk dua keluarganya. Ia bekerja sebagai operator forklift di sebuah perusahaan pertambangan di pedalaman Kalimantan dan hanya sempat pulang enam bulan sekali.  

Ketika anak kelimanya lahir, ia memutuskan bercerai dengan istri keduanya. Sang istri mendapat informasi, bahwa Pak Rahmat telah menikah siri dengan seorang warga Kalimantan. Alhasil, rumah tangganya pun berantakan. Tidak lama, Pak Rahmat juga akhirnya bercerai dengan istri ketiganya. Ia tidak memiliki anak dari istri ketiganya.

Beberapa tahun kemudian Pak Rahmat pensiun. Sadar bahwa ia akan hidup dalam sunyi, ia memutuskan kembali ke istri pertamanya. Niatan itu tercapai. Sang istri pertama menerimanya kembali hingga beberapa tahun lamanya, hingga sang istri pertama wafat sekitar tiga tahun lalu.

Sejak istri pertamanya wafat, Pak Rahmat hidup dalam kesendirian. Sunyi sendiri berhari-hari, berbulan-bulan, mendorong penyakitnya kambuh. Sebelum pensiun, ia didiagnosa menderita penyakit jantung koroner. Ia juga sudah lama menderita diabetes. Tubuhnya yang dulu sehat bugar, kini berangsur kurus oleh karena tidak ada yang mengurus.

Mendengar kabar suksesnya anak-anak Pak Beno membuat hati Pak Rahmat merasa ciut. Ia merasa tidak berhasil membina keluarganya. Satu-satunya anak lelaki dari istri pertamanya, menurut kabar terakhir dari istrinya, bekerja di Papua.

Sebelum wafat, sang istri pertama mewanti-wanti Pak Rahmat agar jangan sekalipun menemui putra mereka. Sang anak sangat membenci ayahnya sejak hari perceraian itu dan memutuskan pergi dari rumah.

"Semuanya itu harus disyukuri Pak Rahmat..." kata Pak Beno, membuyarkan lamunan singkat Pak Rahmat tentang hidupnya yang tidak utuh seperti keluarga Pak Beno.

"Apapun keadaan kita harus kita syukuri Pak. Ingat pesan Ustadz Yahya waktu pengajian minggu lalu? Dengan bersyukur maka nikmat kita akan ditambah oleh Allah..." lanjut Pak Beno.

"Iya Pak, saya ingat pesan Pak Ustadz Yahya. Saya menjalani saja apa yang sekarang ini saya jalani. Umur juga tinggal sedikit Pak, tidak ada yang saya cari lagi sekarang. Mungkin saya mati setahun lagi, atau seminggu lagi tidak ada bedanya. Atau mungkin sepulang dari sini bisa saja saya mati.." kata Pak Rahmat. Ia menarik nafas panjang. Kedua matanya nampak berkaca-kaca.

"Lho lho Pak Rahmat... Jangan berkata seperti itu lah, tidak baik. Umur memang tidak bisa diduga. Tapi jangan memikirkan tentang kematian dengan berlebihan seperti itu lah.." tukas Pak Beno.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun