Bagian 2: Sandra dan Dina
Waktu masih menunjukkan pukul 6.30. Masih menunggu setengah jam lagi. Tetapi Sandra nampak cemas. Ia cepat-cepat mengeluarkan ponselnya dari tas jinjingnya begitu mendengar suara notifikasi. Dina, tetangga satu gang, yang duduk di sebelahnya merasa penasaran.
"Janjian nih?" tanya Dina tersenyum seraya menggerakkan kedua alis matanya. Ia duduk di kursi nomor urut 4.
Sandra mengetikkan beberapa kata, mengirimkannya dan segera memasukkan ponselnya ke dalam tasnya.
"Eh, iya Din.. Ini si Anto sudah gak sabar ingin segera ke Surabaya. Dia lebih beruntung, dapat nomor urut 1. Padahal aku tadi sudah lari-lari ke sini. Yah, gapapa nomor 3 pun gak masalah." Jawab Sandra.
"Mmm, Ayah ibumu kemana Ndra? Kok belum keliatan sedari tadi?" tanya Dina lagi.
"Oh, masih ada urusan sepertinya. Tapi nanti bakal ke TPS kok, tapi ya agak siangan gitu, Din.." jawab Sandra. "Papa Mamamu juga ga keliatan, belum ke sini juga, Din?"
"Lha itu tuh di bawah pohon, lagi ngopi di sana. Itu tuh yang pakai baju kuning merona di sana. Tadi kita barengan sih ke sininya. Tau Bu Sarti jualan, belok deh mereka." Kata Dina terkekeh. Sandra ikut terkekeh.
"Kamu gak ikutan ngemil apa kek di situ?" ujar Sandra. Ia tahu ngemil adalah salah satu hobi Dina. Ia juga tahu Dina kerap makan di warung bakso di seberang pasar. Biasanya Dina memesan dua porsi bakso campur di warung itu.
"Males ah Ndra, tadi juga aku udah sarapan. Ini aku bawa air putih saja. Soalnya Papaku bilang Pemilu kali ini sepertinya bakal banyak yang dating, jadi aku pikir kayaknya perlu bawa air putih. Tau sendiri kan aku gampang haus." kata Dina. Ya iyalah, badan segede itu, kata Sandra dalam hati.
Ponsel Sandra berbunyi lagi. Pesan dari Anto. Ia membalas dengan mengetik beberapa baris kalimat, mengirimkannya dan memasukkan kembali ponselnya ke tasnya.
"Memangnya mau ngapain sih kalian ke Surabaya?" tanya Dina lagi penuh tanda tanya.