Nada-nada indah itu seakan tersusun rapih di telingaku..
Lagu ini tentang kita...
Tentang kebersamaan yang abadi...
Aku cinta kamu, Boy...
Â
Seperti ini kah cinta? Indah mewarnai setiap sudut hati secara bergantian. Tak ada amarah. Tak ada kekecewaan. Tak ada penyesalan. Segala yang di tatap terasa indah. Raga yang biasanya berat untuk meninggalkan kasur saat mentari baru saja datang, kini terasa ringan, bahkan amat ringan. Cinta, cinta, cinta.... kini begitu terasa.
Satu minggu yang lalu Boy menyatakan cinta padaku. Boy adalah Lelaki yang membuatku menjadi seperti ini, mengesankan. Boy merubah segalanya, sifatku yang dulu jutek, pemarah, kini berubah seperti barbie yang teramat manis. Entahlah, setiap orang punya caranya sendiri untuk berubah. Baju hitam, celana robek-robek, gelang hitam, dan anting ala preman kini tersimpan rapih di dalam lemari, aku tak memakainya lagi setelah mengenal Boy. Dengannya aku diperlakukan seperti wanita seutuhnya, di manja, di perhatikan.Â
Boy bukan lelaki tampan dan kaya, tapi di mataku dia lebih dari itu.
"Kkkrriinggg" handphoneku berbunyi dan aku segera mengangkat telponnya. Itu dari Boy.
"Hallo Clara sayang, sudah makan belum?"
"Hmmm sudah Boy sayang, kalau kamu?"
Kemudian percakapan aku dan Boy berlangsung hingga 2 jam.
Dulu aku adalah orang yang paling membenci cerita Romeo and Juliet, tapi sekarang aku percaya bahwa cinta yang seperti itu memang ada. Konyol, namun indah. Terlihat bodoh, namun mengesankan. Cinta tak pernah salah, tak ada yang salah dalam percintaan. Hati yang awalnya menolak untuk menerima pada akhirnya akan luluh dan mengikuti jalan ceritanya. Seperti gula dalam secangkir kopi, kadang pahit, kadang manis, tergatung yang meminumnya ingin seperti apa rasanya. Sama seperti cinta, ingin pahit atau manisnya tergantung dari kita yang menjalankan. Terlihat bodoh tak selalu aneh, seperti itulah istilah cinta.
Aku memang tak ahli dalam bidang percintaan, tapi setidaknya kata mereka yang pernah merasakan itu pasti benar, termasuk aku.
Percintaan aku dan Boy berjalan baik. Hari ini tepat ke dua bulan kita menjalin hubungan. Aku menyiapkan segala macam kejutan untuk Boy. Setelah kurasakan siap aku mulai menelponnya, puluhan kali tak ada jawaban. Aku mulai resah dan aku menancapkan gas ke rumah Boy. Aku memakai gaun cantik berwarna pink dan membawa kue buatanku kerumahnya. Sesampainya disana aku mulai menyelinap masuk untuk memberikan kejutan kepada Boy. Aku tersenyum girang membayangkan respon apa yang akan Boy perlihatkan di depanku.
"Boy...Boy...." aku meneriakkan namanya berkali-kali tapi tak ada respon. Akhirnya aku putuskan untuk masuk ke kamarnya.
Saat aku membuka pintu...
"Boy..."teriakku.
Boy sedang memeluk perempuan sexy di atas kasurnya. Aku segera menghampirinya dan menamparnya.
"Aku bisa jelasin semuanya, Ra" ujar Boy terbata.
"Lo fikir ini lucu? Lo fikir jatuh cinta dan sayang ama orang itu gampang? Lo fikir ngerubah diri itu gampang? Murahan lo! Jijik gue sama lo, muak, gausah hubungin gue lagi, ga kenal gue sama lo, cinta lo itu main-main doang" ujarku pada BoyÂ
"Oya mbak, situ udah galaku apa sampe rebut cowo orang? Seneng-seneng deh yah, lu berdua Cocok!" Ujarku pada perempuan sexy itu.
"Oyah ini buat lo...daaammnnn"ujarku sembari menonjok mukanya dan berlalu pergi.
Aku keluar dan menuju taman dekat rumahku. Lelehan airmata tak bisa terhenti sedari tadi. Pedih itu kini seakan mengendap di dasar hati. Sakitnya bukan main, bagaikan beling menancap di sekitar hati yang dulu penuh cinta. Ucapan-ucapan termanisnya dulu , kini seakan menjijikkan di telingaku. Menurutnya, menggoreskan luka semudah itu.Â
"Nih cin..." seseorang memberikan sapu tangan kepadaku.
Aku menerimanya sembari menoleh.
"Aaaaaaaaa"teriakku
"Aaaaaaa" dan ia mengikuti teriakanku sembari berlari dengan lucunya
"Hahaha..." tawaku lepas.
"Eh cin buat eke kaget ajay?" Ujarnya dengan gaya bancinya.
"Hehehe lu cewe atau cowo?"tanyaku
"Ehhhh eke bencong hihihi, yey buat eke lari tadi and liat sepatu eke yang mehong jadi rusak" (ehhhh aku bencong hihihi, kamu buat aku lari tadi dan liat sepatuku yang mahal jadi rusak). Ujarnya
"Hehehehe lu lucu ya?"
"Ehhh yey kenapa itu mata? Gede amat, itu mata apa bola basket?"
"Ngomongnya biasa aja dong gue engga ngerti hahahaha"
"Okedeh , itu lu kenapa nangis sih?" Tanyanya dengan suara yang masih seperti perempuan.
"Hmmm gue habis liat cowo gue selingkuh"
"Gileee masih ada aja cowo model begitu, gue sih kalau jadi cowo lu gabakal kecewain lu"
"Sorry, kenapa? Gue ga denger?"
"Engga apa-apa, gue cuma heran aja kalau ternyata di dunia ini masih ada cowo macam tu"
Â
Kita terlibat dalam percakapan panjang. Orang-orang yang berlalu lalang di depan kami menatap heran ke arah lelaki berdandan perempuan di sampingku. Dia bernama Joe. Panggilan akrabnya Jessie. Semakin hari aku dan Joe semakin dekat. Aku tak perduli dengan dandanan Joe yang begitu feminim, keterbalikan dari dandananku yang seperti premen pasar. Ya, semenjak putus dengan Boy aku kemabali ke dandanan ala premanku.
Hari ini aku dan Joe berniat untuk pergi ke sebuah pantai. Aku berkemas sebelum Joe datang kerumah. Joe sering berkunjung kerumahku, meski awalnya respon Ibu dan Ayah tak menyenangkan, tapi akhirnya setelah mengetahui sifat asli Joe yang baik mereka mengijinkanku untuk berteman dengannya. Joe telah tiba di rumahku dan meminta izin kepada orangtuaku untuk pergi bersamanya. Mereka mengijinkan, dan aku segera berangkat menuju pantai.Â
Sesampainya di sana, teriknya matahari menyambut kedatanganku dan Joe. Panas pancarannya membuat kulit putih Joe memerah.
"Hehehehe kayak kepiting lu" ledekku sembari menunjuk ke arah wajahnya.
"Wajar kali, gue perawatan. Emangnya lu?"Â
"Waahhh kok lu gitu? Tau deh yang udah bisa cari uang sendiri dan bisa biayain perawatan"
"Hehehehe iyah dong Ra, walaupun begitu pekerjaannya"
"Akh, menurut gue selama itu engga nyopet sah-sah aja tuh"
"Hahahaha sok pinter lu"Â
Kemudian aku mencubit lengan Joe dengan gemasnya. Dan kami tertawa bersama.
Sepasang muda mudi hilir mudik di depan kami. Menatap heran, dengan penuh pertanyaan. Tak jarang setelah menatap mereka tertawa.
"Hehehe ini yang cewe mana yang cowo mana" seorang perempuan dengan pasangannya mencibir tepat di depan kami.
"Mbak ngomong sama siapa?" Tanyaku santai.
"sama kalian berdua, yang cewe kayak cowo, yang cowo kayak cewe. Iyah engga sayang?" Ujarnya sembari bertanya kepada pasangannya yang tinggi dengan tubuh atletis.
Kemudian aku beranjak dari posisi dudukku yang sedari tadi terasa nyaman. Penuh amarah aku bangkit dan berjalan kearahnya. Joe mencegahku, tapi aku tak menggubrisnya.
"Hey girl, apa masalahmu?" Ujarku tepat di depan wajah perempuan itu.
Lelakinya itu mendorong bahuku agar menjauh dari wajah pasangannya.
"Tidak ada, hanya aneh melihat kalian dengan penampilan yang seakan terbalik. Perempuan tomboy dan lelaki bencong. Menijijikkan melihat lelaki kemayu dengan baju berwarna pink".Â
Emosiku terpancing. Aku tak masalah jika perempuan itu mengejekku. Tapi ia mengejek sahabatku, aku tak terima. Joe yang sedari tadi mencegahku kini hanya diam membisu. Aku merasakan apa yang Joe rasakan.
"Hey mbak, setidaknya saya nyaman dengannya. Berhenti mencibir oranglain, anda cantik, setidaknya anda bisa sedikit bermatabat. Toleransi anda soal perbedaan dimana? Setiap orang punya gaya hidup yang beda, jangan pernah memaksa orang untuk mengikuti apa maumu. Hey boy, badanmu kekar, tapi begitu menjijikkan ketika menggenakan baju couple berwarna pink bergambarkan barbie dengan pasangan anda. Bilang kepada perempuanmu ini, ia harus melihat pakaianmu sebelum mencibir lelaki lain" ujarku penuh amarah sembari berjalan menjauh. Dari kejauhan aku terus memandangi pasangan itu dengan penuh kebencian, lelaki itu membuka baju pinknya dan berlari.meninggalkan perempuan itu. Aku tersenyum licik melihat adegan yang menyenangkan itu. Seiring menjauhnya aku dari tepi pantai dan semakin menjauh pula sang mentari.Â
Joe menarik tanganku dan memegang kepalaku untuk mengarahkan ke sesuatu yang ingin ia perlihatkan kepadaku.Â
Amazing... mentari yang sedari tadi tak aku perhatikan kini nampak seperti sebuah kejutan yang tak pernah aku lihat sebelumnya. Warna orange matahari perlahan seakan tertutup oleh kontrasnya warna birunya laut. Gelombang-gelombang halus dari tengah laut seakan berjalan perlahan kedasar pantai. Menyapu karang-karang dan pasir secara bergantian. Tuhan menciptakan keajaiban yang sulit sekali untuk aku deskripsikan secara rinci. Joe memelukku erat.Â
"Makasih untuk hari ini" ujarnya sembari menangis. Tetesan airmatanya menembus bajuku yang tebal. Ia tak pernah semelow ini sebelumnya. Aku menyambut pelukan itu dengan rasa nyaman. Pelukan kami terus berlanjut sampai mentari tak terlihat lagi.Â
Semakin lama aku bersama Joe, semakin banyak pula Joe dan aku mengalami perubahan. Joe berhenti menggunakan pakaian seperti perempuan dan ia telah bekerja di tempat yang menjadikannya sebagai seorang lelaki. Dan Joe menyuruhku untuk mengenakan jilbab, awalnya aku menolak. Namun Joe terus membuka hatiku untuk yakin mengenakannya. Aku dan Joe sudah tidak lagi dipandang sebelah mata oleh orang yang melihat kami bersama. Semua berjalan mulus, kami bersahabat dengan baik. Joe dan aku tahu bahwa kami saling cinta, saling sayang, hanya saja kami tak mau membatasi segala hal karena status. Bersahabat kalau akhirnya menikah itu tak masalah, bukan?:)
Satu tahun berlalu... persahabatan kami masih seperti dulu. Hari ini aku dan Joe berniat untuk pergi ke pantai lagi, sudah setahun ini Joe dan aku teramat sibuk.
Aku menunggu di taman. Setengah jam berlalu Joe tak kunjung datang, akhirnya aku menuju kearah kost nya.
Sesampainya disana..
"Assalamualaikum Joe..."aku meneriakkan berkali-kali. Tapi Joe tak meresponnya. Aku membuka pintu kostnya dan langsung menuju kearahnya.
Joe tergeletak bersimbah darah, aku yang panik segera menelpon ambulance. Joe yang masih menggenakan baju koko dengan tasbih di tangannya membuatku semakin bingung.
Joe tiba dirumah sakit dan dengan sigap dokter menanganinya. Hanya selang beberapa menit dokter keluar ruangan. Aku segera menghampiri dengan airmata yang entah tumpah sejak kapan.Â
" maaf nak, sejak kamu membawanya kemari, nyawanya memang sudah tak tertolong lagi"Â
Seketika aku hancur. Ucapan dokter kali ini membuatku benar-benar membencinya. Aku menangis dan segera berlari ke dalam ruangan untuk bertemu dengan Joe.
Ia terbaring lemah dengan senyum mengembang di wajahnya.Â
"Joe, ayo katanya mau ke pantai. Kita liat sunset lagi, buat kali ini aku engga akan buat orang berantem lagi ama pasangannya deh, ayo dong kamu jgn senyum-senyum doang"
Joe terdiam. Kaku. Wajahnya yang putih kini terlihat lebih bersinar dari sebelumnya. Aku percaya ia meninggal usai sholatnya. Aku menguatkan hati dan menyadarkan diri, bahwa Joe memang telah pergi. Masih dengan airmata aku mengantarkan Joe ke liang lahat. Joe begitu tampan, dengan senyuman yang indah, wangi jasadnya menjadi bahan pembicaraan orang yang berada disana. Kau tampak seperti lelaki hebat, kau jauh berbeda dari pertama pertemuan kita dulu.Â
Kau telah berada di bawah. Aku sangat merindukanmu. Aku berjanji akan menjadi wanita yang feminim dan selalu menutup aurat sesuai pesan terakhirmu.Â
Selang beberapa hari kepergianmu, aku mulai mengikhaskanmu walau teramat berat. Tak jarang aku lupa bahwa kau telah tidak ada. Candanya masih di sini, segalanya seolah masih di sampingku. Aku memutuskan untuk ke kost mu dan berniat untuk membereskannya.
Saat tiba disana seakan Joe menyambut baik kedatanganku. Aku mulai membersihkan darah yang tersisa di kamarmu. Sampai akhirnya aku menemukan sebuah binder di atas mejamu.
Di dalamnya ada tulisanmuÂ
"Perceraian Ibu dan ayah masih membekas di hatiku, memaksaku untuk mandiri dan mencari jalan hidup sendiri. "
"Tak ada pilihan lagi, uang dari ayah dan ibu sudah terpakai habis. Aku yang hanya lulusan sma dan tak mampu bekerja apa-apa. Dengan berat hati akupun akhirnya menjadi seorang banci pengamen. Terus berlanjut hingga akhirnya sifat perempuan yang di buat-buat kini ada dalam dunia nyata. Semua orang memandang jijik kearahki setiap aku lewat di depan mata mereka. Rasanya amat berat hidup ini"
"3 bulan menjadi banci, saat kepalaku teramat sakit aku memeriksakannya ke dokter dan ia memvonis bahwa aku terkena kanker stadium akhir. Pengeluaranku tak terkontrol, uang mengamenku tak cukup untuk membeli obat tang harganya begitu mahal. Akhirnya aku putuskan untuk membeli obat sedanya saja. Rasanya itu teramat sakit. Ingin mati saja rasanya"
"Saat aku putus asa, aku bertemu dengan gadis yang manis di taman. Dia menangis dan aku memberinya sapu tanganku, aky sengaja membelinya di toko terdekat di situ saat melihatnya menangis tak henti dari kejauhan. Ia teriak melihat pakaianku yang aneh, aku mengikuti teriaknya seolah aku terkejut. Padahal itu semua aku lakukan hanya untuk membuatnya tersenyum. Semua itu pura-pura. Tapi akhirnya Tuhan punya cara untuk mempersatukan kita, yaitu dengan perbedaan. Aku terlalu dekat dengannya sampai akhirnya rasa itu muncul. Dia selalu menawan di mataku, walau dandanannya ala cowo."
"Hari ini aku kepantai dengannya, banyak yg menatap aneh kearahku saat aku bersamanya , dan ada salah seorang perempuan mencibirku habis-habisan, dia meledekku yg menggunakan baju pink, clara membelaku habis-habisan, ya.namanya clara, gadis yang membuat semangatku bangkit lagi. Dia begitu hebat. Saat aku menggunakan baju pink bukan karena aku ingin bergaya ala perempuan, tapi hanya itulah baju yang menurutku paling bagus dari deretan baju yang kupunya. Senja datang, aku memeluk clara saat itu pula aku ingin menyatakan perasaanku secara serius, selama ini aku berpura-pura untuk tak menjadikanmu pacarmu dengan alasan tak mau ada status. Itu semua bulshit, bukan karena itu. Tapi karena aku sadar umurku tak akan lama. Di sisa akhir hidupku aku sangat ingin menjagamu walau hanya sesaat. Aku mencoba untuk menjadi lelaki pada umumnya, agar Clara tak malu saat bersamaku. Dan dengan tampilanku sebagai lelaki membuatku yakin bahwa aku bisa menjaganya, waktuku takkan lama, dan aku menyadarinya. Akhirnya aku memutuskan untuk menyuruhnya berhijab sesuai dengan agama kita"islam" agar saat aku tak di sampingnya, setidaknya lelaki tidak dengan mudah mendekatinya saat ia telah mengenakan hijab"
"Clara, mungkin kamu bakal baca ini.. aku udah gabisa lagi jaga kamu, tapi aku yakin, kamu bisa jaga diri kamu dengan hijab dan cara berpakaianmu.. I love you, Ra"
Tangisku tak henti. Rindu ini semakin menjadi cambuk. Tapi aku sadar keikhlasan lebih indah dari apapun, cinta dan takdir tak pernah salah. Hanya saja waktu yang memilihnya. Jangan pernah menghakimi apa yang cuma bisa di lihat, tapi kau bisa menghakimi apa yang bisa di rasakan. "Iloveyou too, Joe..and I miss you...."
Â
Â
Â
Â
Pesan : kadang kita menghujat orang hanya dari apa yang kita lihat walau kita tidak tahu apa tujuan orang tersebut. Setiap orang punya hak untuk hidup, untuk memilih apa yang layak untuk hidupnya. Tidak semua yang oranglain lakukan salah dia akan menikmatinya, banyak yang menjadikan itu semua hikmah. Manusia di tegarkan melalui cobaan. Semua manusia punya hati dan fikiran, mereka tak pernah memaksa diri untuk menjadi berbeda dan terlihat menakutkan. Kadang hidup memang perlu ada pilihan yang berat dan bersifat memaksa. Stop bully para cewe yang menjadi cowo, dan para cowo menjadi cewe. Tak perlu menghujat tanpa memberi masukan. Kadangkala merekapun perlu di dengarkan. Mendekat dan memberitahukan jalan yang benar. Bukan menghujat dan menjatuhkan. Pada hakekatnya mereka juga punya rasa penyesalan. Semua di mata Tuhan sama, ada saatnya mereka berubah. Semua ada saatnya, meski saat mereka berubah banyak yang tetap mencibir. Jaga bicara, jangan membuat dunia semakin sesak karena cemohan. Kita selalu merasa benar, tapi di mata Tuhan? Siapa yang tahu? Semua orang bermoral, dan pasti memiliki toleransi akan perbedaan. Mendekat kepada mereka dan memberikan saran. Ingat! Bukan menghujat .
Â
Â
Kritik dan saran anda sangat membantu...
Ini hanya cerita, semoga ada hikmahnya. Amin.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H