Aku menunggu di taman. Setengah jam berlalu Joe tak kunjung datang, akhirnya aku menuju kearah kost nya.
Sesampainya disana..
"Assalamualaikum Joe..."aku meneriakkan berkali-kali. Tapi Joe tak meresponnya. Aku membuka pintu kostnya dan langsung menuju kearahnya.
Joe tergeletak bersimbah darah, aku yang panik segera menelpon ambulance. Joe yang masih menggenakan baju koko dengan tasbih di tangannya membuatku semakin bingung.
Joe tiba dirumah sakit dan dengan sigap dokter menanganinya. Hanya selang beberapa menit dokter keluar ruangan. Aku segera menghampiri dengan airmata yang entah tumpah sejak kapan.Â
" maaf nak, sejak kamu membawanya kemari, nyawanya memang sudah tak tertolong lagi"Â
Seketika aku hancur. Ucapan dokter kali ini membuatku benar-benar membencinya. Aku menangis dan segera berlari ke dalam ruangan untuk bertemu dengan Joe.
Ia terbaring lemah dengan senyum mengembang di wajahnya.Â
"Joe, ayo katanya mau ke pantai. Kita liat sunset lagi, buat kali ini aku engga akan buat orang berantem lagi ama pasangannya deh, ayo dong kamu jgn senyum-senyum doang"
Joe terdiam. Kaku. Wajahnya yang putih kini terlihat lebih bersinar dari sebelumnya. Aku percaya ia meninggal usai sholatnya. Aku menguatkan hati dan menyadarkan diri, bahwa Joe memang telah pergi. Masih dengan airmata aku mengantarkan Joe ke liang lahat. Joe begitu tampan, dengan senyuman yang indah, wangi jasadnya menjadi bahan pembicaraan orang yang berada disana. Kau tampak seperti lelaki hebat, kau jauh berbeda dari pertama pertemuan kita dulu.Â
Kau telah berada di bawah. Aku sangat merindukanmu. Aku berjanji akan menjadi wanita yang feminim dan selalu menutup aurat sesuai pesan terakhirmu.Â