Beruntung mereka meluluskan semua permintaanku. Peluhku berjatuhan. Gugup. Aku deg-degan. Tanganku bergetar hebat tapi kuusahakan tetap konstan, agar pelatuknya tak tertarik secara tak sengaja. Belum waktunya....
Sebelum membuka pintu keluar, aku suruh James mengambil aktaku, stempel rumah sakit dan kertas kop RS yang ada di meja resepsionis.
Syukurlah, tak berapa lama, kami sudah berada di ruang bawah tanah. Ruang parkir! Kupaksa James menyetir di sebelahku dan memintanya untuk tidak macam-macam selama memegang kemudi. Bisa saja ia ugal-ugalan pegang setir untuk membuat pistol dan aku, terlempar. Tentu saja, pistol itu masih memaksanya untuk jadi "anak manis", melakukan apa saja atas komandoku.
***
Apartemen itu. Ya, kami menuju sebuah tempat yang kuingat. Apartemen terakhir kali yang pernah aku diami. Tidak kuingat di jalan apa, hanya ingat arahnya saja. Uhhh ... Lumayan jauh.
Perjalanan begitu sunyi tanpa kata. Kucoba merangkai tanya. Tadi James bilang, ada dua peluru dalam pistol yang kupegang ini. Satu sudah muntah untuk Ran, satunya ... untukku.
“Aku benci ... Ran telah merebut Nughie dariku tapi aku tetap menyesal kau menghilangkan nyawanya ...“ Kubuka suara sembari tetap kuat mengacungkan pistol. Kuulangi ulasan tentang Grandi Navi Veloci, Ran, yang darahnya mulai mengering di tanganku.
“Jangan lupa, ia juga mencintaimu. Sainganku. Aku mencintaimu Rhein, aku menunggumu!!!“
“Jadi itu pula sebabnya kau coba menjauhkan Nughie dariku? Mengapa kau tega menyiksaku, James?“
“Kalau aku tak mampu memilikimu ... tidak ada seorangpun di dunia ini yang boleh memilikimu. Jangan salahkan aku, jika aku ingin melihatmu pelan-pelan ... menderita. Satu persatu orang yang mencintaimu pergi ... hanya ada aku di sampingmu, dan yaahhhh ... sedikit ampethamine.“ Pria jahat itu menyeringai.