Mohon tunggu...
Gaganawati Stegmann
Gaganawati Stegmann Mohon Tunggu... Administrasi - Telah Terbit: “Banyak Cara Menuju Jerman”

Housewife@Germany, founder My Bag is Your Bag, co founder KOTEKA, teacher, a Tripadvisor level 6, awardee 4 awards from Ambassadress of Hungary, H.E.Wening Esthyprobo Fatandari, M.A 2017, General Consul KJRI Frankfurt, Mr. Acep Somantri 2020; Kompasianer of the year 2020.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

[Fikber] Nugha

20 November 2015   23:06 Diperbarui: 21 November 2015   07:18 279
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Fiksiana. Sumber ilustrasi: PEXELS/Dzenina Lukac

Gaganawati No.8

Kamu tahu, Gie? Hari kemarin sungguh melelahkan! Serasa Godam dan martil bertalu-talu, menghantam kepalaku yang oval....

Cerocos bibir tipis Nina semalam, seperti bunyi petasan yang mengagetkan sunyi. Mengurai drama antara Ran dan kamu. Melenceng takdir? Aaaahhhh.... Kuingat penuturan Mr. J waktu itu. Rupanya ia bukan pembual. Bukaaaan! Sama sekali bukan? Betulkah? Aku hanya bisa geram, Gie! Geraaaam sekali. Hatiku berusaha menolak paham yang baru saja hadir. Sedangkan otakku tak mau leluasa menimbang rasio. Sialan kamu, Gie....

Lalu, soal rem blong rekayasamu? Tak pernah kuduga orang yang pernah mencintaiku dan masih kucintai sampai hari ini begitu tega melakukannya. Bagaimana mungkin, Gie??? Aku tak percaya. Aku mau bukti! Kalau perlu, kusewa detektif swasta untuk membuka jendela fakta.

Dasar melankolis. Yang kulakukan semalaman hanya menangis, Gie. Membasahi bantal merah jambu motif Hello Kitty. Sayangnya, bukan bentuk hati dari apartemen kita, oh, bukan apartemen kita, lagi Gie ... tapi apartemenku!

Kali ini aku bukan menangisi “kepergian“ mu, Gie. Aku menangis, menyadari betapa kurang bersyukurnya aku. Nyatanya, aku lebih beruntung dibanding Nina. Bukan hanya kamu yang pernah mencintaiku lalu pergi. Masih ada para kumbang yang merindu separuh madu hatiku; Ran dan Mr. J. Pria-pria baik dan penyayang yang ingin membahagiakanku. Di antara kebimbanganku, bahkan mereka rela simpan janji setia. Menungguku. Kurang apa, Gie? Kurangajar. Iya, kamu yang kurangajar, Gie.

Lihatlah adikmu, Nina. Satu cinta seumur hidup saja dia belum pernah punya.

Nina bilang aku punya segalanya. Meski dulu iri, ia berharap aku jadi kakak iparnya.  Bisa betul jadian sama kamu kayak sepasang merpati, Gie, bukan dengan Ran. Bagiku Ran adalah pelampiasan bulan mati. Ran adalah pria yang dicintai Nina setengah mati. Ninalah yang lebih pantas menikmati rangkulan tangan kekar Ran daripada aku. Sayangnya, justru kamu merebut Ran, satu-satunya cinta yang terharap. Kalian jatuh cinta, Gie.

Kamu tahu, Gie. Bahkan untuk upaya mendapatkan Ran, adikmu itu pernah meminta Ran mengembalikan Rhein padamu. Rhein itu aku yang kini sudah menjadi Anna. Adakah rasa bersama Rhein menggelora ketika aku, Anna masuk dalam hidupmu?

Dulu itu memang masa yang indah bersamamu, sebelum kau menghilang. Aku tak pernah alpa. Begitu indah keinginan Nina, Gie. Menjadi teman hidupmu sampai aku tak mampu lagi bernafas.

Tinggal di apartemennya, berbincang dengannya ... buat aku ingin menyayanginya seperti dulu. Tapi aku harus tetap hati-hati, tak perlu terburu-buru dan serta-merta menjadi Rhein yang kalian kenal. Gie, andai saja kesempatan merenda waktu bersamamu selalu adalah sebuah nyata dan bukan fatamorgana....

Sekarang? Satu yang kuyakini, ada persamaan antara aku dan Nina. Kami punya pria gay yang kami cintai. Dan kami ... tinggal se-apartemen sampai batas waktu yang ahhhhhh ... aku sendiri tak tahu. Bahkan kadang-kadang, kamu ada di antara kami, Gie. Hingga di luar sadar, kukuliti semua gayamu. Kamu masih seperti dulu, Gie. 

 

***

“Ya, ampuuuun, Annnaaa ... bau harum makanan. Kamu masak apa pagi-pagiiii? Ini jam berapa sihhhhh?“ Nina yang masih berdaster merah jambu motif hello kitty itu keluar dari kamar. Tangannya mengucek mata. Sesekali menghilangkan pasir tidur di ujung matanya yang mirip almond.

Kursi jati beraksen emas itu ditariknya. Kemudian, ia terduduk, sedikit meregang kedua tangan dan menyapu rambut cepaknya dengan jemari.

Ah, Nina. Kuamati dia lekat-lekat. Dia memang gadis manis, belum mandi dan rambut awut-awutan tadi saja, tetap menarik. Seperti kamu, Gie. Aku suka. Suka sampai mati. Sumpah!

Kulirik sandal hello kitty-nya. Senyumku mengembang. Nina memang imut. Kalau saja aku jejaka, pasti aku tak segan beri dia cinta. Biar kuselimuti dia pakai kaos oblong ekstra size ala kamu, Gie. Ohhhh. Untung saja aku wanita. Cintaku hanya untukmu, Gie. Sungguh. Sampai kapanpun.

“Annaaaaa ... ditanya malah bengong“ Nina menggerakkan tangannya di depan wajahku. Sekali. Hanya sekali, Gie ... tapi sudah mampu membuyarkan lamunan yang tercipta tadi.

“Eh, maaf. Iya, aku bangun Subuh. Kupikir, nggak ada kerjaan, iseng di dapur. Hasilnya? Taraaa ... Sarapan spesial hari minggu ala Miss.Anna; crepes coklat pisang tabur keju. Sandingannya, susu coklat hangat.“ Kubuka tudung saji warna merah muda berenda di atas meja. Sengaja tak kusajikan white frappe kesukaanku. Biar curiga tak perlu hadir. Ya. Masih terlalu dini.

“Waduhhh ... kamu ituuuu ... sudah cantik, lembut, feminin, pinter masak lagi. Pasti banyak pria yang jatuh hati padamu. Nggak kayak aku. Aku mana bisaaaa? Paling juga bikin roti bakar pakai mesin toaster sama telur mata sapi, udah. Hmmm ... Crepes. Pasti nendang, tuh. Eh ... Nugie mana?“ Nina celingak-celinguk.

“Tahu ...“ Angkatan pundakku mengiringi ujung mata yang terbuang, memandang kamarmu. Kamar di mana kamu sesekali bermalam di akhir pekan.

“Dia nggak boleh lupa. Sore nanti Nugha datang ... sama mom.“

“Nugha?“ Aku pura-pura tak tahu.

“Iya, saudara kembar Nugie. Kakakku yang nomor dua itu, lahir setelah Nugie. Jeda satu menit. Mukanya mirip Nugie tapi agak gemukan gitu. Salah makan kali. Kata mom, waktu bayi, mereka pernah dipisah dititipin tante Masako karena mom takut kalau sakit satu, sakit semua. Mom percaya kata Oma banget, siiiih......................................“

Tak kudengarkan lagi kalimat terakhir Nina barusan. Kugaruk-garuk kepalaku. Bukan, bukan karena ketombean. Aku was-was membayangkan reaksi Nugha ketemu aku, Gie. Atau celakanya, reaksiku ketemu Nugha! Ketemu dengan tiga orang dari masa lalu. Aku memang hadir dengan wajah yang bukan diriku. Hanya saja,  kita berempat pernah sama-sama satu sekolah; aku, kamu, Nina dan ... Nugha! Aku percaya, ada insting yang bisa muncul sewaktu-waktu dari kembaranmu itu.

 

Mataku masih tak lepas dari Nina. Memandangnya tak ubahnya menikmati wajahmu yang samar-samar ada di garis wajahnya. Berganda dari sebuah mesin fotokopi alami. Bukan itu saja, bahkan Nina juga cerewet, Gie. Bener, kayak kamu!

Nina melototiku. Lagi-lagi aku ketahuan melamun. Sepertinya, adikmu membaca gerak-gerikku, Gie. Ingin tahu banyak soal ceritanya,  tentang rencana kedatangan Nugha nanti...

Gadis yang mulutnya belepotan penuh coklat Crepes itu membuka laci lemari depan sofa. Sebuah album ia keluarkan.

“Pssst ... jangan bilang-bilang Nugie ya, kalau aku kasih lihat kamu album foto keluarga kami. Dia paling nggak suka ada yang lihat foto kami waktu kecil. Apalagi kalau ada gambarnya si Nugha, tuh .... Heran, sama saudara sendiri begitu. Aku saja sayang banget sama si Nugha.“

Album merah muda, lagi-lagi dengan motif Hello kitty. Duh, Nina. Adikmu itu memang Hello Kitty lover. Lembar demi lembar kunikmati. So, sweet, Gie ... Nggak nyangka waktu kecil, kamu selalu gundul. Dan baju kalian berdua ... ya, ampuuuunnn selalu kembar. Hahaha. Lucu.

Tapi ... sekarang Nugha kayak apa, ya? Sudah lama tidak bertemu.

Apa dia bisa seromantis kamu, Gie?

Apa dia punya pacar yang lebih beruntung dari aku yang dicampakkan olehmu, Gie?

Apa kamu bisa berdamai dengannya setelah sekian lama waktu berlalu?

Apa dia nanti berhasil mengenaliku?

Oh, tidaaaak ... ratusan tanya menari-nari di benakku hari ini, Gie.

 

"Annaaaa ... dari tadi kamu melamun melulu aahhhhh" Nina mendorong badanku. Aku tersenyum kecut, Gie. 

"Tingggg - tonggg ..." Bunyi bel rumah membuat Nina berlari, menuju pintu. Aku harus bagaimana, Gie? Tolong keluar dari kamarmu, sekarang juga .... Gie???(G76)

Untuk membaca karya peserta lain dalam Fikber, silahkan menuju akun Fiksiana Community. Mari bergabung di group FB Fiksiana Community.

Simak episode sebelumnya:

  1. Malam Bulan Mati, Balkon, dan Ciuman
  2. Bulan Mati di Hati Rheinara
  3. Pesan Cinta dari Masa Lalu
  4. Benang Merah
  5. Derita Cinta Membara
  6. Hujan dan Cemburu
  7. Dua mata angin

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun