S Aji, No. 02.
Aku terjaga dengan kepala yang terasa berat.
Ada aroma minyak golongan atsiri yang begitu hangat menyengat. Serasa ada sisa pening, entahlah. Apakah kepalaku terbentur sebuah sudut. Belum terlalu jelas. Oh ya, apa yang sebelumnya terjadi?
Mata minusku membuka pelan-pelan, menyusuri ruang apartemenku. Aku sedang tidak sendiri dengan lengking lembut saksofon Kenny G. Ingatanku mundur ke ke beberapa saat sebelum gelap membawaku ke dalam pingsan.
Aku rupanya terbaring pada kursi sofa dengan kepalaku beralaskan bantal merah muda. Kursi yang menjadi saksi dimana aku sering tertidur di paha Gie dan menyembunyikan wajahku di balik kaos oblongnya yang Extra Size. Aku suka seperti itu, merasa nyaman. Aku serasa terlindungi.
Kini, dalam setengah sadarku, di sampingku, Ran berjongkok dengan wajah cemas yang jujur. Jemarinya dengan ruas jemari kukuh itu gemetar, ada botol kecil minyak kayu putih bermerek Cap Lang.
Aku memang benar pingsan, gelap tadi bukan khayalan. Dan...mana Nugie, mana dia? batinku.
Pandanganku berpindah pada sebuah sosok kekar yang lain. Ia berdiri di samping sofa. Diam, tenang, dan seperti menyaksikan sesuatu yang biasa saja. “Gie?” tanyaku meluncur tercekat. Aku merasa kikuk. Berada dalam suasana yang serba salah, berhadapan dengan kedua lelaki yang membuatku mati lidah.
Ada Ran yang membuatku kembali menikmati bulan mati dan suasana kota dari balkon apartemenku. Ran, dia yang membuatku keluar dari kekosongan melewati bulan mati bersama ratap kebutuhan akan Gie. Ran, yang membuatku tersenyum setelah demikan lama. Ran, yang memintaku memberi sedikit saja ruang hatiku. Ran, yang berani menghapus jejak bibir Gie di bibirku!
Dan, Gie, lelaki yang menghilang berbulan hari dan membiarkanku tenggelam dalam bulan mati seorang diri. Gie yang membiarkan kekosongan merayapi sekujur ruang hatiku, membuat apartemen ini dingin seperti museum dari kisah-kisah tentang bulan mati dan harap yang dirapalkan. Gie, yang membiarkan aku terpuruk dan merelakan lengan kekar Ran menggelayut di pinggangku.
Kemana perginya mulutmu yang cerewet itu Gie?