Putri Apriani, No. 6
*
Tubuhku berada di pelukan seorang lelaki kekar, berkumis tipis, ketika aku tengah terjaga. Kepalaku terasa berat sekali, tubuhku masih bergetar hebat, napasku tersenggal.
“Kamu sudah sadar?” Tanya lelaki yang menyediakan dadanya untuk tempatku bersandar.
Gie? Mulutku hampir saja mengucap nama itu, hampir saja. Untungnya aku segera tersadar, wajahku telah berubah. Aku harus tahu semuanya – apa yang terjadi ketika aku menghilang. Kali ini namaku bukan lagi Rheinara.
“Namaku Nugie, panggil saja Gie. Syukurlah kamu sudah siuman. Tadi tetiba saja aku menemukanmu pingsan.”
Gie, aku Rhein-mu. Rasanya ingin sekali aku ucapkan kata-kata tersebut.
“Aku di mana?” Aku membenarkan posisiku, mengalihkan tubuhku dari dadanya, dan mencoba duduk bersandar di sofa, sambil melihat keadaan sekitar.
“Ini tempat tinggalku, kau aman di sini. Di mana rumahmu?”
Aku terdiam.
Dan kau tahu, Gie? Aku seperti menemukan hidupku kembali. Bukan bulan mati seperti bulan-bulan sebelumnya. Bahkan ucapan Mr. J, tentangmu, tentang Ran, tentang kemesraan kalian berdua di kantor, aku sungguh tak percaya. Mungkin aku baru akan percaya bila hal itu terjadi di depan mataku, Gie.