Mohon tunggu...
Funy Febrianti
Funy Febrianti Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Analisis Intrinsik dan Ekstrinsik dalam Cerpen "Umi Kalsum"

22 Januari 2018   21:26 Diperbarui: 22 Januari 2018   22:02 5955
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi unsur intrinsik dan ekstrinsik pada cerepen. Dalam cerpen Umi Kalsum sangat tertarik untuk mengkaji unsur-unsur pembangun dalam cerita. Sebagai cerpen banyak sekali unsur-unsur yang ditemukan seperti unsur intrinsik dan ekstrinsik. Unsur intrinsik meliputi tema, latar, sudut pandang, tokoh dan penokohan, gaya bahasa, amanat, alur, dan pencitraan. Dari unsur intrinsik ditemukan kata-kata indah seperti majas hiperbola, metafora, perumpamaan dan simbolik, cerita tersebut membawa kehanyutan untuk para pembaca karena tokoh Haji Basuni mempunyai karakter antagonis dan tokoh Umi Kalsum yang mempunyai karakter penyabar atau protagonis. Sedangkan unsur ekstrinsik meliputi biografi pengarang, nilai agama, nilai sosial, dan nilai budaya.

Kata Kunci      :Umi Kalsum, Analisis Intrinsik dan Ekstrinsik

LATAR BELAKANG

Cerpen atau cerita pendek merupakan jenis karya sastra yang berbentuk prosa naratif, dalam cerita pendek isi ceritanya langsung kepada tujuannya lebih ringkas ceritanya, cerpen biasanya mengangkat kisah kehidupan,kisah kehidupan seseorang tersebut bisa berupa kesedihan, kesenangan, bahkan pertikaian.

Menurut Panuti Sudjiman (1988) bahwa cerpen adalah cerita rekaan yang menceritakan secara sederhana sebagian kecil dari kehidupan seseorang yang paling menarik atau menonjol, sehingga menimbulkan kesan yang mendalam di hati pembaca.

Dalam cerpen terdapat dua unsur yaitu unsur intrinsik dan ekstrinsik, bahwa unsur intrinsik adalah unsur pembangun dari dalam cerita, sedangkan unsur ekstrinsik adalah unsur pembangun dari luar cerita. Unsur intrinsik meliputi tema, sudut pandang, latar atau setting, tokoh dan penokohan, gaya bahasa, amanat, alur dan pencitraan. Selain unsur intrinsik adapun unsur ekstrinsik seperti biografi pengarang dan nilai-nilai yang terkandung dalam cerpen tersebut.

Dalam kajian ini penulis mengkaji sebuah cerpen yang berjudul Umi Kalsum karya Djamil Suherman, cerpen ini banyak sekali unsur-unsur pembangun. Klimaks dari cerpen ini ketika Umi Kalsum memutuskan untuk mengakhiri hidupnya, walaupun dalam agama bunuh diri  dilarang dan dibenci oleh Allah SWT tetapi kita bisa mengambil kebaikan dari cerpen atau pelajaran bahwa seberat apapun masalah yang dihadapi pasti akan ada jalan keluar karena Allah SWT menguji umatnya tidak diluar batas kemampuan . Selain unsur intrinsik terdapat juga unsur ekstrinsik yang banyak mengandung nilai-nilai kebaikan bagi para pembaca. Maka dalam kajian ini penulis mengkaji analisis inrrinsik dan ekstrinsik.

RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latarbelakang yang telah dijelaskan, adapun rumusan masalahnya adalah:

  • Bagaimanakah analisis intrinsik cerpen Umi Kalsum?
  • Bagaimanakah analisis ekstrinsik cerpen Umi Kalsum?

TUJUAN PENELITIAN

Berdasarkan rumusan masalah yang telah dijelaskan, adapun tujuan penelitiannya adalah:

  • Mendeskripsikan analisis intrinsik cerpen Umi Kalsum.
  • Mendeskripsikan analisis ekstrinsik cerpen Umi Kalsum.

 

 

MANFAAT

Berdasarkan tujuan penelitian yang telah dijelaskan, manfaat penelitiannya adalah:

  • Manfaat teoretis
  • Semoga dapat memperluas wawasan khususnya dalam bidang prosa fiksi (cerpen) dengan beberapa kajian khususnya dengan analisis intrinsik dan ekstrinsik
  • Manfaat praktis
  • Semoga penelitian ini sebagai bahan referensi atau rujukan untuk penelitian selanjutnya, mampu meningkatkan kegiatan membaca.
  • KAJIAN TEORETIK
  • Pengertian Unsur Intrinsik
  • Unsur intrinsik adalah unsur yang ada dalam cerita pendek dan merupakan unsur pembangun dari dalam cerita. Unsur dari dalam ini merupakan unsur terpenting terbentuknya sebuah cerita, yang termasuk unsur intrinsik adalah:
  • Tema
  • Menurut E.Kosasih (2006:251) mengemukakan bahwa tema adalah inti atau ide dasar sebuah cerita. Sehingga dapat disimpulkan bahwa tema adalah yang melatar belakangi sebuah karya sastra, karya sastra akan terbangun oleh latar belakang yang mendasari pengarang untuk membuat sebuah karya sastra.  Dalam membuat sebuah karya sastra tema merupakan hal yang paling utama, setelah menemukan sebuah tema maka akan dikembangkan dengan unsur-unsur intrinsik lainnya yang saling terketerkaitan satu sama lain.
  • Latar atau setting

Setting adalah latar peristiwa dalam karya fiksi, baik berupa tempat, waktu, maupun peristiwa, serta memiliki fungsi fisikal dan fungsi psikologi (Aminudin, 2014:67). Dapat disimpulkan bahwa latar adalah menunjukkan sebuah tempat, waktu, dengan setting yang membangun suasana cerita agar cerita tersebut lebih menarik dengan berbagai suasana.  Dalam cerpen Umi Kalsum terdapat sebuah latar seperti di Langgar Nyai Safii, di tikungan jalan, di rumah Haji Basuni. Selain latar tempat adapun latar waktu seperti Sore hari, Malam hari, pada malam sebelum fajar. Dan latar suasana seperti Bahagia, menegangkan, menyedihkan.

  • Sudut Pandang
  • Sudut pandang adalah menaruh identitas dirinya  didalam sebuah cerita tersebut, dari arah mana pengarang menaruh identitasnya.
  • Ada dua macam sudut pandang menurut (Ana, Musfitayeri :05), yaitu sebagai berikut:
  • Sudut pandang orang pertama, yaitu pengarang menempatkan dirinya sebagai pelaku cerita dengan ciri menggunakan kata aku atau saya.
  • Sudut pandang orang ketiga, yaitu pengarang menempatkan dirinya di luar cerita dengan ciri menggunakan kata ia, dia atau nama orang.
  • Tokoh dan Penokohan
  • Tokoh adalah pemeran yang ada dalam cerita sedangkan penokohan adalah watak dari pemeran cerita tersebut.  Pengarang menggambarkan watak tokoh menurut (Ana, Musfitayeri:5), yaitu:
  • Penjelasan langsung dari pengarang bahwa tokoh berwatak baik, marah, sadis, dengki.
  • Dialog antartokoh.
  • Tanggapan/reaksi dari tokoh lain terhadap tokoh utama.
  • Pikiran-pikiran dalam hati tokoh.
  • Lingkungan disekitar tokoh atau penampilan tokoh.
  • Bentuk fisik tokoh.
  • Tingkah laku, tindakan tokoh atau reaksi tokoh terhadap suatu masalah.
  • Gaya Bahasa
  • Gaya bahasa merupakan perumpamaan dari sebuah makna, pengarang tidak menyebutkan secara langsung maksud dan makna yang terkandung didalamnya.
  • Amanat
  • Amanat adalah isi kebaikan yang disampaikan oleh pengarang untuk pembaca, agar pembaca memetik pelajaran kebaikan. Karena pengarang tidak hanya sekedar menulis sebuah karya sastra tetapi pengarang juga menyampaikan kebaikan atau hal positif dari karyanya tersebut. Hal positif tersebut bisa terapkan dalam kehidupan sehari-hari dan pembaca tidak sekedar membaca tanpa memetik kebaikan dari amanat yang disampailkan pengarang lewat tulisan-tulisannya. Maka setiap karya sastra yang dibaca pasti ada nilai-nilai kebaikan yang dapat kita pelajari maupun kita terapkan dalam kehidupan nyata.
  • Alur
  • Alur adalah struktur karya sastra dari awal sampai akhir cerita. Pengarang atau penulis menyusun sebuah cerita semenarik mungkin, apakah cerita tersebut dari masa sekarang ke masa depan atau cerita tersebut dibuat dari masa sekarang kembali ke masa lampau. Menurut Sri H. Rahardjo (2004:116) alur dalam cerpen biasanya terdiri atas:
  • Pengenalan
  • Timbulnya konflik atau pertikaian
  • Memuncaknya konflik atau klimaks
  • Penyelesaian masalah
  • Pencitraan
  • Pencitraan merupakan karakter atau pembawaan cerita yang disampaikan oleh penulis, sehingga pembaca merasa terbawa hanyut di dalam cerita tersebut.
  • Pengertian Unsur Ekstrinsik
  • Unsur ekstrinsik adalah unsur pembangun dari luar cerita, walaupun bukan menjadi unsur yang utama tetapi unsur ekstrinsik ini sangat mempengaruhi unsur intrinsik. Sedangkan menurut Nurgiyantoro (2005:23) bahwa unsur ekstrinsik adalah unsur yang mempengaruhi bangunan cerita sebuah karya sastra. Yang termasuk unsur ekstrinsik adalah:
  • Biografi Pengarang
  • Bahwa kita ketahui biografi adalah sebuah tulisan yang menceritakan kehidupan seseorang sepanjang hidupnya, baik itu masa muda, memecahkan masalah hidupnya, prestasi yang diraih. Didalam biografi banyak sekali nilai keteladanan, nilai keteladanan tersebut patut dicontoh oleh seorang pembaca. Maka penting sekali biografi dicantumkan oleh seorang penulis selain pembaca mengenal lebih jauh sosok tersebut, pembaca juga akan meneladani nilai-nilai kebaikan didalam biografi.
  • Seperti cerpen Umi Kalsum karya Djamil Suherman bahwa biografi pengarang berasal dari daerah Makasar,menceritakan pengalaman semasa mudanya yang menjadi buruh pabrik.  Djamil Suherman pun pandai dalam membuat puisi, cerita pendek, novel dan merupakan angkatan 66.
  • Nilai Agama
  • Nilai agama adalah nilai-nilai yang terkandung didalam satu ajaran tertentu. Nilai agama dipegang sebagai pedoman kehidupan seseorang dalam suatu ajaran yang dianutnya.
  • Seperti dalam cerpen Umi Kalsum nilai agama merupakan nilai yang sangat dominan, karena cerpen tersebut mengangkat sebuah cerita dari kehidupan pesantren yang sangat melekat dikalangan masyarakatnya.
  • Nilai Sosial
  • Nilai sosial adalah nilai kebaikan antar sesama manusia, yang dapat diteladani oleh masyarakat.   Selain nilai agamanya yang sangat melekat cerpen Umi Kalsumpun mengajarkan nilai sosial seperti dari tokoh Haji Basuni walaupun Haji Basuni sudah melakukan kesalahan, tetapi masyarakat yang lain merasa iba dengan penderitaan yang sedang dialami Haji Basuni.
  • Nilai Budaya
  • Nilai budaya adalah konsep-konsep bersifat abstrak mengenai dasar dari suatu nilai dalam kehidupan manusia (Ariyono, 1985). Dengan kata lain bahwa nilai budaya adalah nilai yang dianggap benar tidak diragukan oleh masyarakat dan dijadikan sebuah kebiasaan oleh masyarakat tertentu.

 

  •  
  •  
  •  
  • METODE PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif dengan objek kajiannya adalah cerpen Umi Kalsum karya Djamil Suherman. Penulis menggunakan teknik studi kepustakaan, seperti membaca cermat cerpen Umi Kalsum, mengkaji unsur intrinsik dan unsur ekstrinsik. Unsur intrinsik meliputi tema, latar, sudut pandang, tokoh dan penokohan, gaya bahasa,amanat, alur dan pencitraan. Sedangkan unsur ekstrinsik meliputi biografi pengarang, nilai agama, nilai sosial, dan nilai budaya.

HASIL DAN PENELITIAN

Unsur Intrinsik dalam Cerpen Umi Kalsum

  • Tema
  • Kehidupan Gadis yang malang.
  • Latar atau setting
  • Dalam cerpen  Umi Kalsum karya Djamil Suherman terdapat tiga latar atau setting yaitu latar tempat, latar waktu, dan latar suasana. Seperti dalam kutipan sebagai berikut:
  • Latar tempat :
  • Di Langgar Nyai Safii, di tikungan jalan, di rumah Haji Basuni.Berikut kutipan dalam cerpennya:
  • - Di Langgar: Ketika di Langgar Nyai Safii diadakan malam qasidahan, aku dan teman-teman mengintip mereka di lubang dinding langgar mereka.
  • - Di tikungan jalan: Di antara beberapa gadis yang menuju tikungan jalan kedungpring ku lihat Umi dan kakaknya berjalan.
  • -   Di rumah Haji Basuni:
  • - Pada suatu malam sebelum fajar,ketika sedang enak-enaknya orang tidur, tiba-tiba terdengar dari rumah Haji Basuni jeritan orang perempuan.
  • - Oleh kerusuhan-kerusuhan pikiran itu aku tak ikut orang-orang itu memasuki rumah Haji Basuni.
  • Latar waktu :
  • Sore hari, Malam hari, pada malam sebelum fajar.
  • - Sore hari: Sore itu, waktu menjelang ashar. Santri-santri hilir-mudik dengan bawaan masing-masing.
  • - Malam hari: Pada suatu malam sesudah lepas pengajian di langgar, kami para santri yang akan pulang ada kalanya berbarengan dengan santri-santri perempuan.
  • - Pada malam sebelum fajar: Pada suatu malam sebelum fajar,ketika sedang enak-enaknya orang tidur, tiba-tiba terdengar dari rumah Haji Basuni jeritan orang perempuan.
  • Latar suasana :
  • Bahagia, menegangkan, menyedihkan
  • - Bahagia:
  • 1.Mula-mula aku begitu memimpikan dia. Sampai pun pada suaranya yang merdu tiap kali membenamkan daku ke satu fantasi yang indah dan ajaib, sebagaimana kalau aku membayangkan wajah seorang gadis putri nabi yang cantik itu. 
  • 2.Diam-diam aku mengikuti mereka dari belakang. O, aku ingin benar bercakap-cakap sebentar dengan dia, malamini. Begitu ayunya sebab bulan mengembang di atas kepalanya. Sesudah beberapa lama kami berjalan dan ketika akan membelok tikungan lain, Umi menoleh ke belakang. Keduanya menoleh, lalu kami senyum.Keduanya berhenti dan aku menghampiri mereka.
  • -Menegangkan:
  • 1.    Di luar dugaan, dari arah yang kami tuju, kulihat sesosok tubuh manusia berdiri tegak di tepi jalan itu, yang tak jauh lagi dari rumah Umi. Ketika Latifah dan Umi melihat orang itu tiba-tiba muka keduanya jadi pucat dan hampir menjerit.
  • 2.  Kami berhenti beberapa langkah dari orang itu tiba-tiba menghampiri kedua gadis itu. Dan tanpa bicara lebih dulu selayang tangan kulihat menimpa kepala Umi, selayang lagi pada Latifah.Keduanya menjerit lalu berlarian masuk ke rumahnya.
  • 3.   Sesudah haji itu meninggalkan aku dan baru saja aku mengalah, dari rumah umi terdengar suara gaduh diiringi tangis perempuan. Aku kenal suara itu suara Umi.Ia melolong-lolong dalam sela bentakan dan lecutan pecut.
  • Kapok, pak! Kapookkk! Aduh! Kapok!
  • -Menyedihkan:
  • 1. Sejak hari itu pikiranku terpengaruh oleh kabar yang menyedihkan itu. Siapakah yang menduga bahwa kejadian semacam itu menimpa keluarga Haji Basuni? Menimpa Umi Kalsum yang begitu lembut? O, mustika-hidupku yang lama ku impikan dan yang hendak kurebutkan dengan sepenuh perasaanku itu, kini telah noda. Tapi bagiku Umi tetap suci. Sebab betapapun ia telah berusaha mempertahankan kemerdekaan dirinya dari kekerasan orang tuanya.
  • 2. Dalam ketakutanku kubayangkan sebuah tubuh ramping yang sedang tergantung pada seutas tali dan sebuah wajah cantik mengeluarkan lidah dan busa. Di situ mataku kupejamkan. Aku tak sanggup melihat kemurungan langit malam itu. Sebuah cahaya menganga di arah timur. Mungkin malam itu sudah menjelang fajar.
  • Sudut Pandang Orang pertama
  • Karena dalam cerpen ini banyak menggunakan kata AKU sebagai pencerita. Berikut kutipan cerpen Umi Kalsum:
  • Mula-mula aku begitu memimpikan dia. Sampai pun pada suaranya yang merdu tiap kali membenamkan daku ke satu fantasi yang indah dan ajaib, sebagaimana kalau aku membayangkan wajah seorang gadis putri nabi yang cantik itu.
  • Tokoh dan Penokohan
  • Aku : protagonis dan penyayang

Hal ini terlihat dari cerpen Umi Kalsum bahwa tokoh Aku protagonis dan penyayang, dibuktikan dengan kutipan sebagai berikut:

Tapi bagiku Umi tetap suci. Sebab betapapun ia telah berusaha mempertahankan kemerdekaan dirinya dari kekerasan orang tuanya

  • Umi kalsum : Protagonis, penyabar,baik,penurut
  • Kini aku tak bedanya seperti anak monyet yang dirantai dalam kandang.Aku tak boleh melihat laki-laki, O aku tersiksa siang malam. Aku Cuma berharapkan kesempatan yang akan datang.
  • Haji Busani : Antagonis, kejam, kikir, dan matre
  • -Bangsat!
  • -Tapi aku bilang, tak boleh kau dekati mereka, kau mengerti, anak lapar?
  •   -Haji Basuni bercita-cita agar anak gadisnya itu dilamar oleh orang-orang yang berharta saja. Dan anak-anaknya itu harus menurut apa katanya. Tak boleh membantah dan membela diri.
  • Zainab : antagonis, cemburu, egois
  • -Tapi dengan tak ku ketahui, dari belakang Zainab muncul dan datang hendak merebut surat itu. Betapa merah mukanya ketika melihat surat itu, ia tunduk.
  • -Perkenalanku dengan Umi diketahui oleh Zainab yang sejak mulanya sudah cemburu.
  • Ichwan : Protagonis, jahil, dan lucu
  • Ya, memang begitu bagus matanya, katanya
  • -Kau belum tidur, Wan? Tanyaku kaget.
  • -O, mata itu seperti pohon beringin, sambungnya lagi tak mengindahkan pertanyaanku.
  • -Kau tadi melihat aku?
  • -Ya, aku melihat senyuman itu, katanya mengejekku lagi.
  • -Kau cinta padanya, Wan? Tanyaku mulai cemburu
  • -Mungkin juga seperti kau.
  • -Dan kau melamar dia? Cemburuku makin kuat, tapi Ichwan cuma ketawa sinis, lalu menjawab:
  • -Aku tahu perasaanmu kawan.
  • -Perasaanku? Lantas, apa pendapatmu?
  • -Sayang, aku tak punya pendapat. Aku tahu aku anak Mak Mirah. Lebih dari itu, ndak, katanya kesal.
  • Latifah : Protagonis dan pemalu
  • -Latifah masih juga diam. Kepalanya tunduk seperti ikut merasakan perasaan kami. Memang ia gadis pemalu.
  • Mursid : Antagonis karena telah memperkosa Umi Kalsum
  • Hasanah dan Batifah(kakak Umi Kalsum) : Protagonis, baik
  • Teman-teman Umi kalsum dan tokoh Aku : Protagonis, baik.
  • Gaya Bahasa
  • Banyak sekali gaya bahasa yang ditemukan dalam cerpen Umi Kalsum ini seperti majas asosiasi (perumpamaan), majas metafora (perbandingan), majas hiperbola (pernyataan berlebihan), dan majas simbolik (menggunakan simbol dengan benda,binatang) . Berikut kutipannya :
  • Majas Asosiasi atau perumpamaan:
  • -Seperti bunga kacapiring (Umi berkulit putih dan sangat harum)
  • -suara Umi seperti musik merdunya
  • -Pada suatu malam sebelum fajar (pagi)
  • -mata itu seperti pohon beringin (teduh)
  • - Rambutnya hitam mengombak (bergelombang)
  • -Seperti lilin rasa hatikuajur di bakarnya
  • Majas Metafora:
  • - Murah tangan (gampang memukul)
  • -Mustika hidupku (sangat penting)
  • Majas Hiperbola :
  • -kalau memandang terasa sekali merampas dada.
  • Majas Simbolik :
  • -lintah darat (Orang yang meminjamkan uang dengan bunga yang sangat tinggi).

6.  Amanat

  • Janganlah menjadi Ayah  yang kejam terhadap anak, karena itu dapat membuat anak. menjadi anak yang penakut dan pendiam.
  • Jadilah Ayah yang baik dan penyayang untuk anak-anaknya.
  • Janganlah mengambil keputusan yang tidak disukai oleh Allah. Contohnya bunuh diri.
  • Kita harus saling menyayangi terhadap sesama dan saling memberi pertolongan tanpa mengharapkan sebuah imbalan.

7.Alur

Dalam cerpen Umi Kalsum ini menggunakan alur maju, karena peristiwa-peristiwa diutarakan mulai awal sampai akhir atau masa kini menuju masa datang.

8. Pencitraan

Dalam cerpen Umi Kalsum pembaca akan terbawa oleh suasana yang ada dalam cerpen tersebut, yaitu menegangkan dan menyedihkan. Ketika Haji Busani sering menyiksa anak-anaknya, hingga akhirnya anaknya pun tewas dengan cara bunuh diri.

Unsur Ekstrinsik dalam Cerpen Umi Kalsum Karya Djamil Suherman

  • Biografi pengarang
  • Djamil Suherman
  • Lahir 24 April 1924 di Surabaya, Jawa Timur, meninggal dunia 30 November 1985 di Bandung. Tamat SMA di kota kelahirannya (1950) dan melanjutkan ke AAN (Akademi Administrasi Negara) Bandung.
  • Pada umur 16 tahun  sudah menjadi buruh pabrik di Surabaya, umur 23 tahun menjadi sersan Mayor I TNI Brigade 3 Divisi VI Kediri. Pernah menjadi guru agama islam dan merangkap guru sekolah dasar di Surabaya (1950). Pernah bekerja di PN Postel (PTT),mengasuh lembaran kesusatraan kanak-kanak di Minggu Ria, Palembang dan bekerja di PN Postel Bandung.
  • Suherman menulis puisi,ceritapendek,dan novel. Pernah juga giat di lapangan drama dan radio. Tulisannya tersebar di beberapa surat kabar dan majalah: Sastra Horison, Budaya, Kisah, Indonesia "Gelanggang" dalam siasat, Mimbar Indonesia. Merdek, Seriosa, Pena Drama, Langkah Baru dan Tifa.Dia pernah menjadi redaktur kebudayaan di Mingguan Keluarga, Palembang.
  • Bukunya yang sudah terbit : Muara (1958), Umi Kalsum (1963), dan perjalanan ke Akherat (1963). Sebuah cerita pendeknya ada dalam antologi Angkatan 66 (1968) susunan H.B. Jassin
  • Nilai-nilai yang terkandung dalam cerpen Umi Kalsum, yaitu :
  • Nilai agama :
  • Dalam cerpen ini banyak terkandung nilai agama, karena dalam cerpen menceritakan tentang kehidupan yang ada dalam pesantren. Berikut kutipan cerpen Umi Kalsum :

-ketika Umi Kalsum dan yang lainnya mengaji dan qosidahan.

-Oleh pengaruh agama dan adat kami yang kuat,jarang terjadi perhubungan antara laki-laki dan perempuan,dikampungku, kalau di antaranya bukan keluarga sendiri atau yang sudah dekat dan di ketahui oleh orang tua masing-masing,seperti halku dengan Zainab.

  • Nilai Sosial
  • Dalam cerpen Umi Kalsum bahwa ada nilai sosial yang terkandung didalamnya yaitu mereka merasa kasihana atau iba kepada Haji Basuni. Walaupun Haji Basuni sudah melakukan kesalahan tetapi tidak menghukumnya karena mereka tahu hukuman yang diperbuat oleh manusia akan dibalas oleh Allah Swt bukan oleh sesama. Berikut kutipan yang terkandung dalam cerpen Umi Kalsum:
  • - Haji Basuni semestinya dikasihani. Karena setidaknya ia akan dihadapkan pada bayangan ketakutan, selama hidupnya.

3.Nilai Budaya

Dalam cerpen Umi Kalsum nilai budaya ini sangat melekat pada kehidupan mereka, seperti dalam kedekatan antara laki-laki dan perempuan yang bukan mahromnya. Terlihat dalam kutipan cerpen sebagai berikut:

- Oleh pengaruh agama dan adat kami yang kuat,jarang terjadi perhubungan antara laki-laki dan perempuan,dikampungku, kalau di antaranya bukan keluarga sendiri atau yang sudah dekat dan di ketahui oleh orang tua masing-masing,seperti halku dengan Zainab.

-Kalau seorang laki-laki senang pada seorang gadis maka orang tua laki-laki itu harus mengajukan lamaran kepada orang tua gadis itu,dan perkawinan dilakukan kalau sudah sama-sama setuju.

  • SIMPULAN

Berdasarkan penelitian diatas bahwa dapat disimpulkan cerpen atau cerita pendek adalah jenis karya sastra yang berbentuk prosa naratif, dalam cerita pendek isi ceritanya langsung kepada tujuannya lebih singkat, padat dan jelas.

  • Didalam cerpen Umi Kalsum terbangun oleh dua unsur yaitu unsur intrinsik dan ekstrinsik. Unsur intrinsik adalah unsur pembangun dari dalam sebuah cerita, dan meliputi tema, latar, sudut pandang, tokoh dan penokohan, gaya bahasa, alur,amanat, dan pencitraan. Tema yang terkandung dalam cerpen Umi Kalsum yaitu tentang kehidupan gadis yang malang, latar atau setting terbagi menjadi tiga yitu latar tempat, waktu, dan suasana. Ada sembilan tokoh yaitu aku, Umi Kalsum, Haji Basuni, Zainab, Ichwan, Latifah, Mursid, Hasanah, Batifah dan teman-teman Umi Kalsum yang lainnya. Gaya bahasa yang digunakan ada empat yaitu majas asosiasi, metafora, hiperbola, dan simbolik. Alur cerita cerpen Umi Kalsum yaitu alur maju,yang sangat penting dari cerpen Umi Kalsum yaitu mengenai amanatnya bahwa seberat apapun masalah kita, kita tidak boleh mengambil keputusan yang tidak disukai oleh Allah dengan cara bunuh diri dan ketika kita melakukan sebuah kebaikan jangan mengharapkan imbalan berbuat baiklah dengan ikhlas. Pencitraan cerpen Umi Kalsum yaitu pembaca terbawa suasana menyedihkan ketika seorang anak disiksa oleh ayah kandungnya sendiri, hingga akhirnya anak tersebut bunuh diri. Sedangkan unsur ekstrinsik adalah unsur pembangun dari luar cerita tersebut dan meliputi biografi pengarang, nilai agama yang menceritakan tentang kehidupan di pesantren, nilai sosial yang merasa iba kepada seseorang padahal seseorang itu sudah melakukan kesalahan, dan nilai budaya yang sangat melekat dikehidupan mereka seperti budaya perkawinan.

DAFTAR PUSATAKA

Aminuddin. 2014. Pengantar Apresiasi Karya Sastra : Pengidentifikasian Setting, Alur, Tokoh dan Penokohan. Bandung. PT Sinar Baru Algensindo.

Ariyono, Suyono. 1985. Kamus Antropologi. Jakarta. Pressindo CV.

http://biografi-penulis.blogspot.co.id/2015/04/biografi-djamil-suherman.html

Kosasih, E. 2006. Kompetensi Ketatabahasaan dan Kesusastraan : Pengertian cerpen. Bandung. Yrama Widya.

Musfitayeri, Ana. Tanpa Tahun. Buku Pengayaan Bahasa Indonesia Kelas XII untuk SMA/MA: Unsur-unsur Intrinsik Cerpen. Solo. Putra Kertonatan.

Nurgiyantoro, B. 2005. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta. Gajah Mada University Press.

  • Rahardjo, Sri H. 2004. Bahasa Indonesia SMA untuk kelas XII :Unsur-unsur Pembangun Sastra. Jakarta. Erlangga.

Sudjiman, Panuti. 1988. Memahami Cerita Rekaan. Jakarta. Pustaka Jaya.

Lampiran Cerpen Umi Kalsum

Umi Kalsum

Karya Djami Suherman Angkatan 66

 

Seorang gadis yang namanya tak pernah kusebut-sebut dalam pergaulan dengan teman-teman ialah Umi kalsum, anak Haji Basuni yang kaya itu. Tapi nama itu diam-diam mengembang di hatiku, ketika itu.

Seperti bunga kacapiring, muka dan kulitnya kemerah-merahan dan kalau ketawa cekung pipinya. O, dia pernah jadi saingan kuat dengan Zainab yang egoistis. Bedanya dengan Zainab, mata Umi teduh seperti laut dan kalau memandang terasa sekali merampas dada. Rambutnya hitam mengombak, sama hitam dengan rambut Fatimah anak Haji Ma'ruf itu.

Mula-mula aku begitu memimpikan dia. Sampai pun pada suaranya yang merdu tiap kali membenamkan daku ke satu fantasi yang indah dan ajaib, sebagaimana kalau aku membayangkan wajah seorang gadis putri nabi yang cantik itu.

Umi ku kenal ketika ia mengantarkan bubur safar ke rumahku. Kami bersalam-salam dan beramah-ramah.

Haji Basuni beranak tiga orang gadis.Yang tua namanya Masanah, sudah bersuami dan punya anak satu.Yang tengah Batifah dan kemudian Umi kalsum. Merekalah bunga ketapang itu, tapi teman-temanku lebih gandrung sama si Umi, sebab ia lebih manis dari kakaknya.

Umi bersahabat baik dengan Zainab dan gadis-gadis lainnya di Kedungpring.Mereka berangkat mengaji ke langgar bersama-sama.Beruntun dengan Rodiyah, anak pak Abubakar.Toyibah anak pak Mudin yang terkenal kenes itu. Afifah, Salamah, Maimunah, Saodah, Fatimah, dan masih banyak lagi.

Perkenalanku dengan Umi diketahui oleh Zainab yang sejak mulanya sudah cemburu.Pada suatu malam, ketika di langgar NyaiSafii diadakan malam qasidahan, aku dan teman-teman mengintip mereka dari lubang dinding langgar mereka.Tampak olehku Umi duduk jejer dengan Fatimah dan Salamah, di pojok.Ketika itu Umi sedang menyanyikan sebuah lagu. Tiba-tiba matanya melihat aku dan ia senyum malu-malu. Betapa pula Maluku ketika itu.Tapi kemudian aku ingin mengintipnyalagi.Hatiku berdebar dan seolah ada sesuatu yang melonjak-lonjak di dadaku, seperti angin. Aku tercenung dan berpikir .Aku tak tahu adakah teman-temanku mengetahui keadaanku malam itu.Malam itu aku tak bisa tidur. Dan sengaja tidur di langgar  dengan teman-teman banyak sekedar melupakan perasaan yang aneh-aneh. Aku Cuma berharap, mudah-mudahan malam itu aku bisa mimpi yang baik dan panjang.

Dalam melentang melihat langit-langit yang suram, tiba-tiba Ichwan yang kukira sudah tidur itu berkata seperti menyindir.

-Ya, memang begitu bagus matanya, katanya

-Kau belum tidur, Wan? Tanyaku kaget.

-O, mata itu seperti pohon beringin, sambungnya lagi tak mengindahkan pertanyaanku.

-Kau tadi melihat aku?

-Ya, aku melihat senyuman itu, katanya mengejekku lagi.

-Kau cinta padanya, Wan? Tanyaku mulai cemburu

-Mungkin juga seperti kau.

-Dan kau melamar dia? Cemburuku makin kuat, tapi Ichwan cuma ketawa sinis, lalu menjawab:

-Aku tahu perasaanmu kawan.

-Perasaanku? Lantas, apa pendapatmu?

-Sayang, aku tak punya pendapat. Aku tahu aku anak Mak Mirah.Lebih dari itu, ndak, katanya kesal.

Pemuda Ichwan yang terkenal kemurung-murungan itu anak keenam Mak Mirah, penjual jamu di kampungku.Ia dua tahun lebih tua dariku, dan dulu pernah melamar si Romlah tapi di tolak oleh gadis itu. Ia jadi linglung, lalu seperti menyadari untungnya ia pun melanjutkan:

-Mudah-mudahan kau berhasil, kawan.

Aku diam. Kami diam dengan pikiran masing-masing.Dan ketika kulihattemanku itu tak bergerak-gerak lagi aku teruskan pembicaraanku.

-Aku tak pasti, kawan. Ichwan tergolek lagi menghadap aku.

-Apanya yang tak pasti?

-Kau sudah tidur?

-Belum

-Si Umi

-Jadi kau sudah tahu?

-Maksudmu?

-Tentang dia?

-Kenapa?

Ichwan diam lagi.Betapa inginku mengetahui rahasia percakapan itu karena tiba-tiba saja hatiku jadi sekecil jangkrik. Aku bertanya nafsu:

-Dia sudah di lamar orang?

-Beberapa kali

-Dan tak ada yang di terimanya?

Ichwan batuk sebentar lalu kepalanya seperti mau membuka rahasia itu, dan katanya.

-Kau tahu, siapa Haji Basuni itu? Dan bagaimana ia mesti mengambil menantu?

-Tidak.........

-Jangan main-main, kawan kecuali kalau kau anak wartawan, dan kalau haji itu bisa mengeruk hartamu

-Juga Amin, suami Hasanah itu?

Dia masihsama Hasanah. Sekalipun Amin tak sekaya mertuanya, tapi dengan bersuamikan dia kekayaan haji itu takkan jatuh ke tangan orang lain. Lalu terbayang di mataku si Amran yang jadi gila ketika lamarannya di tolak oleh Fatimah. O, ngeri sekali kedengarannya. Tapi si Ichwan seperti mengetahui perasaanku ketika tiba-tiba ia berkata lagi:

-Kau tahu, Haji Basuni itu doyan makan riba?

-Maksudmu dia lintah darat?

-Lebih dari itu, ia seorang bakhil seperti Qarun dan kejam seperti Fir'aun.

Tanpa kami ketahui kami diam-diam hayut dalam mimpi.

Pada suatu hari aku pernah menerima surat dari Umi kalsum, diantar oleh kemenakannya. Surat itu di tulis dalam bahasa Arab Pego, begini bunyinya:

Assalamualaikum wr.wb

Aku senang sekali semalam melihat kau dan mendengar suaramu ketika kau nyanyikan "Tabasam" dalam qasidahan lagu kesayanganku....Dengan lagu itu aku selalu ingat kau, meski ku tahu kau sombong kata teman-temanku.

Tapi aku.......ah, aku hanya seorang gadis dan tak bisa berbuat selain berangan-angan saja.Aku takut Zainab.Lebih takut lagi pada bapakku.Kau tahu bapakku? O, lebih baik aku melihat dia lekas mati, biar aku bisa melihat kau tiap hari. Kini aku tak bedanya seperti anak monyet yang dirantai dalam kandang.Aku tak boleh melihat laki-laki, O aku tersiksa siang malam. Aku Cuma berharapkan kesempatan yang akan datang. Aku tak betah begini terus.Aku menderita atau lekas mati saja?

Senyumku hanya bentuk pemberontakan terhadap nasibku.Berlagulah kau tiap hari untukku. O, aku sangat menderita. Kepada siapakah aku mesti berharap? O, aku melihat Tuhan.......

Wassalamualaikum wr. Wb

                                                                                    (Umi Kalsum)

Seperti lilin rasa hatikuajur di bakarnya. O, begitu malamg nasibnya. Tapi dengan tak ku ketahui, dari belakang Zainab muncul dan datang hendak merebut surat itu. Betapa merah mukanya ketika melihat surat itu, ia tunduk.

-Zainab, kenapa kau berbuat begitu? Tanyaku memelas.

-Seharusnya pertanyaan itu aku yang punya, jawabnya lirih.

-Tapi aku tak bersalah bukan?

-Kau menyakiti hatiku.

-Tidak. Aku tak menyakiti hatimu.

-Dan surat itu?

-Itu urusanku sendiri, Nab.

-Dari Umi, bukan?

-Bagaimana kau tahu?

-Aku tahu, kau cinta padanya.

-Tapi sampai hari ini aku tak berbuat apa-apa, bukan?                                     

-Kau kan berbuat.

-Maafkan aku, Nab.

Ia diam. Dan aku merasa tak bisa membuka diri lagi. Melihat aku gugup, Zainab jadi reda. Lalu katanya mendamba:

-Aku cinta padamu. Kenapa kau berbuat itu?Aku tahu, kau tak suka aku.Baiklah, cintailah dia tapi kau takkan berhasil, katanya.

Zainab seperti adik sendiri sejak lama dan begitu dekat dengan keluargaku Karena Haji Tayib, ayahnya adalah sahabat karib bapakku. Kerap kali Zainab di suruh mengantar surat atau barang dagangan ke rumahku. Dan selama itu Zainab seperti saudaraku sekandung. Di waktu senggang iadatang ke rumahku, meski aku tak ada.

-Maafkan aku, Zainabkataku lagi

-Apa yang mesti ku maafkan?

-Aku telah membuatmu marah.

-Tidak. Aku Cuma mau memperingatkan kau.Kau takkan bisa. Aku khawatir kau akan membenciku selama-lamanya: katanya kecewa.

-Sudah sejauh itu dugaanmu, Nab? Itu tak benar.Aku selalu suka padamu.Tapi tiba-tiba aku kehilangan pegangan.Dan terbayang di mataku nasib Amran anak petualang itu.Lalu aku ingat kembali Percakapanku dengan Ichwan di langgar dulu.

-Zainab, kita masih kanak-kanak, sambungku menghilangkan yang mustahil .

-Lantas?

-Kita tak boleh meneruskan ini.

-Mengapa? Ayahku sudah mengatakan itu pada kakekmu, bukan?

-Aku tahu

-Kau tak mau? Tapi kau betul mencintai aku, ya?

-Aku tak tahu. Tak tahu....ya Zainab

Kami yang kebingungan itu tiba-tiba merasa ada sesuatu yang meliputi pikiran kami masing-masing.Jalan di muka rumahku ramai orang-orang yang mau pergi sembahyang ke langgar, sore itu.Waktu menjelang asar.Santri-santri hilir-mudik dengan bawaan masing-masing.

-Kau tak pulang mandi, Nab?.Ia berpaling dan melihat aku tajam-tajam.

-Baiklah kita sampai di sini dulu ,Nab. Tak baik dilihat orang, kita berdua.

-Nab.............?

-Kau dengar, kau di panggil ibu?

Zainab berpaling lalu masuk ke rumah.Aku berpikir, kenapa aku mesti mencintai gadis yang tak mungkin kudapatkan?Tapi tiba-tiba pikiran itu lenyap manakala kudengar suara adzan memanggil-manggil dari langgar.

Oleh pengaruh agama dan adat kami yang kuat, jarang terjadi perhubungan antara laki-laki dan perempuan, dikampungku, kalau di antaranya bukan keluarga sendiri atau yang sudah dekat dan diketahui oleh orang tua masing-masing, seperti halku dengan Zainab.Sekalipun yang demikian itu tak pernah dilarang, mereka dengan sendirinya takut karena hal itu perbuatan dosa.Janganpun berhubungan, melihat dengan menimbulkan rasa dan nafsupun dilarang oleh agama.Perhubungan kami terbatas sapa-menyapa saja.Lebih dari itu, tidak.Kalau seorang laki-laki senang pada seorang gadis maka orang tua laki-laki itu harus mengajukan lamaran kepada orang tua gadis itu, dan perkawinan dilakukan kalau sudah sama-sama sutuju.Tapi karena masyarakat kedungpring merupakan keluarga besar, maka kejanggalan itu tak terasa benar.Antara kami selalu hormat menghormati.

Pada suatu malam sesudah lepas pengajian di langgar, kami para santri yang akan pulang ada kalanya berbarengan dengan santri-santri perempuan. Kami bercampur.Tapi malam itu Zainab tak tampak olehku.

Di antara beberapa gadis yang menuju tikungan jalan kedungpringkulihat Umi dan kakaknya berjalan. Tinggal ia berdua lagi, karena rumahnya jauh sedikit ke ketapang. Diam-diam aku mengikuti mereka dari belakang. O, aku ingin benar bercakap-cakap sebentar dengan dia, malamini. Begitu ayunya sebab bulan mengembang di atas kepalanya. Sesudah beberapa lama kami berjalan dan ketika akan membelok tikungan lain, Umi menoleh ke belakang. Keduanya menoleh, lalu kami senyum.Keduanya berhenti dan aku menghampiri mereka.

-Assalamualaikum, kutegur sopan.

-Waalaikumssalam, jawab keduanya.

Kemudian sunyi lagi dan kami diam-diam tegak di tengah jalan itu dengan risaunya. Kurasa kerongkonganku, buntu! Kedua gadis itu tunduk malu-malu.Tapi sebelum aku memulai, berkatalah Umi. Katanya lembut:

-Kau dulu sudah terima suratku,bukan?

-Sudah, Umi. Tapi mari kita bicara sambil jalan. Kami berjalan dan kulihatLatifah yang menepikan jalannya itu lalu kuhampiri.

-Latifah, malamini kita berkenalan, kataku mesra. Dia ketawa kecil tapi tak terdengar suaranya.Kemudian Umi berkata lagi seperti mengolok.

-Zainab tak datang mengaji malam ini,katanya

-Dia sakit? Tanyaku menutupi.

-Kau kan lebih tahu, bukan?

-Umi, kau jangan mengejek.

-Tapi ia kekasihmu, toh?

-Bukan, ia seperti juga kau. Teman. Hanya ia lebih akrab, ia kerap kali datang ke rumahku.

-Bukan aku yang jadi kau. Umi mengerling lagi dengan manisnya.

-Dan kalau kau?

-Aku lamar dia.

-Kau cemburu, Umi?.Ia diam. Bulan di langit mengawang di kepala kami. Malam berangkat larut.

-Kenapa malamini kau tak dijemput?

-Kaulah sekarang yang menjemput kami.

Bayang-bayang panjang mengikuti kami sepanjang jalan itu.Latifah masih juga diam. Kepalanya tunduk seperti ikut merasakan perasaan kami. Memang ia gadis pemalu. Tidak seperti adiknya.

-Maafkan aku

tiba-tiba kudengar suara Umi lagi, seperti musikmerdunya. Di luar dugaan, dari arah yang kami tuju, kulihat sesosok tubuh manusiaberdiri tegak di tepi jalan itu, yang tak jauh lagi dari rumah Umi.Ketika Latifah dan Umi melihat orang itu tiba-tiba muka keduanya jadi pucat dan hampir menjerit.

Kami berhenti beberapa langkah dari orang itu tiba-tiba menghampiri kedua gadis itu.Dan tanpa bicara lebih dulu selayang tangan kulihat menimpa kepala Umi, selayang lagi pada Latifah.Keduanya menjerit lalu berlarian masuk ke rumahnya.

-Bangsat! Siapa kau?Bentak orang itu, ketika berpaling ke arahku. Setengah takut akupun menjawab:

-Saya teman Umi dan Latifah. Tiba-tiba benciku timbul pada haji yang murah tangan itu.

-Cucu ishak itu?

Aku mengangguk

-Kenapa kau berani omong-omong  sama anak-anakku?

-Tapi aku tak mengganggu mereka. Kami berteman dan kebetulan berjalan berbareng.

-Tapi aku bilang, tak boleh kau dekati mereka, kau mengerti, anak lapar?.Betapa  tersinggungku  ketika haji itu mengucapkan katanya yang akhir itu. Tapi aku tak berani dan tak bisa berbuat apa-apa selain merengut.

-Sekali lagi, awas!kata haji itu, mengancam. Umi sudah ada tunangan. Pergi! Pergi kau !Haji itu membentak aku begitu rupa hingga mukanya yang mesum menimbulkan rasa jijiku.

Sedikitpun aku tak bergerak dari tempatku. Aku berpikir: Inikah kata orang haji keluaran Singapura itu? Orang-orang pesantren Kedungpring menamakan dia haji keluaran Singapura, karena berangkat hajinya dulu tak sampai ke tanah Mekah.Ia berkeliaran di kota itu dengan dagangannya. Dan rahasia yang di diamkan itu diam-diam jadi populer di pesantren kami.

Sesudah haji itu meninggalkan aku dan baru saja aku mengalah, dari rumah umi terdengar suara gaduh diiringi tangis perempuan.Aku kenal suara itu suara Umi.Ia melolong-lolong dalam sela bentakan dan lecutan pecut.

Kapok, pak! Kapookkk! Aduh! Kapok!

Kembali hatiku luluh seperti semen. O, dia yang kukasihi itu menjadi korban kenakalanku. Seketika itu tubuhku secara di tempel dosa-dosa. O, air mataku jatuh. Aku menangis, dan tiba-tiba saja hatiku mendongkol dan benci manakala kubayangkan muka haji yang murah tangan itu. Mau rasanya aku datang ke rumah itu dan berkata kepadanya:

Kau haji mesum. Mudah-mudahan kau lekas mampus! Atau mudah-mudahan uangmu habis dimakan rayap.Tapi tiba-tiba saja aku menggigil ketika angin mengembusikepalaku.Beberapa saat kemudian suara lolong itu tak kedengaran lagi.

Tentang Haji Basuni orang-orang kedungpring sudah kenal semuanya. Selain takabur dan suka menghina terhadap orang yang tak punya ia juga terkenal kikir. Dan sebab itu lalu timbul istilah yang lucu-lucu dari teman-temanku. Misalnya kalau seorang minta sesuatu pada temannya yang lain dan tak diberi, dia lalu berolok: Bakhilmu seperti Haji Singapura saja. Dan mereka akan ketawa. Tapi yang diolok-olok jadi marah dan membalas ejek: Memangnya, kau tak diambilnya jadi menantu, si ! Lalu kawan-kawan itu akan tertawalah lagi.

Berbeda dengan Haji Tayib atau Haji Ma'ruf, Haji Basuni tak pernah mengeluarkan zakat, meski hartanya beribu-ribu. Teman-temanku lalu memberi julukan lagi pada haji yang tak sosial itu. Setrika. Tentang adanya istilah setrika itu diambil dari sebuah cerita dalam kitab: Orang-orang kaya yang tak suka memberikan zakat dan sedekahnya kepada orang-orang miskin, kelak di akhirat uangnya akan dilebur, dijadikan setrika. Dengan setrika itulah punggung orang yang bakhil itu akan dilicinkan.

Aku kurang percaya tentang kabar yang mengatakan bahwa Haji Basuni jarang sembahyang di rumah, apalagi ke langgar. Di bulan puasa ia pernah kedapatan temanku yang sedang menggelap-gelap dan nongkrong di warung orang Madura di kota. Tapi di muka santri-santri dan sahabat-sahabat Kiai ia selalu bermanis-manis untuk menyembunyikan kopiah putihnya itu. Anak-anak perempuannya diwajibkan kerja keras di dapur. Mereka membatik, menenun, dan memasak. Mereka tak boleh keluar rumah kalau tak perlu, pergi mengaji ke langgar, umpamanya. Kerap kali anak-anak gadisnyaitu disawabi tangannya yang kasar itu. Dan mereka yang kena tangan itu akan menggelepar-gelepar seperti ayam dan meraung-raung.

Haji Basuni bercita-cita agar anak gadisnya itu dilamar oleh orang-orang yang berharta saja. Dan anak-anaknya itu harus menurut apa katanya. Tak boleh membantah dan membela diri.

O, Umi Kalsum ku yang manis itu, begitu benar nasibnya; keluhku. Kalau saja Haji itu tak murah tangan, takkan begini sentiment aku padanya. Sejak kejadian yang menyedihkan malam itu, lama sekali aku tak berani berjumpa dengan Umi. Melihat dia pun, tidak. Dan memang tak pernah lagi aku melihatnya. Zainab tahu hal ini. Dan betapa gairahnya ketika pada suatu hari ia datang ke rumahku dan buru-buru berkata kepadaku:

  • Kau sudah dengar kabar itu? Tanyanya.
  • Kabar apa?
  • Umi.
  • Kenapa kau tanyakan itu?
  • Maksudku... dia hamil.
  • Ha? Bicara yang benar, kau! Teriakku kaget.
  • Ssst, jangan keras-keras. Ini masih dirahasiakan, kata si Zainab. Memangnya aku bicara ngawur? Dia sudah tiga bulan!
  • Aku terenyak. O, ngeri sekali kedengarannya. Zainab masih saja memandangi mukaku. Hingga aku jadi marah:
  • Kenapa aku kau lihat seperti itu? Dan Zainab tertunduk.
  • Aku berpikir, kalau begitu benarlah apa yang dipercakapkan bapak dan ibuku kemarin.
  • Kasihan si Umi, kata Bapak.
  • Kenapa dia! Tanya ibu.
  • Ayahnya terlalu keras, sih. Kasihan dia.
  • Sampai di situ percakapan itu tak kudengar lagi. Kepada Zainab yang masih menunggu di hadapanku aku bertanya dengan gugup:
  • Dengan siapa kau tahu dia bunting?
  • Umi berkali-kali ditanyai bapaknya, tapi ia cuma nangis dan bungkam terus.
  • Lalu dia dipukuli?
  • Lantaran dia, lalu seisi rumah dipukuli semuanya.
  • Masyaallah! Lantas bagaimana?
  • Ibunya sudah ikhtiarkan pada dukun, supaya buntingnya kempes. Tapi percuma. Perut itu makin besar-besar juga.
  • Lalu, apa kata dukun itu lagi?
  • Katanya, yang berbuat itu laki-laki gemuk dan kudisan, yang dulu pernah melamar tapi ditolak oleh bapaknya.
  • Apa? Si Mursid yang bugil itu, pikirmu?
  • Itu kita tak pasti.
  • Dan umi sekarang di rumahnya?
  • Kau tahu, Haji Basuni kemarin menemui ayahmu? Zainab balik bertanya.
  • Menemui ayahku?
  • Dia berjanji mau memberi sebuah rumah dan uang yang diminta, pada siapa yang mau ngawini anaknya. Sampai hari ini Bu Haji masih menangis terus!
  • O, haji laknat. Kalau mati ia pasti digilas neraka! Kataku masygul. Zainab mengejek:
  • Kau mau?
  • Diam, kau! Bentakku, tapi Zainab dengan latahnya terus menertawai diriku.
  • Sejak hari itu pikiranku terpengaruh oleh kabar yang menyedihkan itu. Siapakah yang menduga bahwa kejadian semacam itu menimpa keluarga Haji Basuni? Menimpa Umi Kalsum yang begitu lembut? O, mustika-hidupku yang lama ku impikan dan yang hendak kurebutkan dengan sepenuh perasaanku itu, kini telah noda. Tapi bagiku Umi tetap suci. Sebab betapapun ia telah berusaha mempertahankan kemerdekaan dirinya dari kekerasan orang tuanya. Bagiku, Umi tetap zamrud dalam harapan dan kenang-kenangan. Tapi kurasakan, betapa kini aku tak tentram lagi tinggaldi rumah. Dan tak kutahu, mengapa begitu besar kesan Umi dalam hatiku, dan aku tak sanggup bebuat apa-apa.
  • Kejadian yang menimpa keluarga Haji Basuni itu mula-mula dirahasiakan orang. Tak banyak orang yang mendengar atau mengetahui, sebab memang tidak banyak orang melihat keadaan Umi dari dekat. Tapi akhirnya rahasia itu bocor juga, seperti bau bangkai meski betapapun pandai orang menutup-nutupi. Keluarga haji yang malang itu tak sanggup lagi mempertahankan rasa malunya yang besar. Menurut kabar orang-orang sekampung, pada akhir-akhir ini di rumahnya selalu terdengar orang gaduh dan rebut. Suara perempuan-perempuan yang menangis tak henti-henti hingga para tetangga merasa terganggu. Dan oleh gangguan-gangguan itu para tetangga mulai ikut campur. Mereka sama kuatir akan timbulnya sesuatu kemungkinan yang tak diharapkan.
  • Dan beberapa hari kemudian kekuatiran itu pun benar-benar menjadilah suatu kenyataan.....
  • Pada suatu malam sebelum fajar, ketika sedang enak-enaknya orang tidur, tiba-tiba terdengar dari rumah Haji Basuni jeritan orang perempuan. Keadaan jadi ribut. Tetangga-tetangga yang dekat sama datang menyaksikan apa yang kiranya telah terjadi. Juga orang-orang kedungpring yang letaknya sedikit jauh dari desa itu ikut berkerumun dan dari mulut ke mulut akhirnya peristiwa itu pun tersebarlah merata dengan cepatnya.
  • Kami serombongan kanak-kanak ikut juga ke sana dengan hati yang cemas. Terlebih aku, yang merasa punya sangkutan batin dengan salah seorang anggota keluarga itu. Betapa terkejutku manakala seseorang berteriak: Bunuh diri! Bunuh diri!
  • Dalam ketakutanku kubayangkan sebuah tubuh ramping yang sedang tergantung pada seutas tali dan sebuah wajah cantik mengeluarkan lidah dan busa. Di situ mataku kupejamkan. Aku tak sanggup melihat kemurungan langit malam itu. Sebuah cahaya menganga di arah timur. Mungkin malam itu sudah menjelang fajar.
  • Oleh kerusuhan-kerusuhan pikiran itu aku tak ikut orang-orang itu memasuki rumah Haji Basuni. Tapi sebentar ada kudengar kebenaran pikiranku tadi. Orang-orang itu menyaksikan suatu kejadian yang mengerikan: di kamar mandi Umi didapati mati tergantung!
  • O, waktu itu aku tak bisa menguasai diriku. Kepalaku terasa pusing dan mataku berkunang dalam peluh dingin yang mengaliri seluruh tubuh ku. Aku lari pulang. Sementara itu aku masih mendengar bisik seorang-seorang:
  • Dia senyum. Lalu sambung yang lain:
  • Umi melihat Tuhan.

Tapi aku hanya melihat seutas tambang keras telah menjerat leher halus itu dan menyeretnya ke kubur. Aku melihat seorang laki-laki setengah tua, berkopiah putih dengan bengisnya kemudian melemparkannya kedalam jurang.

Beberapa hari sesudah kejadian yang mengerikan itu, orang-orang kampung ramai mempercakapkan nama Haji Basuni. Dalam isi percakapan itu terasa benar nada kebencian mereka terhadap Haji yang malang itu. Tapi kini aku berpendapat lain, Haji Basuni semestinya dikasihani. Karena setidaknya ia akan dihadapkan pada bayangan ketakutan, selama hidupnya.

Demikianlah akhirnya, Umi Kalsum yang kami kagumi kecantikan dan kelembutannya itu, mengakhiri hidupnya dalam keadaan yang amat menyedihkan.

Bukan saja keluarganya yang merasa kehilangan. Tapi kami, teman-temannya yang ketika hidupnya saling merebutkannya, ikut pula kehilangan.

                                                      ***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
  15. 15
  16. 16
  17. 17
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun