“Hei, ini kan egg tart yang terkenal di Macau itu! Temanmu baik sekali, Chia!” seru saya girang lantas penuh ketidak sabaran mencomot satu buah egg tart.
“Temanku sebelum pergi tadi bilang ke kamu, ‘selamat menikmati kue enak di negara kami’” ujar Chia seolah bisa menebak bahwa saya tadi memang tidak paham ucapan kawannya.
“Bilangin makasih, ya! Aku suka rotinya. Itu tadi bahasa apa ?” tanya saya sembari mengambil lagi satu butir egg tart, lagi dan lagi.
“Portugis. Negara kami menggunakan bahasa Cina Kanton dan Portugis. Karna negara kami merupakan bekas jajahan Portugis. Jadi jangan heran jika di negara ini meskipun bagian dari Asia, tapi kental nuansa Eropannya,” tutur Chia lantas melahap egg tart terakhir.
Saya mengangguk-angguk. Kurang lebih seperti itulah yang saya baca tentang Macau sebelum tidur. Pesona gabungan Asia dan Eropa inilah, yang kemudian menarik banyak wisatawan untuk datang ke Macau. Wajah-wajah dari berbagai negara yang terlihat berjalan melintas menikmati pesona Macau adalah bukti bahwa Macau memang mengundang minat para wisatawan asing.
“Ayo kita belanja. Nanti aku belikan macam-macam barang!” Ujar Chia bersemangat. Lagi-lagi, ia berdiri dan berjalan mendahului. Saya mengikutinya, tapi kali ini kami berjalan normal
“Macau itu terkenal sebagai Las Vegasnya Asia. Tapi, muslim seperti kamu pun tetap cocok datang kemari,” Ujarnya. “Ada banyak tempat di negara ini yang bisa kamu kunjungi tanpa harus memutar dadu,” jelasnya lagi. Chia, perempuan itu begitu ramah. Ia bilang tugasnya menjadi guide bagi saya. Ia banyak menjelaskan tentang Macau layaknya seorang guide profesional.
“Peraturannya, jangan bertanya tentang bagaimana aku muncul atau pertanyaan-pertanyaan lain yang sejenis!” Jawabannya tiap saya mencoba menyinggung tentang asal mula semua keanehan ini. Tapi ya sudahlah. Yang pasti, kami berdua makin akrab usai berkeliling di kawasan Senado Square, mengunjungi kawasan Avenida Almeida Ribeiro, lantas belanja di Rua da Polha, terakhir kami ke Red Market.
Menikmati kawasan Senado Square rupanya membuat khilaf akan waktu. Kami berjam-jam berada di sana. Belanja macam-macam barang. Biasanya saya tidak begitu suka belanja saat berwisata, tapi kan ini mimpi, belanja berapapun tak akan kehabisan uang. Chia seperti mesin uang saya. Ia bersikukuh membelikan saya apapun, bahkan barang yang sebenarnya tidak saya minta.