Mohon tunggu...
Fridrik Makanlehi
Fridrik Makanlehi Mohon Tunggu... Jurnalis - Alumini, STTA, UGM, UT

Penulis dan Olah Raga

Selanjutnya

Tutup

Politik

Pilih Pemilu Sitem Proporsional Terbuka atau Tertutup?

22 Januari 2023   20:35 Diperbarui: 23 Januari 2023   10:08 656
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

                                                                            

Pilih Pemilu Sitem Proporsional Terbuka atau Tertutup?

OPINI ditulis oleh Fridrik Makanlehi, ST.,M.Sc

(Aktivis Kemanusiaan dan Pengurus DPP KNPI)

Pro dan kontra melingkupi wacana perombakan sistem pemilu proporsional terbuka yang sudah berlangsung selama 20 tahun menjadi sistem proporsional tertutup. Wacana pelaksanaan sistem pemilu proporsional tertutup tidak semua orang menerimanya, malah menimbulkan kegaduhan dan perdebatan yang tak henti-henti, yang panjang serta menciptakan polemik di tengah publik, di tengah partai politik, di tengah aktivis, di tengah akademisi maupun lainnya dalam kancah politik nasional menjelang pemilihan umum (Pemilu) 2024.


Tempo hari lalu, sebanyak enam orang melakukan uji materi (judicial review) terhadap Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu di Mahkamah Konstitusi (MK). Keenam pemohon tersebut berharap, MK dapat menerima atau mengakabulkan wacana perubahan sistem pemilu proporsional terbuka menjadi sistem pemilu proporsional tertutup pada Pemilu 2024.

Sekilas Pemilu

Undang-undang Nomor 8 Tahun 2012 Tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah pengertian pemilihan umum diuraikan secara detail. Pemilu adalah sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat yang dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil dalam Negara Kesatuan Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945.

Mengutip kota-tangerang.kpu.go.id, dalam sebuah negara demokrasi, pemilu merupakan salah satu pilar utama dari proses akumulasi kehendak masyarakat. Pemilu sekaligus merupakan proses demokrasi untuk memilih pemimpin.Pemilu adalah sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat yang dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil dalam Negara Kesatuan Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945.

Dengan kata lain, pemilu merupakan sarana bagi rakyat untuk menjalankan kedaulatan dan alat untuk menentukan haknya dalam mengusung wakilnya di parlemen maupun di lembaga kepresidenan. Metode yang digunakan dalam Pemilu adalah Sistem Proposional.

Lantas, apa itu sistem pemilu proporsional? 

Dalam bahasa sederhananya, Proporsional yaitu sistem dimana rakyat bebas menentukan dan mengusungkan wakilnya untuk menduduki jabatan di parlemen. Sistem pemilihan proposional yang sering disebut sebagai sistem pemilihan multimember constituency atau sistem perwakilan seimbang (singkat kata ‘sesuai porsinya’). Dalam artian ‘suatu sistem Pemilu yang dijadikan sebuah sarana untuk memprebutkan kursi di parlemen menurut porsi-porsi yang telah ditentukan'. Sistem proposional terbagi atas dua sistem yaitu pemilu sistem proporsional tertutup (close list system reprentatif) dan pemilu sistem proporsional terbuka (open list system reprentatif). Pemilu sistem proporsional tertutup dan Pemilu sistem proporsional terbuka mempunyai kelebihan dan kekurangan.

Pemilu proporsional tertutup 

Jamaluddin dalam bukunya yang berjudul 'Sistem Pemilu Proporsional Terbuka Pasca Amandemen UUD NRI 1945', sistem pemilu proporsional tertutup adalah penentuan calon legislatif terpilih bukan atas dasar suara yang diperolehnya, tetapi atas dasar perolehan suara dari partai politik.

Bahasa pasarnya adalah walapun rakyat mengusung wakilnya atau memilih salah satu calon, suaranya tidak mutlak berada pada wakilnya itu melainkan suaranya tersebut menjadi suara partai politik pengusung. Artinya walaupun suara wakilnya yang dipercaya itu dinyatakan tinggi namun keputusan kemenangan pada calon mutlak berada di tangan parpol yang mengusungnya sebagai calon legislatif (caleg). Dengan kata lain, dalam sistem proporsional tertutup, pemilih hanya memilih partai politiknya saja dan tidak memilih calonnya.

Penerapan sistem proporsional tertutup merupakan sebuah kemunduran demokrasi yang sudah terbangung sejak 2004. Mengutip liputan6.com, Willy Aditya mengatakan, “apabila diterapkan sistem pemilu proporsional tertutup, maka pemilih dipaksa membeli kucing dalam karung’. Tidak tahu siapa anggota legislatif yang akan mewakilinya di parlemen”.

Sementara itu, sistem proporsional terbuka adalah sistem pemilu di mana pemilih atau rakyat dapat memiih wakil/calonnya secara langsung untuk menduduki tempat di parlemen. Dengan kata lain, sistem proporsional terbuka merupakan sistem proporsional yang menggunakan suara terbanyak untuk menentukan calon legislator yang duduk parlemen.

Apa Bedanya?

Proporsional Terbuka, yaitu:

Metode Pemilihan : Pemilih memilih calon yang diusungnya secara bebas tanpa paksaan pihak lain.

Penentuan calon pemenang : Caleg ditentukan berdasarkan suara terbanyak yang diraih saat Pemilu berlangsung.

Statusnya : Sistem ini dinilai sangat demokrasi

Penilaian : Dinilai, ada kemajuan atau tidak kembali ke era Orde Baru pada Pemilu 1999

Tingkat kontribusi calon : Memungkinkan kader yang tumbuh dan besar dari bawah atau dari grass root bisa menang, karena kader tersebut sudah mempunyai dukungan massa; dan menciptakan para caleg yang selalu aktif turun ke rakyat untuk mendengar aspirasi.

Kelebihan: Menyemangati para caleg untuk perbanyak memobilisasi dukungan massa; Kemistri dan kedekatan antara caleg dan rakyat semakin kuat dan mesra; Mempersatukan kedekatan antar sesama pemilih/rakyat yang satu dengan yang lain; dan Salah satu bentuk kemajuan dalam praktik berdemokrasi

Kekurangan: Membuka peluang terjadinya politik uang/money politik; Caleg membutuhka modal politik yang cukup besar; dan Penghitungan suara menjadi rumit atau tak mudah pada hasil suara.

Model memilih: Mencoblos lambang/gambar partai dan gambar caleg.

Semnetara Proporsional Tertutup, yaitu:

Penentuan calon pemenang : Caleg ditentukan berdasarkan nomor urut atau ditentukan oleh ketua Umum Parpol (bisa jadi, ini menjadi hak prerogratif ketua umum tanpa diintervensi oleh pihak lain).

Statusnya : Kurang demokratis karena rakyat tidak bisa memilih langsung wakil-wakilnya yang diusung dan juga yang diusung belum tentu parpol memilihnya.

Penilaian : Dinilai kemunduran atau kembali zaman era Orde baru pada Pemilu 1999.

Tingkat kontribusi calon : Menciptakan kader yang bermental oligarki dan feudal dalam parpol; kader menjadi penjilat dan yang mengakar ke atas. Ketika menang pun bukan berdasarkan dukungan masa terbanyak melainkan berdasarkan kedekatannya dengan elite parpol atau ketua umum parpol.

Kelebihan : Memanilisir politik yang beredar di tengah pemilih; mudahnya menentukan quota perempuan utuk mengisi kursi parlemen; dan memundurkan kebaikan demokrasi.

Kekurangan: Tidak terbangun kedekatan secara keluarga antara caleg dengan rakyat; rakyat tidak punya kewenangan dalam menentukan wakilnya secara terbuka; caleg tidak mengetahui persoalan apa yang dialami oleh rakyat secara langsung; tidak responsif terhadap perubahan yang cukup pesat; dan menjauhkan hubungan emosional antara caleg, pemilih dan sesame pemilih.

Model memilih: Hanya memilih lambang partai saja.

Negara yang sudah menerapkan sistem proposional

Sebagai informasi, Negara-negara yang sudah menerapkan sistem pemilu proporsional terbuka, seperti : Belgia, Austria, Brazil, Belanda, dan lain-lain. Sedangkan Negara yang sudah menerapkan sistem pemilu proporsional tertutup, seperti : Afrika Selatan, Israel, Argentina, Ekuador, Bulgaria, dan lain-lain.

Reformasi pemilu proposional

Pergeseran pelaksanaan sistem pemilu proporsional tertutup yang hanya memilih tanda gambar partai politik pada Pemilu 1999 bergeser kearah sistem pemilu proporsional terbuka yang memilih partai dan kandidat di Pemilu 2004.  Artinya, secara historis, Indonesia sudah pernah menerapkan kedua sistem proporsional tersebut, yakni Sistem Proporsional Daftar Tertutup digunakan pada Pemilu 1955 sampai Pemilu 1999, sedangkan sistem proporsional terbuka diterapkan pada Pemilu 2004 sampai 2019. Sebagaimana yang disebutkan dalam Pasal 168 ayat (2) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu) yang menyatakan, “Pemilu untuk memilih anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota dilaksanakan dengan sistem proporsional terbuka”.

Polemik wacana menggunakan sistem proporsional tertutup

1. Pernyataan Ketua KPU 29 Desember 2022

Baru-baru ini, Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Hasyim Asy'ari mengungkapkan bahwa kemungkinan sistem proporsional terbuka pada Pemilu 2024 akan kembali menggunakan sistem proporsional tertutup.“Jadi barangkali bagi calon peserta pemilu bisa bersiap-siap dan mengikuti perkembangan jika gugatan tersebut dikabulkan MK," ujar Hasyim pada Kamis, 29 Desember 2022 pada awak media Tempo.co. Pernyataannya itu menuai kontra dan tak didukung oleh banyak pihak serta dinilai telah melanggar kode etik, hingga Direktur Eksekutif Nasional Prodewa, Fauzan Irvan dan rekan-rekannya melaporkannya di DKPP. Fauzan menilai Hasyim dinilai melanggar Pasal 8c dan Pasal 19j Peraturan DKPP RI No 2 tahun 2017

2. Pengajuan uji materi sistem proporsional terbuka ke MK

Sebanyak enam pemohon, yaitu Yuwono Pintadi, Demas Brian Wicaksono, Fahrurrozi, Ibnu Rachman Jaya, Riyanto, dan Nono Marijono mengajukan uji materi (JR) terhadap UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu dengan sistem proporsional terbuka ke Mahkamah Konstitusi, dengan nomor registrasi perkara 114/PUU-XX/2022 pada 16 November 2022.

PDIP Setuju Sistem Pemilu Proposional Tertutup

PDIP sangat menyutujui pelaksanaan Sistem Pemilu Proporsional Tertutup pada Pemilu 2024. Ada beberapa alasan yang mendasari, yaitu:

  • PDIP akan mendorong pihak yang kompeten sebagai wakil rakyat;
  • Hemat Anggaran;
  • PDIP menilai bahwa sistem proporsional tertutup sudah sesuai dengan amanat konstitusi;
  • PDIP akn mendorong atau memilih kader-kader yang pakar untuk menduduki kursi Parlemen.
  • Memanilisir gesekan konflik sesama kader di lingkungan dapilnya maunpun parpol

Sebanyak 8 Fraksi Kursi DPR RI menolak

Usulan perubahan sistem proporsional terbuka untuk menjadi sistem pemilu proporsional tertutup melalui uji materi yang dilakukan oleh keenam pemohon di MK itu ditolak oleh delapan (8) Fraksi di kursi DPR RI, yaitu NasDem, Golkar, Gerindra, PKB, PAN, PKS, Demokrat dan PPP.

Menurut ke-8 Fraksi itu, pemilu sistem proporsional tertutup bagaikan ‘membeli kucing dalam karung’ atau dengan kata lain ‘kita memilih caleg A, caleg A itu mendapatkan suara yang cukup tinggi dari caleg lain, tetapi yang menang atau keluar sebagai anggota DPR RI adalah caleg B; meski caleg B mendapatkan suara yang sedikit’. Bagi ke-8 parpol itu, sistem pemilu proporsional terbuka sudah berjalan sejak tahun 2004 sampai 2019 (sudah 20 tahun). Dalam 20 tahun itu, sistem ini berjalan secara baik, terbuka, efektif dan efisien; tak hanya itu, sistem ini telah berhasil menghadirkan para aktivis yang hebat, berkualitas, keterwakilan perempuan, keterwakilan anak milenial dan sebagainya untuk menduduki kursi di parlemen.

Ke-8 Fraksi itu mempertahankan sistem pemilu terbuka pada Pemilu 2024 dengan alasan: sistem ini telah menciptkan kemajuan dalam praktik demokrasi dan tidak memundurkan demokrasi Indonesia; sistem ini dapat memangkas hak rakyat; dan membuka peluang besar bagi semua kader untuk mendapatkan hak yang sama untuk dipilih. Namun, sistem proporsional tertutup dapat menciptakan kelemahan-kelemahan mendasar seperti memundurkan sistem demokrasi, akan menciptakan oligarki-oligarki/kaum kapitalisme/feudal dalam partai politik. Di satu sisi, para politisi yang berkualitas atau berpotensi akan tersingkir secara cepat dan sulit mendapatkan tempat di hati para elit parpol.

Tak hanya, aktivist preneur  Ryano Panjaitan yang juga merupakan Ketua Umum DPP KNPI pun angkat suara. Dimana Ryano mengatakan, pemilu sistem proporsional tertutup maupun pemilu sistem proporsional terbuka sama-sama memiliki kelebihan dan kekurangan. Dimana, kelebihan daripada pemilu sistem proporsional terbuka yaitu terbangun emosional bounding antara yang dipilih dan memilih; wakil rakyat dekat dengan konstituen dan juga para caleg dapat belanja masalah saat turun ke tengah rakyat. Kekurangan pemilu sistem proporsional terbuka, yaitu politik biaya tinggi (high cost politics) dan popularitas merupakan hal yang utama atau nomor satu. Sementara itu, pemilu dengan menggunakan sistem proporsional tertutup akan memangkas aktivis yang melek atau cukup mendalami hukum dan memahami lebih detail terkait pemahaman sistem ketatanegaraan tidak mendapatkan kesempatan untuk mengabdi di DPR RI.

Merespon Pernyataan Ketua KPU Hasyim Asy'ari

Sekretaris Jendral Partai NasDem Johnny G Plate menilai, pernyataan Ketua KPU Hasyim Asy'ari yang menyebut kemungkinan pemungutan suara Pemilu 2024 memakai sistem proporsional tertutup atau memilih partai bukan caleg merupakan offside atau keluar dari tupoksinya. "Pernyataan Ketua KPU terkait hal tersebut offside, tidak sepatutnya".

Menurut Johnny, jika sistem proporsional tertutup diberlakukan pada Pemilu 2024, surat suara yang disebar hanya akan berisi nama, nomor urut, dan logo partai. Sementara itu, apabila partai politik yang menang atau mendapatkan suara terbanyak dari partai lain, maka parpol tersebut-lah yang mendapat jatah kursi, berhak menentukan orang yang akan duduk di kursi parlemen.

Medkom.com, Wakil Ketua Komisi II DPR fraksi Partai NasDem Saan Mustopa menegaskan wacana pemilu menggunakan sistem proporsional tertutup membuat demokrasi mundur ke belakang. Menurut Saan, sistem ini membuat rakyat tidak tahu siapa caleg yang akan mewakilinya di DPR. "Kalau memang secara tiba-tiba diubah jadi sister proporsional tertutup, ini kembali seperti ke zaman orde baru. Rakyat tidak diberi kesempatan mencari siapa calon wakilnya yang dalam pandangan rakyat terbaik. Ini seperti peribahasa membeli kucing dalam karung," ujar Saan Mustopa.

Senada dengan itu, Ketua Komisi II DPR RI dari Fraksi Partai Golkar Ahmad Doli Kurnia Tandjung menegaskan bahwa delapan partai yang berada di DPR RI memiliki sikap yang seragam, yakni tetap mempertahankan sistem pemilu proporsional terbuka pada Pemilu 2024.

Oleh karena itu, menurut saya:

Jika sistem proporsional tertutup dipaksakan untuk diterapkan pada Pemilu 2024, maka pemilih atau rakyat tidak dapat memilih secara langsung para calon legislatif yang diusungnya. Ini merupakan sebuah kerugian besar yang akan dirasakan oleh rakyat maupun kader-kader partai yang berkualitas atau yang sudah mengakar dari bawah ke atas. Kader-kader yang berpotensial dan berkualitas termasuk aktivis atau akademisi tidak bisa mewakili rakyatnya untuk menduduki kursi di Parlemen.

Lalu, rakyat hanya bisa mencoblos gambar partai politik yang sudah disediakan di kertas suara; rakyat tak bisa mencoblos atau memilih wakilnya yang diusung, karena wakilnya tidak tertuang dalam kertas surat suara.

Jika ditanya, Apakah kamu memilih sistem proporsional tertutup atau sistem proporsional terbuka pada Pemilu 2024? Sudah tentu, secara pribadi saya memilih sistem proporsional terbuka. Mengapa? sistem proporsional terbuka sangat menguntungkan para aktivis kemanusiaan yang tergabung dalam partai politik; sistem ini dapat mempertahankan kemajuan praktik demokrasi. Sementara itu, sistem proporsional tertutup akan menghadirkan atau menumbuhkan oligarki-oligarki atau kaum feodal dalam partai politik itu sendiri. Dengan kata lain, ‘caleg yang mempunyai uang dalam jumlah yang banyak dan dekat dengan elit parpol yang bisa memenangkan pemilu’. Sementara, ‘caleg yang tidak mempunyai uang sedikit dan tidak dekat ke atas (elit partai) sudah tentu akan kalah dalam pemilu legislatif mendatang’.

Sebagai aktivis kemanusiaan, yang peduli terhadap pembangunan dan pemerataan pembangunan serta peduli terhadap para aktivis yang menginginkan perubahan, maka saya berharap sistem proporsional terbuka pada Pemilu 2024 dapat dipertahakan. Saya berharap, MK dapat menolak keenam pemohon yang sedang melakukan uji materi terhadap UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu dengan sistem proporsional terbuka ke Mahkamah Konstitusi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun