Mohon tunggu...
Fari GaziantaMustofa
Fari GaziantaMustofa Mohon Tunggu... Mahasiswa - Taruna

Politeknik Ilmu Pemasyarakatan

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Review Jurnal / Artikel Dengan Metode Penelitian Hukum Normatif

25 September 2022   08:37 Diperbarui: 25 September 2022   09:18 1241
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Dibuat untuk memenuhi Ujian Tengah Semester Mata Kuliah Metode Penelitian Hukum Normatif.

Dosen Pengampu : Markus Marselinus Soge, S.H., M.H., CIIQA

ARTIKEL 1

Reviewer : Fari Gazianta Mustofa

Dosen Pembimbing : Markus Marselinus Soge, S.H., M.H., CIIQA

ANALISIS KEBIJAKAN KARTU PRA KERJA TERHADAP PEKERJA YANG DI PHK UNTUK MENANGGULANGI PENGANGGURAN DI INDONESIA

Chusnul Qotimah Nita Permata

Jurnal Law Retrieval Vol. 1, No. 1 (2021)

https://jurnalretrieval.hukum.uns.ac.id/index.php/jurnalretrieval/article/view/5/5

Latar Belakang 

Kartu Pra Kerja merupakan salah satu inovasi dalam menghadapi tantangan global yang melanda di Indonesia. Kartu Pra Kerja adalah salah satu kartu yang digalakan oleh Presiden Jokowi dalam rangka program pembinaan Warga Negara Indonesia dan pelatihan kerja bagi yang belum memiliki keterampilan dalam bekerja bersamaan dengan Kartu Indonesia Pintar (KIP) Mahasiswa dan Kartu Indonesia Sehat (KIS). Dalam penggunaan Kartu Pra Kerja ini diyakini bahwa dapat menanggulangi kemiskinan di Indonesia dan dinilai lebih efektif dalam menghadapi Indonesia 4.0. Dimana kartu ini menjadi salah satu upaya dalam menanggulangi pengangguran di Indonesia, karena di Indonesia sendiri tingkat pengangguran sebesar 6,82 juta orang.1 Dalam hal ini Kartu Pra Kerja menjadi jaring pengaman sosial (safety social net) yang bertujuan mengembangkan kompetensi dan kesempatan bagi para pencari kerja, khususnya bagi pekerja/buruh yang terkena dampak Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).

Adapun Kartu Pra Kerja ini membidik tiga kalangan yakni pencari kerja, pekerja, dan korban Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). Pemerintah akan melakukakan pelatihan terhadap tiga kalangan tersebut untuk memiliki keterampilan dalam mencari pekerjaan serta pemerintah akan mentargetkan pelatihan selama 6 sampai 12 bulan untuk lebih intensif terhadap ketiga target tersebut. Penerima Kartu Pra Kerja akan mendapatkan hak-hak nya sesuai dengan kriterianya masing-masng.

Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 terkait Ketenagakerjaan menyatakan bahwasanya Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) merupakan suatu pemberhentian tenaga kerja dalam beberapa hal yang memiliki akibat terhadap suatu hak dan kewajiban yang telah berakhir yang di miliki para pekerja pada awalnya, Hal ini terjadi bisa dikarenakan perusahaan mengalami kebangkrutan, pengurangan tenaga kerja, habis kontrak, dan lain sebagainya.

Meluasnya Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) ini membuat Indonesia mengalami peningkatan pengangguran, dengan adanya program Kartu Pra Kerja maka diharapkan dapat mengurangi pengangguran yang terjadi akibat PHK dan dapat melatih softskill serta hardskill bagi peserta yang memiliki Kartu Pra Kerja.

Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini ialah untuk menganalisis dan mengetahui kebijakan Kartu Pra Kerja dalam menanggulangi pengangguran di Indonesia dan untuk menganalisis dan mengetahui kebijakan Kartu Pra Kerja dalam menghadapi pihak Pekerja yang mengalami Pemberhentian Hubungan Kerja (PHK).

 

Metode Penelitian 

Metode penelitian hukum normatif adalah metode yang dilakukan dengan mengkaji serta memahami beberapa peraturan yang berlaku. Dalam penulisan makalah ini, penulis menggunakan metode penulisan kepustakaan, dimana untuk memperoleh landasan yang teoritis berupa tulisan atau pendapat dari para ahli yang memiliki wewenang. Data ini berbentuk data formal maupun informal, penulisan informasi yang terdapat dalam jurnal mengutip melalui literatur dari buku, jurnal, artikel yang relevan.

Hasil Penelitian

Program Kartu Pra Kerja merupakan Program utama yang diberikan oleh presiden terhadap pekerja yang ingin mencari pekerjaan serta pekerja yang di PHK. Alur skemanya disesuaikan dengan beberapa tingkatan untuk para pendaftar. pekerja akan memperoleh pendidikan (skilling) yang berguna untuk meningkatkan keahlian, terdapat proses training disetiap tingkatan yang dilaksanakan secara intensif. Sedangkan para pekerja yang terkena PHK akan mendapatkan skema "reskilling", skema ini berfungsi untuk mempersiapkan dalam pencarian lapangan kerja sehingga memperoleh tempat kerja.

Pemerintah dalam mengatasi permasalahan yang dihadapi pekerja dengan mengeluarkan kebijakan Kartu Pra Kerja. Dimana salah satu kegunaan Kartu Pra Kerja bisa dimanfaatkan oleh pekerja yang terkena PHK dari perusahaan. Pekerja tersebut dapat mendaftar dan melalui beberapa tahapan akan diseleksi oleh petugas, penyeleksian ini berguana untuk kevalidan data yang masuk serta data yang akan menerima Kartu Pra Kerja. Pemerintah menginginkan adanya Kartu Pra Kerja dapat mengurangi pengangguran yang ada di Indonesia, melalui Kartu Pra Kerja ini Jokowi berharap bahwasanya dengan peluncuran kebijakan ini dapat menghasilkan adanya reformasi sistem yang memungkinkan orang yang mencari pekerjaan dan para pemilik kartu yang dicanangkan yaitu Kartu Pra Kerja bisa memilih secara langsung pelatihan melalui platform digital, sehingga dapat mengurangi pengangguran di Indonesia.


Kelebihan dan Kekurangan

Kelebihan dari penelitian ini ialah :

Memaparkan secara jelas dan lengkap mulai dari pendahuluan atau latar  belakang dari permasalahan bagaimana kebijakan Kartu Pra Kerja dalam menanggulangi pengangguran di Indonesia serta menjelaskan Peran Kartu Pra Kerja secara step by step dalam menanggulangi pengangguran di Indonesia.

Penulisan artikel/jurnal ini teratur dan sesuai dengan kaidah pembuatan penulisan, serta penggunaan bahasa pada jurnal ini bersifat baku dan sesuai dengan EYD Bahasa Indonesia yang baik dan benar.

Mencantumkan dasar hukum sebagai dasar dari penelitian yang dilakukan

Kekurangan dari penelitian ini ialah :

Peneliti masih bisa menggali lebih dalam lagi dalam penelitian terkait penanggulangan pengangguran di Indonesia dengan adanya kartu pra kerja, sehingga tidak hanya menjelaskan secara umum, melainkan masih bisa lebih detail lagi dari ini.

 

Saran

Peneliti harus bisa menggali lebih dalam lagi terkait penelitian yang dilakukan, agar penelitian yang dilakukan mendapatkan hasil yang lebih maksimal.

ARTIKEL 2

Reviewer : Fari Gazianta Mustofa

Dosen Pembimbing : Markus Marselinus Soge, S.H., M.H., CIIQA


PERLINDUNGAN HUKUM BAGI NASABAH DALAM PINJAM MEMINJAM BERBASIS ONLINE

Dhea Lutfiah Antyasty, Fitika Andraini

Jurnal Pro Hukum : Jurnal Penelitian Bidang Hukum Universitas Gresik, Vol. 11 No. 1 (2022)

https://journal.unigres.ac.id/index.php/JurnalProHukum/article/view/1762/1274

Latar Belakang 

Pada era digitalisasi ini segala hal telah dimudahkan melalui teknologi informasi, teknologi informasi merupakan jembatan berbagai aspek kehidupan mulai dari bidang sosial, hukum, pendidikan, politik, ekonomi, dan lain sebagainya, yang mana telah berevolusi menjadi berbasis online. Teknologi informasi merupakan alat yang digunakan manusia untuk mengalirkan informasi kepada manusia lain, teknologi informasi membantu menyelesaikan aktivitias sosial manusia secara efektif (Setiawan, 2018). Seiring dengan perkembangannya tersebut, teknologi informasi telah menciptakan keuntungan untuk berbagai aspek. Pemanfaatan teknologi tidak hanya berkisar pada jangkauan mendapatkan informasi atau berkomunikasi, namun juga mencakup perihal kemudahan finansial, yang selanjutnya disebut dengan Financial Technology (Fintech).

Meline Gerarita (dalam Immawati et al., 2019) memberikan pendapat bahwa fintech bukanlah sebagai pengganti secara keseluruhan dalam bertransasksi, namun menjadi pelengkap sistem keuangan yang ada. Fintech sebagai implementasi pemanfaatan teknologi dalam pelayanan keuangan dan perbankan yang umumnya dilakukan oleh perusahaan rintisan (Start-Up) dengan memanfaatkan teknologi software, internet, komunikasi, serta komputerisasi yang ada saat ini. Selain itu, fintech dapat digunakan sebagai alat untuk mengurangi kecurangan dalam transaksi, serta fintech adalah pembayaran yang sah tanpa harus menggunakan (Junadi & Sfenrianto, 2015). Fintech memberikan kemudahan dalam bertransaksi di era terkini karena mempertimbangkan efisiensi waktu yang mana hal tersebut disukai oleh mayoritas masyarakat (Marisa, 2020). Seperti yang kita ketahui bahwa dewasa ini masyarakat modern memiliki kecenderungan menginginkan segala sesuatu secara instan dan cepat, maka fintech dapat menjadi jawaban problem masyarakat modern.

Bidang dalam Financial Technology salah satunya adalah pinjaman tunai berbasis online, pinjaman tunai berbasis online ini dipermudah lagi dengan tidak adanya jaminan yang harus diberikan kepada pihak kreditur, disebut juga Kredit Tanpa Agunan (KTA), pengguna hanya memberikan jaminan identitas dan data diri berdasarkan Kartu Tanda Penduduk. Kredit yang dilakukan menggunaka basis Peer to Peer Landing (P2PL), yaitu penyelenggara pinjaman memfasilitasi hubungan antara kreditur dengan debitur yang dilakukan-secara online (Baihaqi, 2018).

Praktik pinjam meminjam tersebut menggunakan suatu aplikasi di ponsel yang dapat diakses dan diunduh oleh pengguna. Aplikasi terkait pinjaman online telah ada peraturan yang mengaturnya, yaitu POJK Nomor 77/POJK.01/2016 tentang Layanan Pinjaman sebuah uang yang berbasis pada bidang teknologi lnformasi. Pinjaman berbasis online terdapat yang illegal dan legal, dalam penelitian yang penulis lakukan, akan dibahas satu spesifikasi pinjaman online, yaitu pinjaman online yang legal, dalam artian platform pinjaman online tersebut terdaftar dan berizin Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Jika kita lihat pada aplikasi yang ada di toko aplikasi smartphone, banyak sekali aplikasi-aplikasi pinjaman online yang menawarkan kemudahan dalam meminjam uang, namun tidak seluruhnya adalah aplikasi yang legal dan terdaftar OJK.

Ditengah maraknya pinjaman online timbul perjanjian elektronik akibat dari perjanjian online antara debitur dan kreditur. Sebuah perjanjian atau kontrak harus memuat 5 (lima) asas perjanjian, yakni asas kebebasan berkontrak (freedom of contract), asas konsensualisme (concsensualism), asas kepastian hukum (pacta sunt servanda), asas itikad baik (good faith), dan asas kepribadian (personality) (Muhtarom, 2014). Asas-asas tersebut dimaksudkan untuk terciptanya sebuah perlindungan hukum terhadap pihak-pihak yang bersepakat atau yang membuat perjanjian.

Dalam perjanjian elektronik mengenai pinjaman online ini perlu dikaji, juga ketika telah membuat suatu perjanjian, akan timbul juga pelanggaran antara kreditur dan debitur. Permasalahan yang timbul dari sebuah perjanjian pinjaman online dapat dilakukan oleh pihak debitur yang tidak menepati tanggal jatuh tempo, atau pun oleh pihak kreditur yang menagih utang dengan kekerasan verbal dan tidak manusiawi (Sugangga & Sentoso, 2020). Dalam hal ini, penagihan tidak manusiawi mayoritas dilakukan oleh pinjaman online illegal, namun tidak menutup kemungkinan juga dilakukan oleh penyelenggara pinjaman yang legal. Hal tersebut perlu dikaji lebih dalam terkait perlindungan hukum nasabah dalam perjanjian pinjaman berbasis online, serta bagaimana peran OJK ketika terdapat sengketa antara kreditur, debitur, serta penyelenggara pinjaman berbasis online.

Pembahasan dalam penelitian ini terdapat perbedaan dengan beberapa penelitian terdahulu yang telah membahas mengenai perlindungan hukum dalam pinjaman online, seperti Tika Purnami yang mengangkat judul penelitian “Perlindungan Hukum Bagi Debitur Dalam Pinjaman Online Berbasis Peer To Peer Lending” yang pada pembahasannya “Perlindungan hukum yang diberikan apabila ditemukannya adanya kerugian bagi pihak debitur yaitu pemberian bantuan dan pembelaan hukum terhadap kepentingan debitur yakni berupa pendampingan pengajuan gugatan dipengadilan” (Purnami, 2020). Andi Arvian dan Erlina dengan judul penelitian “Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Pengguna Jasa Pinjaman Online” yang membahas mengenai kebijakan dan regulasi khusus untuk perlindungan konsumen terkait pinjaman online di Indonesia (Agung & Erlina, 2020). Selanjutnya Yusmita, Endang, dan Hufron yang mengangkat judul penelitian “Perlindungan Hukum Terhadap Penerima Pinjaman Uang Berbasis Teknologi Informasi” yang dalam penelitiannya mengemukakan adanya perlindungan hukum internal dan eksternal yang diberikan kepada debitur penerima pinjaman online (Prasetyawati, et. al 2019).

Rumusan dalam penelitian ini adalah mempertanyakan bagaimana perlindungan hukum bagi nasabah pinjaman online dan mempertanyakan bagaimana peran Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dalam melindungi nasabah pinjaman berbasis online.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk memberikan informasi terkait bagaimana regulasi di Indonesia dalam memberikan perlindungan hukum dan peran OJK terhadap nasabah pinjaman online, hal tersebut menjadi landasan penelitian ini diberikan judul “Perlindungan Hukum Bagi Nasabah Pinjam Meminjam Berbasis Online”.

 

Metode Penelitian 

Permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum normatif, dengan mengumpulkan data sekunder yang memberikan penjelasan mengenai hukum primer yang digunakan dalam penelitian ini, antara lain buku-buku, karya tulis ilmiah, makalah, artikel jurnal, dan sebagainya yang berkaitan dengan penelitian ini (Mamudji, 2006). Data dikumpulkan menggunakan metode kepustakaan, kemudian disusun dan dianalisis menggunakan metode deskriptif, hal tersebut dimaksudkan dapat memberikan gambaran seluruh atau sebagian penelitian secara jelas dan terperinci..

Hasil Penelitian

Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang OJK dalam Pasal 28 disebutkan bahwa OJK memililiki kewenangan melakukan tindakan untuk mencegah kerugian bagi debitur dan masyarakat, antara lain: (1) Memberikan informasi dan edukasi kepada masyarakat atas karakteristik sektor jasa keuangan, layanan, dan produknya. (2) Meminta Lembaga Jasa Keuangan untuk menghentikan kegiatan apabila kegiatan tersebut berpotensi merugikan masyarakat. (3) Tindakan lain yang dianggap perlu sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan. Peran OJK dalam memberikan perlindungan hukum bagi debitur salah satunya dengan menerbitkan Peraturan OJK Nomor 77/POJk.01/2016 tentang Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi (POJK LPMUBTI). OJK berwenang untuk mengenakan sanksi administratif terhadap penyelenggara pinjaman online yang merugikan konsumen dan masyarakat berupa: Peringatan tertulis; denda yaitu kewajiban untuk membayar sejumlah uang tertentu; pembatasan kegiatan usaha; pembekuan kegiatan usaha; pencabutan izin kegiatan usaha. Untuk pelanggaran yang memuat penyebaran data, illegal access, serta intimidasi dapat ditindaklanjuti melalui ranah hukum pidana dan melakukan pengaduan kepada Kepolisian Republik Indonesia.

Kelebihan dan Kekurangan

Kelebihan dari penelitian ini ialah :

Memaparkan secara jelas dan lengkap terkait latar  belakang dari permasalahan terkait perlindungan hukum bagi nasabah dalam pinjam meminjam berbasis online.

Penulisan artikel/jurnal ini teratur dan sesuai dengan kaidah pembuatan penulisan, serta penggunaan bahasa pada jurnal ini bersifat baku dan sesuai dengan EYD Bahasa Indonesia yang baik dan benar.

Mencantumkan dasar hukum sebagai dasar dari penelitian yang dilakukan

Kekurangan dari penelitian ini ialah :

Kurangnya penjelasan terkait bagaimana cara nasabah dalam meminta perlindungan terkait pelayanan pinjam meminjam berbasis online.

Saran

Peneliti harus bisa melihat sudut pandang masalah dari sudut pandang lain, tidak hanya melalui satu sudut pandang saja


ARTIKEL 3

Reviewer : Fari Gazianta Mustofa

Dosen Pembimbing : Markus Marselinus Soge, S.H., M.H., CIIQA


PEMENUHAN HAK PELAYANAN KESEHATAN BAGI NARAPIDANA PENDERITA PENYAKIT MENULAR DI LEMBAGA PEMASYARAKAAN KELAS IIB BANJARBARU

Irhamsyah (Politeknik Ilmu Pemasyarakatan)

JUSTITIA : Jurnal Ilmu Hukum dan Humaniora, Vol. 7 No. 3 Tahun 2020

https://jdih.perpusnas.go.id/detail-artikel-hukum/1257000

Latar Belakang 

Lembaga Pemasyarakatan atau yang biasa disebut Lapas adalah tempat untuk melakukan pembinaan terhadap narapidana dan anak didik pemasyarakatan. Selain melakukan pembinaan terhadap narapidana, pihak lapas juga bertanggung jawab penuh terhadap pemenuhan hak-hak narapidana sesuai yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995. Namun pada kenyataannya akibat keterbatasan kapasitas Lapas di Indonesia membuat pembinaan dan pemenuhan hak-hak narapidana menjadi tidak maksimal.

Berdasarkan data dari Sistem Database Pemasyarakatan jumlah total penghuni Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIB Banjar Baru per tanggal 29 April 2020 berjumlah 264 Tahanan dan 1,349 Narapidana dengan kapasitas 798 orang. Dengan demikian saat ini Rutan kelas 1 Tangerang telah overcrowded sebesar 102%. Padatnya tingkat hunian Lapas kelas IIB Banjarbaru dapat menghambat dalam melaksanakan fungsi pelayanan. bahkan tingkat hunian yang berlebih dapat mengakibatkan tingginya tingkat kematian narapidana.

Dalam Pasal 14 huruf d Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995, Tentang Pemasyarakatan, menyebutkan bahwa “Narapidana berhak mendapatkan pelayanan kesehatan dan makanan yang layak”. Sehingga sudah sepatutnya para narapidana untuk memperoleh pelayanan kesehatan yang layak sebagaimana mestinya. Sehingga kesehatan mereka dapat terjaga dan dapat kembali kedalam masyarakat dalam keaadan sehat.

Upaya pemajuan dan perlindungan hak asasi narapidana terhadap hak kesehatan bukanlah hal yang mudah dan dapat dilakukan dalam waktu yang singkat, akan tetapi merupakan suatu proses yang panjang seperti halnya proses pembangunan itu sendiri. Karena itu upaya tersebut perlu dilakukan secara terus menerus, berkelanjutan dan terpadu oleh semua pihak, yakni pemerintah, organisasi-organisasi sosial politik dan kemasyarakatan maupun berbagai lembaga-lembaga swadaya kemasyarakatan serta semua kalangan dan lapisan masyarakat.

Pada hakekatnya pelaksanaan pelayanan apapun terutama dalam hal pelayanan kesehatan pada Lapas dan Rutan akan terganggu manakala jumlah tahanan dan narapidana tidak terkendali serta sarana dan prasarana yang tidak mendukung. Padatnya tingkat hunian dapat menghambat Rutan dan Lapas dalam melaksanakan fungsi pelayanan atau pembinaan. Bahkan tingkat hunian yang berlebih (overcapacity) dapat mengakibatkan tingginya tingkat kematian narapidana.

Kepadatan penghuni di dalam Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIB Banjarbaru mengakibatkan timbulnya masalah-masalah baru di dalamnya. Masalah yang dominan terjadi akibat kondisi yang demikian ini adalah adanya penurunan tingkat kesehatan bagi narapidana. Selain akibat dari kepadatan penghuni Lapas terdapat juga penyakit bawaan yang sudah di derita oleh narapidana tersebut sebelum ia menghuni Lapas yang berpengaruh terhadap kondisi kesehatan narapidana lainnya.

Dalam hal ini apabila terdapat narapidana yang menderita penyakit menular seperti TBC, HIV/AIDS, Heptitis dan penyakit menular lainnya yang harus mendapatkan pelayanan yang ekstra dan dilayani oleh petugas kesehatan Lapas, dimana mereka sangat membutuhkan pelayanan kesehatan secara intensif dan penuh dengan keseriusan serta perhatian khusus. Berdasarkan Peraturan Pemerintah nomor 32 tahun 1999 tentang syarat dan tata cara pelaksanaan hak warga binaan permasyarakatan khususnya Pasal 16 ayat (3) disebutkan apabila dari hasil pemeriksaan kesehatan narapidana ditemukan penyakit menular atau membahayakan, maka penderita tersebut dirawat secara khusus.

Kebutuhan khusus inilah yang seharusnya menjadi perhatian pihak-pihak yang berwenang membuat kebijakan hukum pidana. Keberadaan narapidana penderita penyakit menular secara tidak langsung tentu menjadi sebuah ancaman bagi narapidana lain. Dengan demikian untuk menghindari hal-hal yang tidak diharapkan terjadi pada narapidana lain maka narapidana penderita penyakit menular perlu ditempatkan di sel tersendiri. Karena bagaimanapun terjangkitnya seorang narapidana dengan penyakit berbahaya dan menular tidak membuat narapidana tersebut lepas atau menerima pengurangan pemidanaan. Oleh sebab itu, resiko penularan bahkan kematian terhadap narapidana sangatlah besar.

Seperti halnya yang beberapa waktu yang lalu termuat di tribunnews Surabaya dimana narapidana pengidap penyakit TBC meninggal dunia pada tanggal 31/12/2019 di Lapas Kelas IIB Tulungagung. Dimana ia kurang mendapatkan perhatian dan pelayanan kesehatan yang memadai karena keterbatasan sarana dan prasarana yang ada didalam Lapas. Dengan demikian diperlukannya perlakuan yang terbaik demi memenuhi pelayanan kesehatan bagi narapidana terutama narapidana yang menderita penyakit menular di Lapas. Karena bagaimanapun pihak Lapas bertanggung jawab penuh terhadap kondisi kesehatan Narapidana.

Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini ialah untuk dapat merumuskan apa yang menjadi masalah utama dan cara mengatasinya. Dengan kata lain merupakan penelitian problem identification sekaligus juga problem solution.

 

Metode Penelitian 

Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan ini yaitu menggunakan metode penelitian hukum normatif yaitu penilitian berdasarkan doktrin-doktrin maupun undang-undang dalam ilmu hukum. Penelitian normatif ini menggunakan sumber bahan hukum sekunder, primer, dan tersier. Semuanya diperoleh dengan melakukan penelusuran melalui perpustakaan, pusat dokumentasi hukum dan melalui media internet.

Hasil Penelitian

Pelaksanaan layanan kesehatan bagi Narapidana penderita penyakit menular di Lembaga Pemasyarakatan Klas IIB Banjarbaru sudah diberklakukan secara khusus berbeda dari narapidana lainnya. Namun, dalam pelaksanaannya belum dapat dilakukan dengan maksimal. Hal ini dibuktikan dengan adanya Overcrowded atau jumlah Narapidana yang melebihi daya tampung, dengan tenaga kesehatan yang hanya terdiri dari 2 orang Perawat, dan dokter yang datang setiap satu bulan sekali, ketersediaan ruang yang belum memadai seperti belum adanya laboratorium dan klinik gigi serta persediaan obat yang kurang lengkap.

Kendala-kendala yang dihadapi oleh aparat lembaga pemasyarakatan dalam melaksanaan pelayanan kesehatan bagi Narapidana penderita penyakit menular di Lembaga Pemasyarakatan Klas IIB Banjarbaru adalah fasilitas dan kapasitas lapas serta kuantitas petugas kesehatan. Seperti kapasitas lapas yang melebihi kapasitas daya tampung, fasilitas unit pelayanan kesehatan atau poliklinik yang kurang lengkap, jumlah tenaga kesehatan yang minim, dan tidak adanya ambulan yang dapat menghambat pelaksanaan pelayanan kesehatan.


Kelebihan dan Kekurangan

Kelebihan dari penelitian ini ialah :

  • Memaparkan secara jelas dan lengkap terkait latar  belakang dari permasalahan terkait Pemenuhan Hak Pelayanan Kesehatan Bagi Narapidana Penderita Penyakit Menular Di Lapas Banjarbaru.
  • Penulisan artikel/jurnal ini teratur dan sesuai dengan kaidah pembuatan penulisan, serta penggunaan bahasa pada jurnal ini bersifat baku dan sesuai dengan EYD Bahasa Indonesia yang baik dan benar.
  • Mencantumkan dasar hukum sebagai dasar dari penelitian yang dilakukan

Kekurangan dari penelitian ini ialah :

  • Terdapat beberapa sub judul yang harusnya tidak menjorok kedalam malah menjorok
  • Terdapat paragraf yang harusnya menjorok kedalam malah tidak menjorok.

Saran

Peneliti harus mengecek kembali kerapihan tulisan sebelum dipublish sehingga tulisan dapat terlihat lebih rapih.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun