“Aku menanyakan mu ,gadis muda. Siapa kau?” ucap perempuan Indonesia itu menatap tajam Tiffany.
Orang ini.. dia bisa melihatku?
“Ehm, saya Tiffany, saya adalah…… hmm bagaimana mengatakannya ya?” ujar Tiffany sambil menggaruk kepalanya dengan raut kebingungan.
Perempuan itu kembali menatap Tiffany, “Saya Mevrouw, saya lihat anda bukan orang jahat dan berbahaya, anda juga terlihat asing dan kebingungan, marilah masuk ke rumah saya”
Rumahnya dapat dikatakan bagus pada masa itu. Perabot kayunya membuat rumah itu terkesan berkelas dan sederhana secara bersamaan. “Kau sudah mendengarnya kan?” tanya Mevrouw tiba-tiba.
“Maaf?” tanya Tiffany kebingungan. “Di balik semak itu, aku tahu. Sekarang apakah kau bersedia membantuku?” tanya Mevrouw lagi. Ia mengajak Tiffany untuk duduk di sofa yang terletak di ruang tamu.
“Ah, maaf sebelumnya, karena saya telah mendengar percakapan anda dengan kedua suami isteri itu, katakanlah apa yang bisa saya bantu, jika itu masuk akal, saya akan mengabulkannya” ujar Tiffany dengan sungguh-sungguh.
“Sebenarnya saya tidak meminta bantuan besar, saya hanya ingin menanyakan sesuatu. Kau tahu ketidak adilan yang dialami pribumi di sini kan? Apakah mereka sudah merdeka?” tanya Mevrouw penasaran.
“Eh? Mereka? Ah, iya. Mereka sudah merdeka. Mereka disebut bangsa Indonesia sekarang” jawab Tiffany sedikit heran. Apakah ia juga tahu jika aku berasal dari masa depan?
Mevrouw tersenyum senang mendengar jawaban tersebut. Setetes air mata mulai membasahi pipinya, ia berkata,” Slotering pasti senang mendengarnya, ia sangat membela kaum pribumi. Satu hal lagi, apakah kau bisa membuat jenderal gouverneur dan bupati Lebak dipecat? Mereka adalah orang yang berhati kejam.”
“Eh?” permintaan Mevrouw selanjutnya membuat Tiffany mengerutkan alisnya. Lalu dengan hati-hati Tiffany kembali melanjutkan kata-katanya,” Saya rasa anda tentu tahu sekarang siapa saya dan dari mana saya berasal, namun maaf sekali permintaan anda harus saya tolak, karena permintaan anda akan merubah atau bahkan menghancurkan masa depan.”