“Serahkan kerbaunya!” sebuah teriakan membuat Tiffany mengalihkan pikirannya dan memfokuskan pandangannya pada sumber suara.
“Tapi ini kerbau saya satu-satunya, kalau tidak ada kerbau, bagaimana saya membajak sawah?” seorang pria dengan topi petani itu berlutut dan memohon pada orang yang memaksa mengambil kerbaunya , kira-kira usianya 60 tahun, badannya terlihat sangat kurus.
“Saya tidak peduli! Serahkan kerbaunya atau anda mau saya tembak?” orang menarik pistol yang ada di saku celana kirinya. Dan dengan berat hari bapak petani itu menyerahkan tali kerbaunya. Tiffany melihat kejadian tersebut dengan wajah heran.
Bukankah yang menjajah Indonesia adalah Belanda? Tapi tadi yang merampas itu adalah orang pribumi juga, apa sebenarnya yang terjadi? Ini memusingkan!! Ibu!!! Aku ingin segera kembali ke masa ku!
Tiffany melihat jam tangan yang ada di genggamannya itu, dan mengutak-atiknya. “Kumohon, bekerjalah!” ucapnya sambil menutup mata dan menggenggam erat jam tangan itu. Namun tanggal 17 Oktober 2016 yang ia atur itu tidak pernah datang. Tiffany membuka matanya dengan perlahan, sorot matanya menunjukkan perasaan kecewa yang mendalam. Dengan perasaan kecewa nya itu, Tiffany melangkahkan kakinya di sekitar area sawah.
SRET
Seorang petani tua menabrak tubuh Tiffany, namun sepatah kata ‘maaf’ itu tidak diucapkan olehnya. “Kupikir orang zaman dulu adalah orang yang memiliki moral dan kesopanan” ucap Tiffany dengan sarkasme. Namun, kata-kata sarkasme nya itu tidak membuat petani tua berbalik. Tiffany akhirnya memustuskan untuk mengelilingi daerah itu tanpa arah dan tujuan yang pasti.
SRET
Dua orang dari arah yang berlawanan kembali menabrak Tiffany. Mengulang hal yang sama, kedua orang tersebut juga tidak mengucapkan permintaan maaf. Tiffany kesal, namun tiba-tiba sebuah pikiran konyol melintas di pikirannya.
“Jangan bilang jika aku…”
Aku transparan?