Mohon tunggu...
Fransisca Dewi Eva Chatalina
Fransisca Dewi Eva Chatalina Mohon Tunggu... Sekretaris - Mahasiswa UIN Raden Mas Said Surakarta

Hukum Keluarga Islam

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Urgensi Pencatatan Pernikahan Ditinjau dari Hukum Positif Indonesia dan Hukum Islam

23 Februari 2023   16:33 Diperbarui: 23 Februari 2023   17:25 296
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Sebelum lahirnya Undang-Undang Perkawinan, peraturan, tata cara dan legalitas perkawinan di Indonesia pada umumnya didasarkan pada hukum agama dan adat masing-masing. Menurut hukum adat, perkawinan adalah perjanjian antara seorang pria dan seorang wanita yang membentuk keluarga, dilakukan menurut adat dan agama, serta melibatkan keluarga, saudara laki-laki, dan kerabat kedua belah pihak. Kemudian, orang berpikir bahwa aturan ini tidak lagi berlaku untuk kebutuhan dan masalah saat ini. Perkawinan yang hanya berdasarkan hukum agama dan hukum adat tidak menjamin kepastian hukum apabila di kemudian hari timbul peristiwa hukum atau konflik antara para pihak. Dalam hal ini, saat ini belum ada bukti konklusif yang dapat digunakan sebagai dasar untuk menyelesaikan kontradiksi tersebut.

Di Indonesia, di mana perkawinan sangat erat hubungannya dengan agama/spiritualitas, perkawinan menjadi sah secara hukum setelah UU Perkawinan disahkan. Semua warga negara tunduk pada peraturan pernikahan hukum yang sama. Oleh karena itu, setiap orang wajib mentaati semua hukum yang berlaku, termasuk Undang-Undang Perkawinan, yang merupakan landasan untuk menegakkan kepastian hukum tentang hukum keluarga, hak milik, dan akibat hukum perkawinan.

Pembahasan

A.  Analisis Sejarah Perkawinan Di Indonesia

Sejarah percatatan perkawinan di Indonesia akan berkaitan dengan sejarah pembentukan undang-undang perkawinan, karena percataran perkawinan ini adalah bagian dari undang-undang perkawinan. Sejarah ini akan mengahsilkan Undang-undang perkawinan No.1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Sejarah hukum perkawinan dapat dibagi menjadi dua kategori, yaitu pada masa sebelum terciptanya dan berlakunya UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, dan setelah terciptanya dan berlakunya UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.

 1. Sebelum lahirnya UU Perkawinan

Stijn van Huis dan Adriaan Bedner berpendapat, sebelum tahun 1974 penduduk Indonesia tunduk pada banyak peraturan perkawinan yang diwarisi dari bekas penjajahan pemerintah kolonial. Sistem hukum perkawinan tersebut diantaranya, hukum perkawinan adat, hukum perkawinan islam, KUHPerdata (BW), dan HOCI.

a. Hukum Perkawinan Adat

Arti hukum adat, menurut Hilman Hadikusuma, merupakan ikatan lahir dan batin antara pria dan Wanita untuk saling memenuhi hak dan kewajiban juga untuk mendapatkan keturunan sebagai penerusnya. Perkawinan tidak hanya menyangkut kedua belah pihak keluarga saja melainkan juga masyarakat , bahkan arwah leluhurnya.

b. Hukum Perkawinan Islam

Pada masa penjajahan belanda berlaku hukum perkawinan Compendium Freijer, yang berisi aturan-aturan hukum perkawinan dan hukum waris menurut islam (VOC 1757-1765), Pada masa Daendels (1800-1811) dan Thomas S. Raffles (1811-1816), hukum Islam merupakan hukum yang berlaku bagi masyarakat. Kemudian lahir teori reception in complex yang dibawa oleh Van Den Berg, bahwasanya syariat islam berlaku bagi pemeluknya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun