“Kamu tak bisa menunggu besok? Aku punya pekerjaan penting yang tak bisa ditunda.”
“Ini hari ulang tahunku. Aku menunggumu di sini.”
Terdengar suara mendesah panjang dari ujung sana. Lalu sayup-sayup terdengar suara seorang perempuan.
Aku menajamkan telinga. Berusaha mendengarkan suara yang hanya selintas. Gagal.
“Kau sedang bersama seseorang?”
“Siapa? Tidak. Hanya sendirian.”
”Aku mendengar suara perempuan.”
“Perempuan? Tidak. Kau salah dengar. Di sini tidak ada siapa-siapa.”
“Tidak, aku memang mendengarnya.”
“Hmmm… tunggulah di sana. Aku segera tiba.”
Jam-jam berlalu begitu lambat. Aku berusaha mengeja pelan-pelan dalam hati. Apa yang harus kuucapkan atau kulakukan nantinya. Kegelisahan, tidak─tepatnya kemarahan, mulai merasukiku manakala hari merambat gelap dan lelaki itu tak kunjung datang. Padahal, aku sudah memesan cangkir keempat. Aku mulai kehilangan kesabaran. Ketika aku mengambil tas dan hendak beranjak pergi, lelaki itu muncul dengan nafas terengah-engah.