Mohon tunggu...
Dwi Fitriani
Dwi Fitriani Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa

Membaca

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Adat Pernikahan dan Larangan Poligami di Desa Penglipuran

10 November 2022   17:21 Diperbarui: 10 November 2022   17:38 1557
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Abstrak

Indonesia merupakan negara yang kaya akan budaya, tradisi dan adat istiadatnya. Dan terdiri dari beragam agama, salah satunya agama Hindu yang merupakan agama mayoritas masyarakat di provinsi Bali sejak 700 tahun silam.

 Budaya dan agama Hindu sangat melekat di jiwa masyarakatnya khususnya masyarakat adat Desa Panglipuran Kab. Bangli yang masih mempertahankan budaya dan hukum adatnya hingga saat ini termasuk adat pernikahannya. Perkawinan secara nyentana di Desa adat Penglipuran memiliki keunikan tersendiri mengingat sistem kekeluargaan di Bali menganut sistem kekeluargaan patrilinial. 

Melangsungkan perkawinan secara nyentana, dimana pihak perempuan menjadi laki-laki atau kapurusa dan pihak laki-laki menjadi perempuan atau predana. Metode yang digunakan mengunakan metode penelitian hukum empiris yang dapat dilihat dari berbagai perspektif.

 Di desa adat Penglipuran upacara perkawinan memiliki keunikan yang berbeda dengan desa lainnya di Bali, upacaranya dilangsungkan di tempat perempuan dan melamar laki-laki kemudian dilangsungkan upacara di bale enem dengan banten ajengan popolan dan menatab biekaon yang dipimpin oleh Jero Kuyuban. 

Dalam status adat, pihak istri menjadi kepala keluarga dan pihak suami mewakili ayah-ayahan desa, namun di dalam kedinasan pihak suami tetap menjadi kepala keluarga. Untuk kaum lelaki pula dilarang berpoligami, apabila melanggarnya maka akan ada sanksi yang diterima.Dan hal demikian sudah menjadi adat dan tradisi di Desa Penglipuran.

Kata kunci : Adat; Tradisi; Pernikahan; Poligami; Sanksi

PENDAHULUAN

Kuliah Kerja Lapangan (KKL) adalah salah satu kegiatan yang menjadi agenda rutin di setiap program studi Ahwal Syakhsiyah (AS). Kegiatan ini bertujuan untuk mengetahui lebih dalam mengenai program studi pada Perguruan Tinggi Keagamaan Islam, yang lain melalui kegiatan-kegiatan, seperti pengenalan atmosphere academic, tinjauan sistem akademis, kuliah umum, diskusi, peninjauan kepustakaan yang berkaitan dengan skripsi, dan budaya perkuliahan yang di lakukan dengan program studi yang sama di PTKAI yang lain.

PTKI yang menjadi pembanding adalah PTKI yang dianggap memiliki kredibilitas yang lebih baik, khususnya terhadap program studi yang bersangkutan. Hal ini dapat di nilai dari lama berdirinya program studi yang bersangkutan, kualitas lulusan (alumni), sarana dan prasarana perkuliahan, dan memiliki jaringan (link) yang baik sehingga memungkinkan alumninya untuk dapat di terima di dunia kerja.

Sebagai program studi yang ingin terus berinovasi, tentu saja Program Studi Ahwal Syakhsiyah (AS) di SETIA WS masih memerlukan pembenahan diri, dan masih memerlukan acuan terhadap komponen-komponennya. Untuk itu, SETIA WS mengadakan Kuliah Kerja Lapangan (KKL) di Desa Panglipuran yang dikenal dengan keunikan adatnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun