Fithro mencoba memahami.. dia tahu semua tentang melis, karena fithro dan melis sudah berteman dari kecil sampai saat ini.
Namun, orang tua melis izin untuk kerja ke luar negeri untuk menambah penghasilan dan berjanji untuk pulang secepatnya, tapi semua janji itu hanyalah tipuan semata karena pada nyatanya sampai sekarang kedua orang tuanya belum pernah sekalipun pulang ke Indonesia untuk memenuhi janjinya itu. Mereka hanya mengirim uang saku ke melis setiap bulannya tanpa pernah telat sedikitpun. Padahal bukan uang saja yang melis butuhkan, melainkan kasih sayang dari orang tuanya.
“Besok temani aku ya?” pinta melis, dan tak ada angin maupun debu tiba-tiba mata gadis itu kembali memerah menahan tangis, jujur dia sudah lelah dengan hidupnya.
Fithro hanya menganggukkan kepalanya dan merentangkan kedua tangannya untuk memeluk melis dengan hangat.
Kini gadis itu terbaring lemas di atas brankar rumah sakit, kemoterapi yang baru saja dia jalani ternyata berdampak besar pada dirinya.
“Fithro, kira-kira kedepannya bakal gimana ya?” tanya melis, gadis itu menatap langit-langit rumah sakit, sambil sesekali memejamkan mata dengan menahan rasa sakit yang terasa menggerogoti isi kepalanya.
“Everything gonna be okey, Lis.. asal kamu rajin kemoterapi, semua akan baik-baik saja kok” Jawab fithro menenangkan.
Melis menghela nafas keras, mencoba bersabar dengan apa yang sudah ditakdirkan pada dirinya, walaupun kepalanya masih merasakan sakit yang luar biasa.
“kamu bawa bukuku kan?”
“iya ini, kamu mau bawa sendiri,?” Melis mengangguk dan menerima buku yang di berikan fithro.
*****