Mohon tunggu...
Fatihatul Insan Kamil Ramadhani Imama
Fatihatul Insan Kamil Ramadhani Imama Mohon Tunggu... -

Fatihatul Insan Kamil Ramadhani Imama (fikri)

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Inilah Keajaiban Alam, Aku Mempercayainya

10 Desember 2012   14:52 Diperbarui: 24 Juni 2015   19:53 589
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

“Di! Semester depan gue ga mau ngulang Manajemen Operasi!”

“Kenapa? Dua semester lagi? Nunggu si Ibu ke Norwegia?”

“Engga, gue males ngulang. Gue dapet B!”

“Lo emang bangsat kayak babi! Hoki lo gede kayak anjing!”

“Hahahaha.”

***

Kalau ujian Statistika I saya lalui dengan menahan kantuk, lain lagi dengan Statistika II. Walau sebenarnya saya suka matematika, tapi statistik itu beda persoalan. Statistika itu seperti angka-angka yang dikombinasikan dengan rumus kemudian memunculkan rumus turunan baru, lalu muncul turunannya lagi. Secara kasar, statistika itu adalah ternak rumus untuk diambil keturunannya.

Dosen Statistika II adalah dosen impor. Beliau tidak berasal dari Fakultas Ekonomi, tapi dari Fakultas Matematika dan IPA. Jadi, apa yang saya harapkan dengan dosen yang sehari-harinya mengajar mahasiswa yang berkutat dengan angka? Soal bilangan prima dan KPK atau FPB.

Saya sekelas dengan Nugroho, Pakpahan, Bison, Taufiq, dan Yudis. Mereka sebelas duabelas dengan saya. Dari empatbelas kali pertemuan di kelas Statistika II, saya hanya masuk empat kali. Saya ingat, tujuan saya masuk selain untuk mengumpulkan tugas, juga untuk memberikan panduan tanda tangan agar dapat ditiru oleh teman-teman keren saya.

Alasan saya sepele, kuliah Statistika II dimulai jam tujuh pagi. Saya tidak akan bangun pagi kecuali untuk hal yang penting. Statistika II dengan dosen impor bukan salah satu hal yang penting menurut saya. Singkat cerita, ujian akhir semester sudah menunggu keesokan hari. Saya belajar, eh maksudnya saya membuka-buka buku. Melihat rumus yang terus saja memberi keturunan, saya lebih baik mendongakkan kepala ke langit, dan berharap semesta yang mengerjakan sisanya. Yang penting saya sudah usaha membuka buku.

Ujian berlangsung. Nugroho duduk tepat di depan pengawas, saya di belakangnya, lalu Bison, Pakpahan, dan Taufiq. Begitu soal dibagikan, saya tertawa. Soalnya bahasa inggris! Sekali lagi, soalnya bahasa inggris! Bukan, bukan saya tidak mengerti bahasa inggris. Tapi kombinasi angka dan bahasa indonesia saja hampir mustahil dikerjakan, apalagi dengan bahasa inggris.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun