Mohon tunggu...
Fatihatul Insan Kamil Ramadhani Imama
Fatihatul Insan Kamil Ramadhani Imama Mohon Tunggu... -

Fatihatul Insan Kamil Ramadhani Imama (fikri)

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Inilah Keajaiban Alam, Aku Mempercayainya

10 Desember 2012   14:52 Diperbarui: 24 Juni 2015   19:53 589
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

DotA adalah sejenis permainan strategi perang yang bisa dimainkan berbarengan via LAN. Dengan bantuan perangkat komputer tentunya. Oleh karena itu, berangkatlah empat orang jenius tersebut menuju pusat penyewaan game komputer di daerah jl. Monumen Jogja Kembali.

***

Jam memukul setengah tujuh. Sesuai kesepakatan dan keselamatan masa depan, empat orang jenius itu pulang ke kost masing-masing. Saya tiba di kost saat jarum pendek di angka tujuh, jarum panjang di angka dua belas. Jam tujuh tepat. Tak mandi, cuma cuci muka dan sikat gigi, serta sarapan rokok sebatang, saya berangkat ke kampus.

Sampai di kampus saya langsung menuju ruang kejadian perkara. Saya menempati nomer kursi yang diharuskan. Lima menit kemudian soal dibagikan. Jreeeeeengg! Begitu membaca soal nomer satu, mendadak kepala menjadi berat. Isi otak hanya asap rokok. Dan gorengan. Materi yang sudah saya hapal dan pahami sedikit-demi sedikit tergantikan rasa kantuk yang amat sangat. Konsentrasi mengerjakan soal tergantikan dengan membayangkan gambar kasur beserta bantal dan guling.

Saya tahu dengan gampang saya menyegarkan ingatan kembali dengan membuka buku. Sifat ujian yang ‘open book’ memperbolehkannya. Saat itu rasanya berat banget buat buka buku. Lebih berat lagi membuka mata. Saya mengantuk parah. Kalau sifat ujian itu ‘open your eyes’, mungkin sedikit membantu. Dua jam total waktu yang disediakan untuk mengerjakan ujian saya gunakan untuk menahan mata agar tidak terpejam. Saya sudah siap mengulang mata kuliah yang sama semester selanjutnya.

Begitu nilai keluar, huruf B berdiri di samping nama saya. Ajaib.

***

Itu baru mata kuliah Statistika I, ada juga ujian Manajemen Operasi di semester empat. Saya ingat, ujian tengah semester saya hanya mendapat nilai yang keren. Begitu kertas hasil ujian dibagikan, saya tertawa di tengah kelas. Saya mendapat prestasi yang membanggakan, nilai saya terendah di kelas. Hanya 19.

Berbekal pengalaman itu, saya pinjam hasil ujian teman yang saya anggap pintar, Aidi. Ia mendapat nilai di atas 80. Memang, ia termasuk anak yang rajin dalam urusan akademis. Saya pelajari pola jawaban dan struktur kalimatnya. Ternyata dosen senang yang bertele-tele. Yang penting panjang, jawabannya memutar-mutar dan tidak menjawab pertanyaan.

Ujian akhir dilaksanakan. Modal saya hanya belajar dari ringkasan materi tiap bab dan cara menjawab yang dosen senangi. Baru tiga puluh menit berjalan, si Aidi sudah melancarkan serangan psikis. Dia berdiri dan menuju meja pengawas ujian. Lalu meminta lembar jawab yang baru dan kembali ke tempat duduknya. Di sana, saya yakin ia pamer kalau lembar jawab yang pertama sudah habis terisi tinta pulpen dengan cara membolak-balik dengan suara berlebihan agar semua mata memandangnya.

Sialan! Saya pandangi lembar jawab saya. Agak lama. Lembar jawab masih hanya berisi nama dan tanggal. Tapi soalnya sudah penuh, dengan gambar gunung dan matahari.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun