Mohon tunggu...
Fifin Nurdiyana
Fifin Nurdiyana Mohon Tunggu... Administrasi - PNS

PNS, Social Worker, Blogger and also a Mom

Selanjutnya

Tutup

Hukum Artikel Utama

Cegah Aksi Vigilantisme, Bangun Kepercayaan Publik dan Capai Supremasi Hukum

12 Maret 2022   18:28 Diperbarui: 14 Maret 2022   18:15 1211
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi supremasi hukum. (KOMPAS/JITET)

Maka tak heran jika tindakan anarkis seringkali terjadi jika seseorang yang terduga pelanggar hukum jatuh di tangan masyarakat secara langsung. 

Masyarakat menganggap bahwa reaksi para penegak hukum sangat lamban dan mudah untuk diintervensi, sehingga masyarakat sering menyebut bahwa hukum di Indonesia tumpul ke atas namun tajam ke bawah.

2. Kurangnya pengetahuan masyarakat terhadap upaya penegakan hukum yang berlaku. Banyak masyarakat yang tahu aturan tapi tidak tahu bagaimana hukum akan bertindak ketika aturan tersebut dilanggar. 

Biasanya kelompok masyarakat ini akan mudah membuat pembenaran-pembenaran atas perbuatan mereka sehingga terkesan merendahkan hukum yang berlaku.

3. Rendahnya kontrol dari para pemuka masyarakat yang semestinya menjadi kepanjangan tangan bagi pemerintah dan para penegak hukum dalam mencegah terjadinya aksi vigilantisme. 

Situasi yang demikian akan memberi celah lebar bagi sekelompok masyarakat yang menganut paham vigilantisme.

4. Faktor sosial budaya juga membawa pengaruh terjadinya aksi vigilantisme. Ada beberapa daerah yang masyarakatnya memang memiliki karakteristik yang memungkinkan aksi vigilantisme tumbuh subur. 

Selain itu, ada beberapa masyarakat yang masih menggunakan sanksi adat dalam menyikapi sebuah persoalan yang menyimpang dari nilai dan norma hukum di masyarakat tersebut. 

Salah satu contoh sanksi adat bagi pelaku zina di desa Teratak Kabupaten Kampar, dimana mereka yang terduga melakukan zina akan dibotakan dan diarak keliling kampung serta mengalami pengusiran. 

Tentu saja, sanksi adat seperti ini hidup di tengah-tengah masyarakat tanpa perlu adanya peraturan perundang-undangan dalam bentuk tertulis. Meski seiring perkembangan zaman, sanksi adat seperti ini sudah sangat jarang terjadi berganti dengan hukum yang tertulis. 

Namun, harus digarisbawahi, bahwa budaya dan adat istiadat akan melahirkan karakter-karakter sesuai dengan dimana masyarakat tinggal dan berinteraksi dengan komunitas sosialnya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun