Mohon tunggu...
Muhammad Fauzil Adzhim
Muhammad Fauzil Adzhim Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - Siswa MTsN Padang Panjang

jangan tinggalkan sholat mu sebelum engkau di sholat kan

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Hati yang Valiant: Cinta dan Sakit Perang

17 April 2024   13:51 Diperbarui: 17 April 2024   13:56 107
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

"Hey, hentikan perbuatan konyol kalian. Dia bukan seorang tentara Jerman. Kalian pengecut, tikus kotor yang suka bergumul dengan sampah Lantangku dengan wajah merah.

"Siapa kau, Lagipula kami hanya bermain sejenak dengan orang ini. Kita tak akan bisa melakukan ini jika telah sampai di medan perang."

"Sudahlah, biarkan saja mereka. Lagipula aku tidak apa-apa diganggu oleh mereka. Jangan mudah terpancing emosi, kita semua kawan disini. Kita akan melawan Jerman bersama." Jawab pria yang kutolong tadi sambil menarik tanganku keluar kerumunan.

Pria itu terlihat sangat jantan. Kulitnya yang berwarna sawo matang, kumis tebal, tubuh besar tinggi dan agak berisi. Serta tidak lupa pula aku memperhatikan otot di tangannya yang agak besar. la adalah pria sejati. Aku mengulurkan lenganku untuk berjabat tangan tanda persahabatan dan melempar senyum hangat padanya.

"Halo, namaku Emil. Aku berasal dari Saint Mihiel. Aku datang kesani untuk pergi ke tempat pelatihan militer di luar kota. Senang bertemu denganmu."

"Namamu Emil? Itu bagus. Perkenalkan namaku Fredy. Aku adalah seorang tentara prancis yang akan berangkat ke garis depan. Kurasa cukup disini kita berterni. Aku sangat sibuk."

Setelah berkenalan dan berjabat tangan tanda persahabatan, pria itu dengan langkah mantap meninggalkan diriku. Aku hanya mematung untuk beberapa saat karena ia akan langsung bertaruh nyawa di medan perang. Peluit kereta api berbunyi memecah lamunanku, bergegas kakiku mempercepat langkah dan masuk ke salah satu gerbong penumpang. Sempit, sesak dan berdesakan adalah sahabatku selama perjalanan yang membosankan ini. Selama dalam perjalanan menuju kota, aku hanya terdiam dan melihat ke jendela gerbong di sampingku Setidaknya hamparan hijaunya peternakan Saint Mihiel membuat kepalaku sedikit tenang Melihat awan membayangi bumi dan semburat cahaya matahari membuat diriku yakin bahwa perjalanan tidak akan terlalu berisiko bagiku.

Peluit kereta api berbunyi panjang. Asap tebal hasil pembakaran batu bara pada mesin usp kereta mengepul di sekitar pemberhentian kereta. Pintu gerbong mulai terbuka serentak para

penumpang berebut keluar gerbong. Aku yang tidak tahu apa-apa akhirnya ikut terseret dalam lautan manusia tu. Setidaknya dalam beberapa menit ke depan aku akan terus berimpitan dengan manusia disini. Melanjutkan perjalanan setelah keramaian di Stasion, aku melibat sebuah kompleks bangunan dan benteng tua yang berdiri kejauhan dari pandangan mataku Bangunan terbuat dari ribuan batu bata dan berwarna kecokelatan, puluhan daun jendela yang menempel di dinding membuat indah bangunan disana. Betul sekali, sesuai dengan tebakanrku terupat ini adalah Kamp pelatihan militer. Aku akan menghabiskan waktu dan berkutat dengan senjata, berlari dan merunduk di lumpur dan belajar tiarap jika diperlukan.

Suara peluit kencang membangunkan diriku dari sebuah ranjang. Kulihat banyak orang yang nampak tergesa-gesa bersiap untuk berbaris di tengah lapang. Hiruk pikuk ini membuatku merasa tidak nyaman. Dengan mengumpulkan tenaga pagi itu, aku bersiap secepat mungkin Suara derap langkah kaki mendekati ruangan ku dan para tentara lain. Pintu ruanganku di dobrak. Seorang perwira militer meneriaki kami. Kaget tersentak, aku langsung memakai seragamku, mengikatkan sabuk dan mengangkat ransel milikku.

"Kalian semua adalah warga sipil yang terpilih. Kalian telah diberi tugas oleh negara untuk ikut dalam perang ini. Tugas kalian adalah membasmi pasukan Jerman keparat itu. Kita bebaskan Verdun, kita bebaskan Somme, dan kita bebaskan kota lainnya"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun