OBJEK SOSIOLOGI HUKUM
Objek sosiologi hukum dibagi menjadi dua macam yaitu Objek Meterial dan Objek Formal.
Objek material, Objek material sosiologi adalah kehidupan sosial, gejala-gejala, dan proses hubungan antar manusia yang mempengaruhi kesatuan hidup manusia itu sendiri.
Objek formal, Objek formal sosiologi ditekankan pada manusia sebagai makhluk sosial atau masyarakat. Dengan demikian, objek formal sosiologi adalah hubungan antarmanusia serta proses yang timbul dari hubungan manusia di dalam masyarakat.
obyek sosiologi hukum adalah hubungan timbal balik antara hukum dengan objek-objek sosiologi. Untuk itu, penting untuk memahami pengertian sosiologi menurut para ahli.
PENGERTIAN SOSIOLOGI HUKUMÂ
SOSIOLOGI
- Hubungan dan pengaruh timbal balik antara aneka macam gejala-gejala sosial (misalnya antara gejala ekonomi dengan agama; keluarga dengan moral; hukum dengan ekonomi, gerak masyarakat dengan politik, dsb). (Piritim Sorokin)
- Hubungan dan pengaruh timbal balik antara gejala sosial dengan gejala-gejala non-sosial (misalnya gejala geografis, biologis, dsb).
- Ilmu yg mengkaji struktur sosial dan proses sosial berserta berbagai perubahan yg terjadi di dalamnya (Selo Sormarjan,1987:14).
HUKUMÂ
Hukum adalah seperangkat aturan yang sudah ditetapkan dan di sahkan oleh pemerintah untuk mengatur perilaku masyarakat.
Menurut P. Borst yang dimuat dalam buku Pengantar Ilmu Hukum memberikan pengertian hukum dengan keseluruhan peraturan bagi kelakuan atau perbuatan manusia di dalam masyarakat yang pelaksanaannya dapat dipaksakan dan bertujuan mendapatkan keadilan".
Hukum adalah ketentuan-ketentuan yg menjadi peraturan hidup suatu masyarakat yg bersifat mengendalikan, mencegah, mengikat dan memaksa. Ketentuan-ketentuan yg menetapkan sesuatu yang boleh dikerjakan, harus dikerjakan, dan terlarang untuk dikerjakan.
Hukum adalah ketetapan yg mengatur tata cara perbuatan manusia yg sudah dewasa (mukallaf). Tuntutan dan ketetapan yg mengatur manusia untuk meninggalkan atau mengerjakan perbuatan tertentu.
MENURUT PARA AHLIÂ
Sosiologi hukum didefinisikan sebagai suatu cabang ilmu pengetahuan yang secara analitis dan empiris menganalisis atau mempelajari hubungan timbal balik antara hukum dengan gejala-gejala sosial lainnya (Soerjono Soekanto dalam buku Mengenal Sosiologi Hukum, Penerbit Citra Aditya Bakti, Bandung, 1989).
Pengertian sosiologi hukum (sociology of law) adalah pengetahuan hukum terhadap pola prilaku masyarakat dalam konteks sosialnya (Satjipto rahardjo dalam buku Ilmu Hukum, Penerbit Alumni, Bandung, 1982).
R. Otje Salman berpendapat sosiologi hukum adalah ilmu yang mempelajari hubungan timbal balik antara hukum dengan gejala-gejala sosial lainnya secara empiris analitis.
SOSIOLOGI HUKUM ISLAM
Sosiologi hukum membahas pengaruh timbal balik antara perubahan hukum dan masyarakat. Pengaruh hukum dapat mempengaruhi perubahan masyarakat, dan sebaliknya perubahan masyarakat dapat menyebabkan terjadinya perubahan hukum (Soerjono Soekanto, 1977: 17).
Sosiologi Hukum Islam adalah suatu ilmu sosial yang menjelaskan mengenai adanya hubungan timbal balik antara perubahan sosial dengan penempatan hukum Islam.
Pengaruh hukum Islam pada perubahan masyarakat muslim, dan sebaliknya pengaruh masyarakat muslim terhadap perkembangan hukum Islam.
Hubungan timbal balik antara hukum Islam dan masyarakat muslim dapat dilihat pada perubahan orientasi masyarakat muslim dalam menerapkan hukum Islam, perubahan hukum Islam karena  perubahan masyarakat muslim yang disebabkan oleh berlakunya ketentuan baru dalam hukum Islam (Sudirman Tebba, 2003, hlm. Ix).
HUKUM DAN KENYATAAN MASYARAKAT
HUKUM ISLAM DAN PERUBAHAN SOSIAL Â Â Â Â Â
- Perubahan sosial : segala perubahan pada lembaga kemasyarakatan dalam suatu masyarakat yg mempengaruhi sistem sosialnya, termasuk nilai, sikap dan perilaku di antara kelompok masyarakat (Selo Soemardjan, 1964).
- Perubahan sosial : Perubahan dalam proses sosial atau dalam struktur sosial (Roecek dan Warren (1984)
KARAKTERISTIK HUKUM ISLAM
- Penerapan hukum berisfat universal
- Menetapkan hukum bersifat realitas
- Menetapkan hukum berdasarkan musyawarah sebagai bahasan pertimbangan
- Sanksinya didapatkan di dunia dan di akherat
3 UNSUR PERUBAHAN SOSIAL
- Perubahan system sosial dalam arti struktur sosial yang berlaku
- Perubahan pola interaksi sosial
- Perubahan system nilai dan norma sosial
YURIDIS EMPIRIS DAN YURIDIS NORMATIF
YURIDIS EMPIRISÂ
Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif empiris atau yang biasa disebut juga dengan yuridis empiris, yaitu penelitian hukum yang menggabungkan metode penelitian normatif dan metode penelitian empiris, dengan pemberlakuan atau implementasi ketentuan hukum normatif pada setiap peristiwa hukum tertentu yang terjadi didalam masyarakat.
Pendekatan yuridis empiris yaitu pendekatan yang dilakukan dengan langsung pada obyek penelitian yang hendak diteliti guna mendapatkan data informasi yang diperoleh dari studi lapangan.
law in action study
Law in concreto study
Non doctrinal
OBJEK KAJIAN PENELITIAN YURIDIS EMPIRIS
Efektivitas hukum
Kepatuhan terhadap hukum
Peranan Lembaga atau institusi hukum di dalam penegakan hukum
Impelementasi (pelaksanaan) aturan hukum
Pengaruh aturan hukum terhadap masalah social tertentu atau sebaliknya
Pengaruh masalah social terhadap aturan hukum
YURIDIS NORMATIF
Pendekatan yuridis normatif yaitu pendekatan dalam arti menelaah kaidah- kaidah atau norma-norma dan aturan-aturan yang berhubungan dengan tindak pidana kesusilaan dengan cara studi kepustakaan library research, yaitu dengan membaca, mengutip, menyalin, dan menelaah terhadap teori-teori yang berkaitan erat dengan permasalahan studi lapangan.
law in book study
Paper rules study
Law in absracto
Doctrinal
OBJEK KAJIAN PENELITIAN YURIDIS NORMATIF
Norma dasar
Asas-asas hukum
Peraturan perundang-undagan
Peraturan Lembaga-Lembaga hukum
Doktrin atau ajaran hukum
Dokumen perjanjian (kontrak)
Putusan pengadilan
Keputusan pejabat
Segala bentuk dokumen hukum yang dibuat secara foral dan mempunyai kekuatan mengikat
MADZHAB PEMIKIRAN HUKUM (POSITIVISM)
Aliran Hukum Positif atau Positivisme Hukum adalah salah satu aliran yang terdapat pada filsafat hukum.
Aliran ini mempunyai suatu pandangan dimana mengharuskannya pemisahan antara hukum dan moral secara tegas.
Maksudnya adalah antara hukum yang berlaku (das sein) dan hukum yang seharusnya (das sollen).
Aliran ini juga sangat mengagungkan hukum yang tertulis. Hal ini terjadi karena meyakini bahwa tidak ada norma hukum di luar hukum positif. Maka dari itu apa pun persoalan pada masyarakat wajib diatur dalam hukum tertulis.
Para ahli penganut aliran ini bersikap berdasarkan latar belakang mereka dalam menyikapi suatu penghargaan yang berlebihan tersebut terhadap suatu kekuasaan. Dimana kekuasaan ini menciptakan hukum tertulis. Mereka juga menganggap bahwa kekuasaan merupakan sumber serta kekuasaan merupakan hukum.
MADZHAB PEMIKIRAN HUKUM ( SOCIOLOGICAL JURISPRUDENCE)
Sociological Jurisprudence merupakan salah satu aliran dalam Filsafat Hukum. Aliran ini memandang bahwa hukum yang baik haruslah hukum yang sesuai dengan hukum yang hidup di masyarakat.
Aliran Sociological Jurisprudence dengan tegas memisahkan antara hukum positif (the positive law) dengan hukum yang hidup (the living law).
Mazhab sosiologis yang pada dasarnya menyatakan bahwa hukum sebagai suatu norma sosial tidak dapat terlepas dari nilai-nilai yang berlaku dalam suatu masyarakat karena terdapat keterkaitan yang erat antara hukum dan masyarakat.
Sociological Jurisprudence timbul sebagai proses dialektika antara aliran Positivisme Hukum (sebagai tesis) dengan Mazhab Sejarah (sebagai antitesis), dimana Positivisme Hukum memandang tidak ada hukum selain perintah penguasa (law is a command of lawgivers), sedangkan Mazhab Sejarah memandang bahwa hukum timbul dan berkembang bersama dengan masyarakat.
Aliran Positivisme Hukum mengutamakan akal, sementara Mazhab Sejarah lebih mementingkan pengalaman. Dalam hal ini Aliran Sociological Jurisprudence menganggap akal dan pengalaman sama-sama penting.
Mazhab sosiologis (sociological jurisprudence) merupakan salah satu mazhab yang dikenal dalam ilmu hukum.
Aliran ini berpangkal pada pembedaan antara hukum positif (ius positum) sebagai hukum yang dibuat dan atau ditetapkan oleh negara dan hukum yang hidup di dalam masyarakat (living law).
Hukum positif hanya akan efektif apabila selaras dengan hukum yang hidup dalam masyarakat yang merupakan cerminan nilai-nilai yang hidup di dalamnya.
Hukum harus dipandang sebagai suatu lembaga kemasyarakatan yang berfungsi untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan sosial, dan merupakan tugas ilmu hukum untuk mengembangkan suatu kerangka yang dapat memenuhi kebutuhan sosial secara maksimal.
LIVING LAW DAN UTILITARIARISM
THE LIVING LAW
Sebagai produk budaya, hukum selalu eksis dalam setiap masyarakat. Karenanya, hukum yang tidak diciptakan, namun hukum ditemukan dalam masyarakat (the living law).
Namun seiring lahirnya negara modern, the living law cenderung dihilangkan dan diganti dengan hukum positif (state law). Bahkan the living law tidak dianggap sebagai hukum.
Namun demikian, dalam sistem hukum Indonesia the living law masih diakui dengan batas-batas tertentu, seperti pengakuan terhadap masyarakat adat dan hak-haknya tradisionalnya, pengakuan hak ulayat dan sebagainya.
setiap masyarakat mempunyai the living law yang sudah berkembang dan tumbuh semenjak masyarakat terbentuk. The living law tersebut lahir dari pergaulan hidup masyarakat yang secara materil dipraktikkan secara terus menerus dan kemudian masyarakat tersebut menaatinya berdasarkan moral duty, bukan karena coercive dari yang berdaulat.
 The living law tersebut dapat bersumber dari kebiasaan/tradisi, agama, dan lainnya. Karenanya suatu pandangan yang keliru apabila ada pandangan yang menyatakan bahwa dalam masyarakat tradisional tidak memiliki aturan tingkah laku yang disebut hukum
UTILITARIARISM
Utilitarianisme adalah suatu aliran di dalam filsafat hukum. Aliran ini sebagai suatu aliran yang meletakkan azas kemanfaatan sebagai tujuan utama hukum. Kemanfaatan di sini diartikan sebagai kebahagiaan.
Manusia bertindak untuk mendapatkan kebahagiaan dan mengurangi penderitaan. Baik buruknya perbuatan manusia mendatangkan kebahagiaan atau tidak.
Undang-undang hendaknya dapat memberikan kebahagiaan terbesar bagi Sebagian besar masyarakat- the greates happiness for the greatest number.
Tugas hukum memelihara kebaikan dan mencegah kejahatan, memelihara kegunaan.
PEMIKIRAN HUKUM DAVID EMILE DURKHEIM
David mile Durkheim (15 April 1858 -- 15 November 1917) dikenal sebagai salah satu pencetus sosiologi modern. Ia mendirikan fakultas sosiologi pertama di sebuah universitas Eropa pada 1895, dan menerbitkan salah satu jurnal pertama yang diabdikan kepada ilmu sosial, L'Anne Sociologique pada 1896.
Perhatian Durkheim yang utama adalah bagaimana masyarakat dapat mempertahankan integritas dan koherensinya pada masa modern, ketika hal-hal seperti latar belakang keagamaan dan etnik bersama tidak ada lagi. Untuk mempelajari kehidupan sosial di kalangan masyarakat modern, Durkheim berusaha menciptakan salah satu pendekatan ilmiah pertama terhadap fenomena sosial. Bersama Herbert Spencer Durkheim adalah salah satu orang pertama yang menjelaskan keberadaan dan sifat berbagai bagian dari masyarakat dengan mengacu kepada fungsi yang mereka lakukan dalam mempertahankan kesehatan dan keseimbangan masyarakat -- suatu posisi yang kelak dikenal sebagai fungsionalisme.
FUNGSI PENDIDIKAN MENURUT DURKHEIM
1) Memperkuat solidaritas sosial
Sejarah: belajar tentang orang-orang yang melakukan hal-hal yang baik bagi banyak orang membuat seorang individu merasa tidak berarti.
Menyatakan kesetiaan: membuat individu merasa bagian dari kelompok dan dengan demikian akan mengurangi kecenderungan untuk melanggar peraturan.
2) Mempertahankan peranan sosial
Sekolah adalah masyarakat dalam bentuk miniatur. Sekolah mempunyai hierarkhi, aturan, tuntutan yang sama dengan "dunia luar". Sekolah mendidik orang muda untuk memenuhi berbagai peranan.
3) Mempertahankan pembagian kerja.
Membagi-bagi siswa ke dalam kelompok-kelompok kecakapan. Mengajar siswa untuk mencari pekerjaan sesuai dengan kecakapan mereka.
PEMIKIRAN MAX WEBER
Karya Weber dalam sosiologi agama bermula dari esai Etika Protestan dan Semangat Kapitalisme dan berlanjut dengan analisis Agama Tiongkok: Konfusianisme dan Taoisme, Agama India: Sosiologi Hindu dan Buddha, dan Yudaisme Kuno. Karyanya tentang agama-agama lain terhenti setelah kematiannya secara mendadak tahun 1920 sehingga ia tidak dapat melanjutkan penelitiannya tentang Yudaisme Kuno dengan penelitian-penelitian tentang Mazmur, Kitab Yakub, Yahudi Talmudi, Kekristenan awal dan Islam. Tiga tema utamanya adalah efek pemikiran agama dalam kegiatan ekonomi, hubungan antara stratifikasi sosial dan pemikiran agama, dan pembedaan karakteristik budaya Barat.
PEMIKIRAN H.L.A HERT
Herbert Lionel Adolphus Hart, FBA (18 Juli 1907 -- 19 Desember 1992), umumnya disebut H.L.A. Hart, adalah seorang filsuf hukum Britania yang pernah menjabat sebagai Profesor Yurisprudensi di Universitas Oxford dan kepala Kolese Brasenose, Oxford. Karyanya yang paling dikenal adalah The Concept of Law (1961; edisi ketiga, 2012), yang telah dipuji sebagai "karya mengenai filsafat hukum paling penting pada abad ke-20". Ia dianggap sebagai salah satu filsuf hukum paling terkemuka pada abad ke-20 bersama dengan Hans Kelsen.
      KARYA H.L.A HERTÂ
      Karya Hart yang paling dikenal adalah "Konsep Hukum" (bahasa Inggris: The Concept of Law) yang pertama kali diterbitkan pada tahun 1961. Gagasan-gagasan terpenting dalam buku ini adalah:
Kritik terhadap teori John Austin bahwa hukum adalah perintah penguasa yang ditopang oleh ancaman hukuman.
Pemisahan antara peraturan primer dan sekunder. Peraturan primer mengatur perilaku (seperti hukum pidana), sementara peraturan sekunder berurusan dengan metode prosedural untuk menegakkan peraturan primer. Hart membagi peraturan sekunder menjadi tiga:
- Peraturan Pengakuan (bahasa Inggris: Rule of Recognition), peraturan yang dapat digunakan untuk mengetahui apa saja yang menjadi peraturan primer di masyarakat. Hart mengklaim bahwa konsep peraturan pengakuan merupakan perkembangan gagasan "Grundnorm" atau "norma dasar" Hans Kelsen.
- Peraturan Perubahan (bahasa Inggris: Rule of Change, peraturan mengenai pembuatan, pengubahan dan penghapusan peraturan primer.
- Peraturan Adjudikasi (bahasa Inggris: Rule of Adjudication), peraturan yang mengidentifikasi pelanggaran dan menjabarkan solusinya.
HUKUM PROGRESIFÂ
Hukum progresive merupakan konsep hukum yang menekankan perubahan dan adaptasi hukum secara progresif sesuai dengan perkembangan Masyarakat dan nilai-nilai zaman.
Melakukan terobosan hukum
Mengakui hukum yang tertulis
Solusi strategi dan jalan Tengah kondisi hukum yang terpuruk, menemukan keadilan
Gagasan tentang hukum progresif pertama kali dikemukakan oleh Prof. Dr. Satjipto Rahardjo di era tahun 2002. Gagasan tersebut muncul karena adanya keprihatinan terhadap keterpurukan dan ketidakpuasan publik terhadap kinerja hukum dan pengadilan.
Gagasan mengenai hukum progresif tersebut, ternyata mendapat sambutan yang baik, sehingga istilah hukum progresif saat ini sudah mulai banyak digunakan.
Hukum Progresif pada intinya bertujuan untuk mendorong bekerja hukum agar lebih berani membuat terobosan dalam menjalankan hukum di Indonesia. Selain itu, pembentukan gagaasan hukum progresif ini juga dimaksudkan agar, dunia hukum tidak hanya dibelenggu oleh pikiran positivistis dan legal analytical.
Hukum progresif digagas untuk mengatasi berbagai ketidakadilan yang selama ini di alami oleh yustisiaben (pencari keadilan), mengingat pada hakikatnya penegakan hukum merupakan rangkaian proses untuk menjabarkan nilai, ide, cita yang cukup abstrak yang menjadi tujuan hukum.
Sebagaimana diketahui, tujuan hukum yakni untuk mewujudkan keadilan dan kebenaran melalui nilai-nilai moral. Keberadaan hukum diakui jika nilai-nilai moral tersebut mampu diimplementasikan ke dalam ranah hukum. Hal ini berarti, inti dari penegakan hukum terletak pada kegiatan menyerasikan.
(Menggapai Keadilan dengan Hukum Progresif (Sebuah Upaya Menyempurnakan Putusan Hakim Pada Keadilan) Dr. Achmad Rifai, SH., M.Hum.)
STUDI HUKUM DAN MASYARAKAT
Ilmu hukum umumnya dipelajari secara doktriner, dan para mahasiswa hukum diharuskan menguasai ilmu hukum dasar (utamanya Pidana, Perdata dan Acara). Namun secara epistemologis, ilmu hukum yang lengkap harus juga mempelajari bekerjanya hukum dalam masyarakat. Mahasiswa hukum juga harus paham hubungan antara hukum dan aspek sosial, kebudayaan, politik, ekonomi, psikologi, kesehatan, lingkungan, dan saintek karena hukum tidak berada di ruang kosong. Inilah ruang lingkup Socio-Legal Studies (Eropa dan Inggris), atau Law and Society (Amerika), yang menjadi induk berbagai ilmu hukum interdisiplin. Sudah seharusnya pada tingkat pascasarjana, mahasiswa hukum mempelajari kedua ranah hukum yang disediakan dalam epistemologinya.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI