Aliran Positivisme Hukum mengutamakan akal, sementara Mazhab Sejarah lebih mementingkan pengalaman. Dalam hal ini Aliran Sociological Jurisprudence menganggap akal dan pengalaman sama-sama penting.
Mazhab sosiologis (sociological jurisprudence) merupakan salah satu mazhab yang dikenal dalam ilmu hukum.
Aliran ini berpangkal pada pembedaan antara hukum positif (ius positum) sebagai hukum yang dibuat dan atau ditetapkan oleh negara dan hukum yang hidup di dalam masyarakat (living law).
Hukum positif hanya akan efektif apabila selaras dengan hukum yang hidup dalam masyarakat yang merupakan cerminan nilai-nilai yang hidup di dalamnya.
Hukum harus dipandang sebagai suatu lembaga kemasyarakatan yang berfungsi untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan sosial, dan merupakan tugas ilmu hukum untuk mengembangkan suatu kerangka yang dapat memenuhi kebutuhan sosial secara maksimal.
LIVING LAW DAN UTILITARIARISM
THE LIVING LAW
Sebagai produk budaya, hukum selalu eksis dalam setiap masyarakat. Karenanya, hukum yang tidak diciptakan, namun hukum ditemukan dalam masyarakat (the living law).
Namun seiring lahirnya negara modern, the living law cenderung dihilangkan dan diganti dengan hukum positif (state law). Bahkan the living law tidak dianggap sebagai hukum.
Namun demikian, dalam sistem hukum Indonesia the living law masih diakui dengan batas-batas tertentu, seperti pengakuan terhadap masyarakat adat dan hak-haknya tradisionalnya, pengakuan hak ulayat dan sebagainya.
setiap masyarakat mempunyai the living law yang sudah berkembang dan tumbuh semenjak masyarakat terbentuk. The living law tersebut lahir dari pergaulan hidup masyarakat yang secara materil dipraktikkan secara terus menerus dan kemudian masyarakat tersebut menaatinya berdasarkan moral duty, bukan karena coercive dari yang berdaulat.