“Iya..iya.., ucap mereka serentak itu, Bu. Hidup memang di sini. Di bumi ini. Dan mumpung masih hidup, lagi muda…sebelum mati, ayolah kita nikmati. Senang-senang. Puaskan hati!”
“Dan mereka pun tenggelam dalam kesenangan semu itu, Bu. Masing-masing meraup dan meraih apa yang disukainya. Ngisap ganja kek. Nyuntik putau atau ngebong sabu-sabu. Bahkan buat oplosan sendiri.” Ceritanya pula.
“Yang penting senang, kata mereka, Bu. Apalagi pasangan tepeluk dalam rangkulan. Dan mereka telah hanyut tenggelam dibuai nafsu. Mereka tak ingat lagi sama akhirat, Bu. Apalagi orang pinter itu bilang; akhirat hanyalah khayalan orang-orang bodoh yang belum dewasa!”
RACUN BERBISA yang sering dilontarkan sang pendatang baru, yang konon katanya berilmu itu, telah mempengaruhi cara berpikir, melihat, dan pandang serta bertingkah laku para remaja dan anak muda. Yang minim iman islamnya di kampung ini. Yang sudah terasuk dan terpengaruh budaya luar yang tidak baik dan tidak sesuai dengan adat ketimuran, pikir saya.
Setelah pemberi informasi itu terdiam sejenak, salah seorang pemuda, yang menjadi pimpinan di antara mereka, yang memiliki pengetahuan agama, berkata menyela:
“Iya Bu. Coba. Siapa yang tak gemas dan kesal, bila ia mengumbar racun pada pemuda warga kita dengan mengatakan: ...masa sih, Tuhan perlu dikenal dan diketahui dulu oleh yang diciptakan-Nya? Kan aneh? Berarti tuhan itu membutuhkan yang lain. Yang diciptakannya itu? Iya kan Mad, bukankah kau telah menceritakan itu kepadaku?” tanya dan ucapnya pada anak muda yang diberi tugas memata-matai dan memberi informasi itu. Wajahnya menatap di sejenak di sana. Di wajah Mamad.
Pemuda yang tugasnya memberi informasi itu, mengganggukkan kepala. Tanda membenarkan perkataan pemimpin rombongan itu.
Dan si pemimpin rombongan berkata lagi:
“Dan ia mengejek, lagi Bu. Kata Mamad, ia berkata; kalau tanpa kita nih…mana bisa dia jadi tuhan? kalian pernah dengar nggak salah satu hadis Qudsi yang mereka percayai tuh, tanyanya..”
DAN PEMIMPIN para rombongan pemuda itu pun kemudian membacakan hadis Qudsi kepada saya: “Aku adalah khazanah yang tersembunyi, dan Aku ingin hamba-hamba-Ku mengetahui-Ku.”
“Setelah itu, Bu,” pemuda tersebut kembali meneruskan perkataannya, setelah matanya terarah dan melihat ke wajah Mamad. Menujukan ucapannya padanya: