Tidak diketahui apakah Glaucon benar-benar sinis terhadap kemanusiaan. Tapi dia melebih-lebihkan. Memang benar bahwa kebanyakan orang akan melanggar batas moral jika mereka memiliki cincin tersebut dan tentu saja ada beberapa politisi yang ingin mereka pukul. Tapi kami tidak bertindak seperti psikopat. Beberapa orang mungkin menggunakan cincinnya untuk berbuat baik, seperti pahlawan tanpa bayaran. Meskipun orang-orang egois, kebanyakan orang juga peduli terhadap orang lain sampai batas tertentu.Â
Memang betul, hanya sedikit orang yang lebih memilih dihukum karena berbuat adil daripada diberi ganjaran karena berbuat tidak adil. Hal ini dapat berarti beberapa hal seperti yang dikemukakan Glaucon, hal ini mungkin menunjukkan bahwa kita tidak selalu punya alasan  kuat untuk bersikap adil. Hal ini benar, namun sejalan dengan gagasan bahwa keadilan itu sendiri berharga, meskipun alasan untuk melakukan hal tersebut terkadang dikesampingkan oleh alasan yang berlawanan. Namun hal ini mungkin juga menunjukkan bahwa mungkin sangat sulit bagi kita untuk melakukan apa yang perlu kita lakukan.
5. Â Putusan akhir
Akhirannya, Plato setuju bahwa kita harus melakukan apa yang menjadi kepentingan terbaik kita, namun mengingat perbuatan salah yang membahayakan jiwa atau karakter kita sebagai manusia, hal ini tidaklah adil atau benar. Ia berpendapat bahwa melakukan sesuatu pada akhirnya selalu demi kepentingan terbaik kita. Plato juga membela gagasan ini dalam dialognya sebelumnya, Gorgias. Beberapa orang berpendapat bahwa tidak ada jawaban pasti terhadap pertanyaan tentang apa yang harus kita lakukan ketika alasan egois dan kewajiban moral kita bertentangan. Kemungkinan spontan bahwa orang-orang rasional tidak peduli terhadap moralitas terus memunculkan pertanyaan filosofis yang mendesak, "Mengapa moralitas."
Pentingnya moral dalam cerita Cincin Gyges tercermin dalam pertanyaan filsuf Yunani Plato tentang keadilan dan etika. Dalam konteks cerita, tanpa pertimbangan moral, individu seperti Gyges dapat menggunakan kekuasaan untuk kepentingan pribadi tanpa batasan. Moralitas memberikan kerangka kerja yang mengarah pada tindakan yang adil dan bertanggung jawab, yang jika diabaikan dapat menghasilkan konsekuensi negatif bagi individu dan masyarakat. Dengan mempertimbangkan moralitas, cerita ini mengajukan pertanyaan filosofis tentang kebenaran, keadilan, dan dampak penggunaan kekuasaan tanpa kontrol etika.Â
Dengan memiliki landasan moral juga, masyarakat dapat menghindari penyalahgunaan kekuasaan yang dapat merugikan keadilan dan kesejahterahan bersama. Orang melakukan keadilan itu karena tidak ingin ketahuan, tertangkap basah dan takut akan hukuman. Orang bertindak adil itu tidak pernah didasarkan pada kehendak baiknya, namun demi kepentingan dirinya sendiri meraup keuntungan atau kesenangan. Memahami hakikat keadilan memerlukan pemahaman diri dan pemahaman intelektual terhadap makna keadilan yang ditemukan sesuatu di dalam diri yang membuat jiwa damai dan selaras dengan alam semesta.
Mengapa fenomena kejahatan korupsi dapat terjadi di Indonesia?
Korupsi adalah penyelewengan jabatan atau penyelewengan dana pemerintah atau perusahaan untuk kepentingan pribadi atau kepentingan orang lain. Korupsi dapat terjadi karena kualitas pemerintahan yang, dimana kualitas lembaga pemerintahan mempengaruhi investasi dan pertumbuhan sebanyak variabel ekonomi politik lain. Tingginya tingkat korupsi di suatu negara juga dapat menimbulkan high cost economy yang dapat menghambat pertumbuhan ekonomi melalui hambatan yang terjadi pada investasi (Damanhuri, 2010). Suatu perbuatan dikatakan sebagai tindakan korupsi diantaranya apabila memberi atau menerima hadiah atau janji dan penyuapan, penggelapan dalam jabatan, pemerasan dalam jabatan, ikut serta dalam pengadaan dan menerima gratifikasi bagi pegawai negeri atau penyelenggara negara. Tindak pidana korupsi termasuk ke dalam golongan tindak pidana khusus.Â
Sebagaimana tindak pidana khusus lainnya, diperlukan upaya-upaya khusus pula memberantasnya. Praktik korupsi mencakup berbagai kompleksitas. Faktor penyebabnya bisa berasal dari internal pelaku korupsi, namun bisa juga berasal dari kondisi lingkungan yang menyebabkan seseorang menjadi koruptor. Oleh karena itu, penyebab terjadinya korupsi secara umum dapat digolongkan menjadi dua kelompok, yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Â Beberapa hal terkait penyebab internal terjadinya korupsi:
1. Â Menurut Tri Karyati dkk (2019 : 23), penyebab manusia terdorong untuk melakukan korupsi antara lain (faktor internal):Â
- Sifat manusia yang serakah, sifat manusia yang serakah. Sifat keserakahan menunjukkan bahwa orang tidak mudah puas dengan apa yang mereka miliki saat ini. Mereka cenderung merasa kurang nyaman dengan apa yang mereka miliki, dan hal ini mendorong mereka untuk melakukan korupsi. Sudah kaya dan sudah cukup, tapi tetap serakah dan memiliki keinginan besar untuk memperkaya diri sendiri. Secara bahasa keserakahan artinya hati yang serakah. Sebaliknya menurut istilah, serakah cinta (harta milik) di dunia tanpa memperhatikan hukum terlalu berlebihan. Dari pengertian tersebut, keserakahan dapat dipahami sebagai sikap serakah terhadap materi tanpa mempertimbangkan halal atau haram. Keserakahan terhadap kekayaan merupakan keinginan besar untuk memperoleh kekayaan sebanyak-banyaknya, yang disebabkan oleh kecintaan yang berlebihan terhadap kekayaan, dan seringkali juga karena interaksi yang berhubungan dengan hedonisme dan gaya hidup yang konsumtif. Korupsi adalah kejahatan yang dilakukan oleh para profesional yang tamak.
- Moral yang kurang kuat, yakni akibat moral manusia yang kurang kuat sehingga lebih cenderung mementingkan kepentingannya sendiri. Hal ini disebabkan oleh melemahnya moral masyarakat, dan meningkatnya kecenderungan untuk mengutamakan kepentingan diri sendiri. Godaan tersebut bisa datang dari atasan, rekan kerja, rekan kerja, bawahan, atau pihak lain yang memberikan peluang untuk melakukan korupsi. Oleh karena itu, aspek akhlak seperti lemahnya keimanan, Â kejujuran, rasa malu, aspek sikap dan perilaku seperti gaya hidup konsumtif dan aspek sosial, keluarga, dan lain-lain, dapat mendorong perilaku korupsi pada diri seseorang.
- Kehidupan dan gaya yang konsumtif ini bisa juga berarti kehidupan sehari-hari yang berlebihan atau kehidupan yang boros. Gaya hidup seperti ini mendorong terjadinya korupsi karena pendapatan yang didapat tidak cukup untuk hidup mewah. Hidup di zaman modern, khususnya di kota-kota besar, seringkali mendorong terjadinya gaya hidup yang  konsumtif. Oleh karena itu, jika perilaku konsumen tidak diimbangi dengan pendapatan yang memadai, hal ini membuka kemungkinan bagi seseorang untuk melakukan tindakan berbeda untuk memuaskan keinginannya. Salah satu tindakan yang mungkin dilakukan adalah korupsi.