Mohon tunggu...
Fatikhah Romadhonaaa
Fatikhah Romadhonaaa Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi Universitas Mercu Buana

Akuntansi 43222010108 Bpk Apollo. Prof. Dr, M. Si. Ak

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Diskursus Cincin Gyges, dan Fenomena Kejahatan Korupsi di Indonesia

14 Desember 2023   21:33 Diperbarui: 15 Desember 2023   07:18 319
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kuis Wajib-Pendidikan Anti Korupsi dan Etik UMB

WHAT?

Apa itu cincin Gyges?

Cincin Gyges adalah cincin Ajaib yang disebutkan oleh filsuf Plato dalam Buku 2 Republiknya. Memberi pemilik kekuatan untuk bersikap transparan sesuka hati. 

Dengan menggunakan Sistem Cincin, bagian Republik ini menguji apakah seseorang yang rasional, cerdas, dan tidak perlu takut akan dampak negatif kecurangan masih dapat bertindak adil. Gyges dari Lydia merupakan seorang raja bersejarah dan sekaligus pendiri dinasti Mermnad dari raja-raja Lydia. Berbagai karya kunonya yang telah diciptakan dan yang paling terkenal karyanya ialah yang berjudul The Histories of Herodotus memberikan penjelasan berbeda tentang keadaan naiknya ia ke puncak kekuasaan. Namun, jelas menyatakan bahwa ia awalnya adalah pengikut Raja Candaules dari Lydia, ia juga membunuh raja Candaules dan merebut takhta, sebelum membunuh raja, ia merayu ratu Candaules lalu menikahinya setelah itu. 

Dalam penceritaan mitos Glaucon , nenek moyang Gyges yang tidak disebutkan namanya adalah seorang gembala yang melayani penguasa Lydia. Setelah gempa bumi terjadi, sebuah jurang timbul di lereng gunung tempat dia memberi makan bawahannya. Memasuki jurang tersebut, ia menemukan bahwa sebenarnya itu adalah sebuah makam dengan bentuk kuda perunggu berisikan mayat yang ukurannya lebih besar dari manusia, yang mengenakan cincin emas, kemudian diambilah cincin tersebut dan ia kantongi. 

Dia menemukan bahwa dengan menyelaraskan cincin tersebut, maka dia akan memperoleh kekuatan tembus pandang (tranparan). Dia kemudian mengatur untuk menjadi salah satu utusan raja. Sesampainya di istana, dia menggunakan kekuatan tembus pandangnya yang baru untuk merayu ratu, dan dengan bantuannya, membunuh raja, dan menjadi raja Lydia sendiri. 

Di Republik, kisah Cincin Gyges dijelaskan atau digambarkan oleh tokoh bernama Glaucon, saudara laki-laki Plato. Glaucon bertanya apakah ada orang yang cukup berbudi luhur untuk menahan godaan melakukan pembunuhan, perampokan, pemerkosaan, dan bahkan pelecehan tanpa diketahui. Glaucon ingin Socrates berpendapat bahwa bersikap adil bermanfaat bagi kita, tidak bergantung pada pertimbangan apapun terhadap reputasi.

Apa yang dimaksud dengan fenomena korupsi yang terjadi di Indonesia?

Fatikhah.R
Fatikhah.R
Indonesia adalah Negara Hukum. Sebagai Negara hukum, maka kepentingan mayarakat banyak harus dilindungi, seperti dalam Alinea IV UUD 1945. 

Harapannya, aparat penegak hukum bisa menuntaskan kejahatan. Namun, tanpa tindakan penegakan hukum yang optimal, kejahatan meningkat termasuk jumlah korupsi di negara Indonesia. Fenomena korupsi di Indonesia selalu menjadi topik hangat. Salah satu tema utama dalam proses penegakan hukum adalah pemberantasan tindak pidana korupsi. Menanggapi fenomena ini, pemerintahan berturut-turut secara konsisten menjadikan pemberantasan korupsi sebagai fokus utama upaya mereka. 

Berbagai  undang-undang dan peraturan penegakan hukum terkait korupsi semuanya hadir sebagai bukti keseriusan pihak berwenang dalam memberantas tindak pidana korupsi di Indonesia. Upaya pemberantasan korupsi jelas tidak mudah dan tantangannya tampak semakin kompleks. Korupsi tampaknya sudah menjadi budaya di berbagai lapisan masyarakat, sehingga pemerintah mengklasifikasikannya sebagai kejahatan yang luar biasa. Namun berbagai upaya terus dilakukan untuk memberantas, atau setidaknya mengurangi, korupsi.

Korupsi berasal dari kata latin "Corruptio" atau "Corruptus", dalam bahasa Prancis dan Inggris disebut "Corruption", dalam bahasa Belanda disebut "Corruptie." Arti harfiah dari kata itu ialah kebusukan, keburukan, kebejatan, ketidakjujuran, dapat disuap, tidak bermoral, penyimpangan dari kesucian, kata atau ucapan yang menghina atau menfitnah. Korupsi adalah perbuatan yang buruk seperti penggelapan uang, penerimaan uang sogok dan sebagainya.

Ibarat penyakit, korupsi di Indonesia telah berkembang dalam tiga tahap, yaitu elitis, endemic dan sistemik. Pada tahap elitis, korupsi menjadi patologi sosial yang khas di lingkungan para pejabat. Pada tahap endemic, korupsi mewabah menjangkau masyarakat luas. Lalu ditahap kritis, ketika korupsi menjadi sistemik, setiap individu dalam sistem terjangkit penyakit yang serupa. Boleh jadi di bangsa ini telah sampai pada tahap sistemik. Korupsi sebagai fenomena penyimpangan dalam kehidupan sosial, budaya, sosial dan pemerintahan telah dipelajari dan dikaji secara kritis oleh banyak ilmuwan dan filsuf. Misalnya Aristoteles yang mengikuti Machiavelli merumuskan apa yang disebutnya korupsi moral. Korupsi moral mengacu pada berbagai bentuk konstitusi yang menjadi tidak terkendali sehingga bahkan dalam sistem demokrasi, para penguasa tidak lagi berpedoman pada hukum dan tidak dapat lagi hanya melayani diri mereka sendiri. Korupsi terjadi ketika terjadi penyalahgunaan kekuasaan, dan korupsi semakin intensif, terutama ketika kekuasaan bersifat absolut atau mendasar. 

Ini bukan sekadar bentuk suap menyuap antar birokrat kecil, melainkan upaya akumulasi modal antara birokrat petinggi dan pengelola perusahaan besar. Sementara itu, tercatat dalam Indeks Persepsi Korupsi (IPK) tahun 2022, Indonesia meraih nilai 38 dan berada di urutan 96 dari banyaknya 180 negara. Artinya, pemerintah masih perlu melakukan pembenahan dalam penanganan kasus korupsi yang dilabeli sebagai kejahatan luar biasa. Di sisi lain, data tersebut juga menunjukkan bahwa budaya korupsi masih menjadi musuh utama bangsa Indonesia. Tercatat dalam sepanjang sejarah negara Indonesia, ada beberapa contoh kasus korupsi yang merugikan negara hingga triliunan, berikut penjelasannya:

1.   Kasus korupsi Jiwasraya

Korupsi yang dilakukan oleh PT Asuransi Jiwasraya merugikan negara hingga kurang lebih Rp 13,7 triliun. Jiwasraya menjadi perhatiin banyak orang setelah tidak mampu membayar polis kepada nasabah dengan nominal sebesar kurang lebih Rp 12,4 triliun. Lalu, kejaksaan agung menetapkan 5 orang sebagai tersangka dalam kasus korupsi ini.

2.   Kasus korupsi Bank Century

Kasus korupsi ini terjadi pada tahun 2014. Pada masa itu, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) melaporkan kerugian yang diakibatkan oleh kasus ini mencapai Rp 6,76 triliun. Tidak hanya itu, negara juga mengalami kerugian sebesar Rp 689, 394 miliar untuk pemberian fasilitas pendanaan jangka pendek kepada bank century.

3.   Kasus korupsi E-KTP

Kasus ini terjadi pada tahun 2011-2012, tercatat telah merugikan negara sebesar Rp 2,3 triliun. KPK telah menetapkan beberapa orang sebagai tersangka yang telah terlibat, mulai dari pejabat kementerian dalam negeri hingga petinggi DPR seperti Andi Narogong, Sugiharto, Irman, dan lain-lain.

Apa hubungannya cincin gyges dengan fenomena korupsi di Indonesia?

Kisah Ring of Gyges terkait dengan fenomena kriminal korupsi di Indonesia, karena merupakan sebuah konsep yang mewakili kekuasaan yang tidak terlihat dan disalahgunakan (transparan). Saat Gyges memakai cincin itu, dia menjadi tidak terlihat. Dapat dilihat dari para koruptor di Indonesia bisa dengan mudah melakukan tindakan korupsi tanpa harus mendapatkan hukuman yang adil. Faktor penyebab seseorang melakukan korupsi jika ditinjau dari cerita cincin gyges karena adanya keserakahan (greed), peluang (opportunity), kebutuhan (needs).  Hal ini mencerminkan tantangan dalam pemantauan dan pencegahan korupsi di indonesia.

WHY?

Mengapa harus bermoral berdasarkan cerita cincin gyges?

Fatikhah.R
Fatikhah.R

1.   Mengenai keadilan

Dalam Buku II Republik Plato, lawan bicara utama Socrates, Glaucon, mengangkat tantangan yang jelas dan kuat terhadap keadilan dan moralitas secara umum. Socrates mengatakan bahwa keadilan itu sendiri adalah suatu kebaikan, dan keadilan juga baik untuk mencapai hal-hal baik lainnya, seperti keamanan pribadi dan kemakmuran. Mendiskusikannya bersama guru plato, dan saudara laki-lakinya glaucon tentang keadilan diikuti dengan percakapan etika secara umum. 

Glaucon cenderung setuju melalui percakapan ini, tetapi ingin Socrates membuktikannya. Dengan kata lain, Glaucon berperan sebagai pembela iblis. Socrates, yang dikenal malas untuk mendengarkan atau diajak diskusi, kali ini ia setuju untuk mendengarkan pendapat Glaucon. Glaucon, berbeda dengan pandangan Socrates, menguraikan filosofi keadilan yang oleh para filsuf masa kini disebut "kontraktualisme." 

Dari sudut pandang ini, yang ideal adalah bisa berbuat curang tanpa ketahuan atau dihukum, dan tanpa rasa takut orang lain akan melakukan hal yang sama kepada diri anda. Namun masalahnya adalah tanpa aturan untuk memberantas ketidakadilan, tidak ada seorang pun yang bisa melindungi dirinya dari kesalahan orang lain. 

Itulah mengapa semua orang berkepentingan untuk memiliki aturan yang adil. Namun bukan berarti  keadilan itu baik, hanya saja keadilan membantu kita melindungi apa yang benar-benar kita hargai.  Socrates, menyebutkan tiga alasan mengapa hidup yang adil  lebih baik daripada hidup yang tidak adil, yaitu:

Orang yang adil adalah orang yang bijaksana dan baik, dan orang yang tidak adil adalah orang yang bodoh dan tidak baik

Ketidakadilan menyebabkan kebingungan dalam pikiran orang dan menghalangi perilaku yang baik atau positif

Kebajikan adalah kesempurnaan pada sesuatu yang bermanfaat, dan orang yang adil akan hidup lebih bahagia apabila ia melakukan segala sesuatu yang memberikan kontribusi bagi kebaikan jiwa manusia

Glaucon mencoba membantah Socrates dengan mengatakan bahwa orang melakukan keadilan hanya berdasarkan harga diri dan kehormatan mereka. Keadilan adalah salah satu konsep terpenting yang dibahas dalam filsafat. Keadilan dianggap sebagai kebajikan yang paling mendasar, mengatur hubungan antarpribadi dan membangun serta memelihara tatanan sosial yang mapan. Keadilan pada umumnya selalu dikaitkan dengan orang yang berbuat benar secara moral dan selalu siap melayani orang lain. Namun para filsuf ingin melampaui pemahaman dan penjelasan tersebut. Misalnya, mereka berusaha memahami hakikat keadilan sebagai kebajikan moral atau kualitas sifat manusia yang diharapkan dari masyarakat dan sejauh mana etika yang adil diterapkan pada keputusan-keputusan sosial saat ini. Namun pembicaraan mereka tidak menghasilkan kesepakatan akhir.

2.   Eksperimen pemikiran

Untuk mendukung pendapatnya, Glaucon memperkenalkan eksperimen pemikiran yang berjudul "Ring of Gyges" yang diceritakan bermula dari:

Seorang pria bernama Gyges adalah seorang gembala rendah hati yang melayani raja Lydia. Suatu hari, gempa bumi menciptakan lubang di tanah tempat dia menggembalakan ternaknya. Dia masuk ke dalam dan menemukan, antara lain, sebuah cincin, yang diambil dan dipakai Gyges. Suatu ketika, pada pertemuan para penggembala, Gyges menyadari bahwa jika dia mengarahkan cincinnya ke arah dalam tangannya, orang lain tidak akan bisa melihatnya lagi alias dengan kata lain transparan. Ketika Gyges menyadari hal ini, dia melakukan sesuatu yang sangat buruk. 

Dia mencari alasan untuk menyampaikan pesan ke istana dan menoleh ke Ratu. Keduanya bersekongkol untuk membunuh raja dan Gyges menjadi penguasa menggantikannya. Ring of Gyges tidak memiliki kekuatan khusus terhadap pemakainya. Cincin itu tidak membahayakan Gyges, tetapi itu menunjukkan siapa dia selama ini. Dia adalah seseorang yang menahan diri untuk tidak melakukannya karena takut akan hukuman. Glaucon mengklaim bahwa eksperimen pemikiran ini mengungkap sifat manusia secara umum. Jika diri kita bisa lolos, diri ini akan menjadi seperti Gyges, mencuri, membunuh, dan memperkosa jika sesuai dengan keinginan sendiri.

3.   Hubungan dengan keadilan

Glaucon berpendapat:

"Satu-satunya bukti yang kita miliki bahwa keadilan, atau apa pun, itu sendiri berharga adalah bahwa keadilan itu tampak baik meskipun tidak ada manfaat lain yang menyertainya. Namun ketika kita memisahkan keadilan dari hal-hal yang dianggap baik oleh orang lain, hal itu tidak lagi baik bagi kita. Hal-hal baik yang (biasanya) dibawa oleh keadilan sepenuhnya menjelaskan keyakinan kita bahwa keadilan itu baik. Oleh karena itu, tidak ada alasan untuk percaya bahwa keadilan lebih dari sekedar nilai instrumental. Bayangkan orang yang sangat tidak adil dan orang yang sangat adil yang nasib normalnya berbanding terbalik. Mungkin Gyges menjebak orang lain atas kesalahannya. Orang yang tidak bersalah tersebut kemudian disiksa dan dieksekusi atas kejahatan yang tidak dilakukannya, sementara Gyges menikmati semua keuntungan dari reputasi yang baik."

Pandangan-pandangan yang dikemukakan oleh Glaucon menjadi dasar pandangan kontrak sosial tentang keadilan yang kemudian dikembangkan dalam sejarah filsafat oleh Hobbes dan lain-lain. Usulan Glaucon menunjukkan bahwa kita pada dasarnya egois dan tidak bermoral. Kita bertindak secara moral bukan karena moralitas sesuai dengan sifat kita, tetapi karena kita tidak punya pilihan lain.

4.   Argumen keadilan

Tidak diketahui apakah Glaucon benar-benar sinis terhadap kemanusiaan. Tapi dia melebih-lebihkan. Memang benar bahwa kebanyakan orang akan melanggar batas moral jika mereka memiliki cincin tersebut dan tentu saja ada beberapa politisi yang ingin mereka pukul. Tapi kami tidak bertindak seperti psikopat. Beberapa orang mungkin menggunakan cincinnya untuk berbuat baik, seperti pahlawan tanpa bayaran. Meskipun orang-orang egois, kebanyakan orang juga peduli terhadap orang lain sampai batas tertentu. 

Memang betul, hanya sedikit orang yang lebih memilih dihukum karena berbuat adil daripada diberi ganjaran karena berbuat tidak adil. Hal ini dapat berarti beberapa hal seperti yang dikemukakan Glaucon, hal ini mungkin menunjukkan bahwa kita tidak selalu punya alasan  kuat untuk bersikap adil. Hal ini benar, namun sejalan dengan gagasan bahwa keadilan itu sendiri berharga, meskipun alasan untuk melakukan hal tersebut terkadang dikesampingkan oleh alasan yang berlawanan. Namun hal ini mungkin juga menunjukkan bahwa mungkin sangat sulit bagi kita untuk melakukan apa yang perlu kita lakukan.

5.   Putusan akhir

Akhirannya, Plato setuju bahwa kita harus melakukan apa yang menjadi kepentingan terbaik kita, namun mengingat perbuatan salah yang membahayakan jiwa atau karakter kita sebagai manusia, hal ini tidaklah adil atau benar. Ia berpendapat bahwa melakukan sesuatu pada akhirnya selalu demi kepentingan terbaik kita. Plato juga membela gagasan ini dalam dialognya sebelumnya, Gorgias. Beberapa orang berpendapat bahwa tidak ada jawaban pasti terhadap pertanyaan tentang apa yang harus kita lakukan ketika alasan egois dan kewajiban moral kita bertentangan. Kemungkinan spontan bahwa orang-orang rasional tidak peduli terhadap moralitas terus memunculkan pertanyaan filosofis yang mendesak, "Mengapa moralitas."

Pentingnya moral dalam cerita Cincin Gyges tercermin dalam pertanyaan filsuf Yunani Plato tentang keadilan dan etika. Dalam konteks cerita, tanpa pertimbangan moral, individu seperti Gyges dapat menggunakan kekuasaan untuk kepentingan pribadi tanpa batasan. Moralitas memberikan kerangka kerja yang mengarah pada tindakan yang adil dan bertanggung jawab, yang jika diabaikan dapat menghasilkan konsekuensi negatif bagi individu dan masyarakat. Dengan mempertimbangkan moralitas, cerita ini mengajukan pertanyaan filosofis tentang kebenaran, keadilan, dan dampak penggunaan kekuasaan tanpa kontrol etika. 

Dengan memiliki landasan moral juga, masyarakat dapat menghindari penyalahgunaan kekuasaan yang dapat merugikan keadilan dan kesejahterahan bersama. Orang melakukan keadilan itu karena tidak ingin ketahuan, tertangkap basah dan takut akan hukuman. Orang bertindak adil itu tidak pernah didasarkan pada kehendak baiknya, namun demi kepentingan dirinya sendiri meraup keuntungan atau kesenangan. Memahami hakikat keadilan memerlukan pemahaman diri dan pemahaman intelektual terhadap makna keadilan yang ditemukan sesuatu di dalam diri yang membuat jiwa damai dan selaras dengan alam semesta.

Mengapa fenomena kejahatan korupsi dapat terjadi di Indonesia?

Fatikhah.R
Fatikhah.R

Korupsi adalah penyelewengan jabatan atau penyelewengan dana pemerintah atau perusahaan untuk kepentingan pribadi atau kepentingan orang lain. Korupsi dapat terjadi karena kualitas pemerintahan yang, dimana kualitas lembaga pemerintahan mempengaruhi investasi dan pertumbuhan sebanyak variabel ekonomi politik lain. Tingginya tingkat korupsi di suatu negara juga dapat menimbulkan high cost economy yang dapat menghambat pertumbuhan ekonomi melalui hambatan yang terjadi pada investasi (Damanhuri, 2010). Suatu perbuatan dikatakan sebagai tindakan korupsi diantaranya apabila memberi atau menerima hadiah atau janji dan penyuapan, penggelapan dalam jabatan, pemerasan dalam jabatan, ikut serta dalam pengadaan dan menerima gratifikasi bagi pegawai negeri atau penyelenggara negara. Tindak pidana korupsi termasuk ke dalam golongan tindak pidana khusus. 

Sebagaimana tindak pidana khusus lainnya, diperlukan upaya-upaya khusus pula memberantasnya. Praktik korupsi mencakup berbagai kompleksitas. Faktor penyebabnya bisa berasal dari internal pelaku korupsi, namun bisa juga berasal dari kondisi lingkungan yang menyebabkan seseorang menjadi koruptor. Oleh karena itu, penyebab terjadinya korupsi secara umum dapat digolongkan menjadi dua kelompok, yaitu faktor internal dan faktor eksternal.  Beberapa hal terkait penyebab internal terjadinya korupsi:

1.   Menurut Tri Karyati dkk (2019 : 23), penyebab manusia terdorong untuk melakukan korupsi antara lain (faktor internal): 

  • Sifat manusia yang serakah, sifat manusia yang serakah. Sifat keserakahan menunjukkan bahwa orang tidak mudah puas dengan apa yang mereka miliki saat ini. Mereka cenderung merasa kurang nyaman dengan apa yang mereka miliki, dan hal ini mendorong mereka untuk melakukan korupsi. Sudah kaya dan sudah cukup, tapi tetap serakah dan memiliki keinginan besar untuk memperkaya diri sendiri. Secara bahasa keserakahan artinya hati yang serakah. Sebaliknya menurut istilah, serakah cinta (harta milik) di dunia tanpa memperhatikan hukum terlalu berlebihan. Dari pengertian tersebut, keserakahan dapat dipahami sebagai sikap serakah terhadap materi tanpa mempertimbangkan halal atau haram. Keserakahan terhadap kekayaan merupakan keinginan besar untuk memperoleh kekayaan sebanyak-banyaknya, yang disebabkan oleh kecintaan yang berlebihan terhadap kekayaan, dan seringkali juga karena interaksi yang berhubungan dengan hedonisme dan gaya hidup yang konsumtif. Korupsi adalah kejahatan yang dilakukan oleh para profesional yang tamak.
  • Moral yang kurang kuat, yakni akibat moral manusia yang kurang kuat sehingga lebih cenderung mementingkan kepentingannya sendiri. Hal ini disebabkan oleh melemahnya moral masyarakat, dan meningkatnya kecenderungan untuk mengutamakan kepentingan diri sendiri. Godaan tersebut bisa datang dari atasan, rekan kerja, rekan kerja, bawahan, atau pihak lain yang memberikan peluang untuk melakukan korupsi. Oleh karena itu, aspek akhlak seperti lemahnya keimanan,  kejujuran, rasa malu, aspek sikap dan perilaku seperti gaya hidup konsumtif dan aspek sosial, keluarga, dan lain-lain, dapat mendorong perilaku korupsi pada diri seseorang.
  • Kehidupan dan gaya yang konsumtif ini bisa juga berarti kehidupan sehari-hari yang berlebihan atau kehidupan yang boros. Gaya hidup seperti ini mendorong terjadinya korupsi karena pendapatan yang didapat tidak cukup untuk hidup mewah. Hidup di zaman modern, khususnya di kota-kota besar, seringkali mendorong terjadinya gaya hidup yang  konsumtif. Oleh karena itu, jika perilaku konsumen tidak diimbangi dengan pendapatan yang memadai, hal ini membuka kemungkinan bagi seseorang untuk melakukan tindakan berbeda untuk memuaskan keinginannya. Salah satu tindakan yang mungkin dilakukan adalah korupsi.

2.   Sedangkan faktor eksternal penyebab terjadinya korupsi yang berasal dari luar individu pada umumnya adalah faktor politik, hukum, dan ekonomi, sebagaimana diuraikan dalam buku "Peran Parlemen dalam Pemberantasan Korupsi" (ICW: 2000), yaitu sebagai berikut:

  • Pendidikan, Menurut Habib Sulton Asnawi (2013 : 350) Korupsi adalah kejahatan yang dilakukan oleh para intelektual. Pejabat rata-rata yang terjebak dalam kasus korupsi adalah mereka yang berpendidikan tinggi, memang pada kenyataannya para pelaku tindak pidana korupsi adalah para intelektual yang sebelum melakukan tindakannya telah melakukan persiapan dan perhitungan yang cermat sehingga mereka dapat memanipulasi hukum sehingga kejahatan tersebut tidak terdeteksi. Pendidikan, meskipun dalam konteks universal, bertujuan untuk meningkatkan harkat dan martabat manusia. Oleh karena itu, rendahnya pemahaman terhadap pendidikan sebagai langkah memanusiakan manusia justru melahirkan kurcaci yang berpikiran sempit dan sibuk dengan kepentingannya sendiri serta mengabaikan kepentingan bangsa. Untuk mencapai hal tersebut, diperlukan pendidikan moral sejak dini.
  • Politik, faktor politik mempengaruhi terjadinya korupsi karena politik itu sendiri pada dasarnya berkaitan dengan kekuasaan. Artinya setiap orang pasti akan menggunakan cara yang berbeda-beda bahkan korupsi untuk mendapatkan kekuasaan. Faktor politik dapat dibagi menjadi dua kategori: kekuasaan dan stabilitas politik. Keadaan sangat bertentangan dengan keadilan dan kemanusiaan. Ketika angka kemiskinan kian membesar, pelanggaran hukum dilakukan tanpa sungkan oleh elit politik, dan realitas korupsi terjadi di setiap ruang serta penyalahgunaan kekuasaan terus terjadi. Pada kenyataan yang demikian maka ruang politik merupakan salah satu sarana melakukan korupsi. Hal ini dapat dilihat ketika terjadi instabilitas politik atau ketika politisi mempunya hasrat untuk mempertahankan kekuasaan. Menurut Daniel S. Lev, politik tidak berjalan sesuai dengan aturan hukum, tetapi terjadi sesuai dengan pengaruh uang, keluarga, status sosial, dan kekuatan militer. Pendapat ini menunjukkan korelasi antara faktor-faktor yang tidak berfungsi dari aturan hukum, permainan politik, dan tekanan dari kelompok korupsi yang dominan. Penyalahgunaan kekuasaan publik juga tidak selalu untuk keuntungan pribadi, tetapi juga untuk kepentingan kelas, etnis, teman, dan sebagainya. Bahkan, di banyak negara beberapa hasil korupsi digunakan untuk membiayai kegiatan partai politik.
  • Hukum, faktor hukum dapat dilihat dari dua aspek. Di satu sisi dari aspek hukum, dan di sisi lain penegakan hukumnya lemah. Hukum yang buruk dapat dengan mudah terlihat pada peraturan yang diskriminatif dan tidak adil. Karena rumusannya tidak jelas dan tidak tegas maka timbul multitafsir. Tidak sesuai dan menduplikasi peraturan lainnya (baik yang setara maupun yang lebih tinggi). Sanksi yang tidak termasuk dalam tindakan yang dilarang, tidak tepat sasaran, dan dianggap terlalu ringan atau terlalu berat. Menggunakan konsep berbeda untuk hal yang sama.  Semua itu menjadikan regulasi tidak sesuai dengan realitas yang ada, sehingga regulasi tidak berfungsi dan kontraproduktif, namun justru merespons resistensi. Dalam konteks penegakan hukum, Seokanto (1986 : 16) menyebutkan lima unsur yang mempengaruhi proses penegakan hukum, yakni: Faktor hukum itu sendiri, Faktor aparat penegak hukum, Faktor sarana atau fasilitas yang mendukung penegakan hukum tersebut, Faktor masyarakat, dan Faktor budaya.
  • Ekonomi. Hal ini diindikasikan ketika tingkat pendapatan atau gaji tidak cukup untuk  memenuhi kebutuhan seseorang, dalam hal ini seseorang dapat melakukan tindakan korupsi untuk memenuhi segala kebutuhannya. Secara teoritis, Karl Marx menjelaskan secara rinci betapa besar pengaruh kekuatan ekonomi terhadap kehidupan manusia. Lebih lanjut beliau mengatakan: Mereka yang menguasai perekonomian juga akan menguasai rakyat. Seluruh perilaku manusia dikendalikan oleh motif ekonomi. Dalam masyarakat, perekonomian adalah substruktur, dan ia memberi bentuk dan gaya pada segala sesuatu yang ada di suprastruktur. Sebab di antaranya institusi politik, pola budaya, bahkan struktur masyarakat sebenarnya hanyalah cerminan dari sistem ekonomi yang ada di belakangnya. Tidak ada satu pun peristiwa sejarah di dunia yang tidak dapat dijelaskan dengan menggunakan kategori kepentingan ekonomi. Perang, revolusi, pemberontakan, bahkan penjajahan selalu mempunyai motif ekonomi. Dalam kehidupan kita sehari-hari, kita sering mengalami bagaimana perekonomian mempunyai dampak yang sangat besar terhadap kehidupan dan sikap masyarakat. Ketidakstabilan politik dan rendahnya pertumbuhan ekonomi berarti hancurnya hak-hak demokrasi. Pendapat ini tidak mutlak benar karena dalam teori kebutuhan Maslow, sebagaimana dikutip oleh Sulistyantoro, korupsi seharusnya hanya dilakukan oleh orang untuk memenuhi dua kebutuhan yang paling bawah dan logika lurusnya hanya dilakukan oleh komunitas masyarakat yang pas-pasan yang bertahan hidup. Namum saat ini korupsi dilakukan oleh orang kaya dan berpendidikan tinggi.
  • Aspek Sosial menurut Ridwan Arifin Oemara Sharif dan Devanda Prasutiyo (2018 : 8)  Permasalahan korupsi biasanya bersumber dari keluarga. Biasanya hal ini terjadi karena tuntutan istri atau keinginan pribadi yang berlebihan. Hal ini memposisikan dirinya sebagai bidang untuk memenuhi kepentingan pribadi keluarganya. Keluarga seharusnya menjadi tameng untuk mencegah terjadinya korupsi, namun terkadang sumber korupsi justru terletak pada keluarga. Dengan demikian keluarga sebenarnya bertanggung jawab atas tindakan korupsi yang dilakukan suaminya atau kepala rumah tangga. Jadi keluarga sebenarnya ada di dua sisi: sisi negatif dan sisi positif. Jika keluarga merupakan penggerak terjadinya korupsi, maka keluarga berada pada sisi negatif, sedangkan jika keluarga merupakan benteng dari praktik korupsi, maka keluarga berada pada sisi positif yang merupakan faktor yang sangat penting dalam terjadinya korupsi atau menghalangi.
  • Organisasi, menurut Tri Karyati dkk (2019 : 24) faktor organisasi memiliki beberapa aspek yang menyebabkan korupsi, diantaranya yaitu: kultur atau budaya, pimpinan, akuntabilitas, dan manajemen atau sistem. Aspek-aspek penyebab korupsi dalam sudut pandang organisasi meliputi: Kurang adanya sikap keteladanan pemimpin, Tidak adanya kultur atau budaya organisasi yang benar, Kurang memadainya sistem akuntabilitas, dan Kelemahan sistem pengendalian manajemen.

HOW?

Bagaimana penggunaan cincin gyges?

Fatikhah.R
Fatikhah.R

Dalam cerita Cincin Gyges, kekuatan cincin membuat Gyges tak terlihat, memungkinkannya untuk bertindak tanpa diketahui. Hal ini menggambarkan bagaimana seseorang dapat menggunakan kekuasaan secara rahasia untuk mencapai kepentingan pribadi, seperti Gyges yang masuk ke istana, membunuh raja, dan mengambil alih takhta tanpa pertanggungjawaban. Dengan kata lain, cincin menjadi alat untuk tindakan tidak terlihat yang melayani keinginan pribadi tanpa memikirkan konsekuensi moral atau etika. Gyges setelah memperoleh kemampuan baru untuk menjadi tidak terlihat, Gyges mengatur sebuah rencana licik. Gyges berusaha masuk ke dalam istana raja. Ketika sudah berada di dalam istana itu, dengan kekuatan cincin itu ia menggoda dan merayu ratu, tanpa dilihat oleh siapa pun juga. Gyges berhasil melakukan siasat dengan sang ratu untuk membunuh raja dan merebut tampuk kekuasaan. Perbuatan Gyges itu tidak ada yang mengetahui, ia terlindungi dan terbebas dari akibat dari perbuatannya tersebut. Glaucon menggunakan kisah Gyges  sebagai  alegori dalam diskusinya dengan Socrates tentang keadilan bersama Saudara laki-laki Plato, Glaucon dan Adeimantus,  mencari kesimpulan mengenai masalah apakah orang yang adil sebenarnya lebih baik daripada orang yang tidak adil. 

Seluruh pertanyaan tentang keadilan. Sementara Socrates sedang berbicara dengan Cephalus, Polemarchus dan Thrasymachus membahas tentang keadilan. Percakapan ini terjadi di rumah Polemarch ketika Socrates dan Glaucon mengunjungi Piraeus untuk menghadiri festival dewi Bendis oleh orang Thracia di Piraeus. Cephalus menjelaskan bahwa keadilan mengatakan kebenaran atau jujur dan mengembalikan harta pinjaman seseorang. Socrates membantah pernyataan Cephalus dengan memberikan contoh "Jika seseorang meminjam pedang dari temannya dan mengamuk menjadi gila, apakah adil jika mengembalikannya begitu saja." Bagi Polemarchus, putra Cephalus, keadilan sekarang diibaratkan membantu teman-temannya dan bertindak kasar maupun keras terhadap musuh-musuhnya. Socrates membantah juga pernyataan Polemarchus ini dengan alasan:

  • Apakah ini seperti pilihan antara makanan dan obat-obatan. Jadi, pertama-tama tentukan dulu apa konteksnya
  • Orang yang adil tetap baik hati meskipun melakukan perbuatan mubazir dan zalim
  • Tampaknya tidak adil jika memperlakukan seseorang dengan buruk, meskipun mereka adalah musuh Anda.

Thrasymachus, sebaliknya, keberatan dengan hasil percakapan antara Socrates dan Polemarchus. Baginya, keadilan adalah sesuatu yang berguna dan menguntungkan bagi penguasa. Apa yang adil selalu berbeda-beda, bergantung pada undang-undang yang berlaku di bawah penguasa politik yang berbeda. Hukum ada untuk melayani keinginan dan kepentingan penguasa. Keadilan juga berarti mematuhi hukum dan peraturan yang ditetapkan oleh pihak yang berwenang. Selain itu, orang yang adil membutuhkan kecerdasan dan karakter yang kuat, sedangkan orang yang tidak adil tidak memiliki kedua hal tersebut. Oleh karena itu, orang yang bertakwa dikaruniai kecerdasan dan akhlak yang kuat, sehingga perbuatannya berdampak dan bermanfaat. Ia lebih bijaksana karena ia mengenal prinsip batasan. Orang yang tidak adil menunjukkan kebodohan, kebodohan dan keburukan. Karakter dan kecerdasannya lemah. Bagi mereka, rasa percaya diri yang tiada batas bukanlah sumber kekuatan, melainkan sumber kontroversi. Thrasymachus mengatakan bahwa para penguasa di sini benar-benar sempurna dalam mengejar keuntungan dan kepentingan. Socrates menjawab bahwa seni (keahlian) atau keterampilan adalah kegiatan yang bermanfaat bagi orang lain, bukan bagi pelakunya. Namun, Thrasymachus membantahnya, menyatakan bahwa beberapa keterampilan, seperti menggembala, juga berguna bagi praktisi. Dalam beberapa hal, orang yang tidak adil lebih baik daripada orang yang adil, dan orang yang tidak adil yang tidak ketahuan berbuat curang lebih bahagia daripada orang yang adil. Penguasa adalah orang yang bahagia karena dapat memuaskan segala keinginannya, meskipun secara tidak adil, tentu saja ini untuk membela diri. Karena Thrasymachus sebenarnya mengajarkan para penguasa Athena masa depan yang berjuang untuk kesuksesan dan kekuasaan. Socrates, sebaliknya, mengatakan bahwa seorang gembala memelihara domba-dombanya, tetapi hal ini terpisah dari minatnya untuk menghasilkan uang, yang berada di luar kemampuannya, dan di mana ia tidak memiliki kekuatan atau kesanggupan untuk menguntungkannya menjelaskan bahwa tidak ada hal seperti itu. Socrates menyudutkan Thrasymachus dengan mengakui bahwa ada penguasa yang baik yang menolak untuk memerintah tetapi melakukan apa yang seharusnya dilakukan oleh seorang penguasa. Penguasa yang bijaksana ini tidak mempunyai niat untuk mengambil keuntungan dari kekuasaannya. Karena masyarakat tidak ingin diperintah oleh penguasa yang lebih rendah. Socrates menolak penjelasan Thrasymachus, menggambarkan dia sebagai seorang dokter yang belajar dan praktek untuk kepentingan pasiennya bukan untuk keuntungannya sendiri. Demikian pula, pemerintah yang melakukan hal-hal terbaik bagi rakyatnya adalah hal yang terbaik yang dilakukannya. Socrates melanjutkan dengan mengatakan bahwa orang adil tidak bisa egois dan mementingkan sendiri. Bahkan penguasa pun masih mempunyai keinginan untuk membantu pihak yang lemah jika ingin tetap berkuasa. Hal ini karena bawahan yang miskin dan marah dapat memberontak dan menggulingkan atasannya. Namun Thrasymachus menambahkan alasan untuk  mempertahankan pandangannya tentang keadilan dan yang tidak adil. Pada titik ini, Thrasymachus dianggap telah mengungkapkan sifat manusia: orang benar adalah orang kuat yang berkuasa atas orang lemah. Jika keadilan itu baik bagi orang lain, maka tidak ada keadilan karena tidak sesuai dengan kepentingan diri sendiri.

Glaucon tidak ikut nimbrung dengan percakapan itu. Glaucon pertama kali menjelaskan bahwa ada tiga macam kebaikan, yaitu:

  • Kebaikan mengandung nilai  dalam dirinya. Misalnya saja kebahagiaan
  • Kebaikan pada instrumental terdapat pada apa yang ditimbulkannya terutama pada kegiatan seperti kedokteran, misalnya obat
  • Kebaikan memiliki nilai dalam dirinya sendiri dan apa yang dihasilkannya

Menurutnya, orang yang berbuat keadilan pada hakikatnya dan secara mendasar adalah baik dalam keadaan apa pun. Glaucon kemudian mencoba membela orang yang tidak adil, yaitu dengan membuat pernyataan:

  • Keadilan timbul dari kompromi antara orang-orang lemah yang takut  menderita ketidakadilan, yang lebih buruk daripada melakukannya
  • Orang bertindak adil karena hal itu perlu dan tidak dapat dihindari, dan orang yang adil adalah baik karena tindakannya
  • Orang yang tidak adil yang mempunyai reputasi sebagai orang yang adil  lebih bahagia daripada orang yang adil yang memiliki reputasi sebagai orang yang tidak adil.

Bagi Glaucon, sifat manusia memang egois dan tidak adil, sehingga bagi dirinya bertindak tidak memihak tidak baik bagi manusia. Suatu tindakan yang adil  hanya bernilai jika memberikan manfaat bagi pelakunya. Perlakuan yang adil selalu menguntungkan kepentingan pribadi pelaku. Orang ad itu diciptakan, bukan alamiah. Itu adalah hasil kesepakatan yang pada dasarnya orang yang egois dibatasi oleh aturan dan hukum yang ditetapkan. Banyak orang yang lemah berkuasa atas mereka yang secara alami lebih kuat tetapi jumlahnya lebih sedikit demi keuntungan mereka sendiri. Kecenderungan alamiah manusia adalah selalu berlaku tidak adil, namun hukum memaksanya untuk melakukan keadilan. Keadilan didasarkan pada ketaatan terhadap hukum. Masyarakat menghargai keadilan justru karena mereka tidak bisa melakukan ketidakadilan. Perbuatan tidak adil jauh lebih berharga daripada keadilan karena keadilan dipaksakan dan dilakukan demi kepentingan orang lain.

Socrates dipanggil untuk membela orang yang adil demi dirinya sendiri, dan bukan demi reputasi yang dihasilkannya. Socrates memulai dengan membahas asal usul kehidupan sosial dan terciptanya negara yang adil melalui pemenuhan kebutuhan dasar manusia. Socrates berpendapat bahwa manusia memasuki kehidupan sosial karena alam tidak dapat dengan mudah memenuhi kebutuhan manusia. Setiap orang memiliki kemampuan unik dan melakukan tugas-tugas yang hanya dapat dilakukan oleh alam dan merupakan cara  paling efisien untuk memenuhi kebutuhan dasar seluruh anggota masyarakat. Socrates memperkenalkan prinsip dasar masyarakat: spesialisasi. Prinsip dasar ini menyatakan bahwa setiap orang memainkan peran yang paling sesuai dengan dirinya secara alamiah dan tidak mengganggu pekerjaan orang lain. Di balik prinsip ini terdapat pemahaman bahwa manusia mempunyai kecenderungan alamiah yang harus dipenuhi. Spesialisasi tidak hanya memerlukan pembagian kerja, tetapi yang terpenting adalah pembagian kerja yang selaras dan sesuai. Glaucon kemudian menjelaskan sejarah perkembangan masyarakat di mana penting bagi orang adil untuk menjadi pelindung bagi yang lemah. Pada tahap primordial atau jaman dahulu, masyarakat tidak memiliki hukum atau pemerintahan, dan masyarakat bebas melakukan apapun yang mereka inginkan. Sehingga orang yang kuat bisa menikmati hidup daripada mengalami penderitaan orang yang lemah. Sementara itu, kelompok lemah semakin menderita karena ketidakadilan. Kemudian mereka membuat perjanjian, menetapkan hukum dan pemerintahan berdasarkan kesepakatan bersama, dan mulai mendidik keadilan. Adeimantus mendukung pernyataan Glaucon, tapi tidak seperti Glaucon yang lebih fokus pada individu. Adeimantus berfokus pada komunitas, pendidikan, dan dampak yang lebih luas. Seperti Glaucon, Adeimantus percaya bahwa mereka yang memuji orang berbuat adil tidak benar-benar menghargai orang adil itu sendiri. Mereka  memuji dan mengucap syukur atas kebaikan yang dilakukan orang yang berbuat adil. Adeimantus mengatakan, manusia bersikap adil karena takut akan hukuman setelah kematian. Orang-orang yang tidak bertindak adil tentu menganggap bersikap adil itu baik, namun mereka juga percaya bahwa Tuhan akan memberikan pahala kepada mereka karena bersikap adil. Berbuat adil hanya kepentingan pribadi diri sendiri saja. Orang-orang yang tidak benar dan orang-orang yang tidak adil sama-sama meringkuk dalam lumpur. Adeimantus mengarah pada pemahaman bahwa keadilan adalah salah satu bentuk ketidakadilan. Hal ini karena manusia mengamalkan keadilan hanya karena keadilan akan membawa nama baik atau pahala dari Tuhan setelah kematian. Kalaupun seseorang bertakwa, tidak akan mendatangkan manfaat apa pun, melainkan hanya masalah dan kerugian. Sebaliknya, jika orang yang tidak adil mendapatkan reputasi yang baik dari orang yang benar, dia akan menjalani kehidupan yang indah. Ketika orang melakukan perbuatan benar karena rasa takut, hal ini menunjukkan bahwa keadilan sebenarnya wujud dari ketidakadilan yang tercipta, sehingga bukan keadilan yang sesungguhnya. Pameran ini tampaknya sedikit lebih rumit dari yang dibayangkan sebelumnya. Yang dimaksud Socrates dengan "di sini" adalah tentang kesatuan dan ketertiban. Sebab sesungguhnya permasalahan besar muncul dari konflik-konflik internal kecil dan gangguan-gangguan eksternal. Keadilan erat kaitannya dengan citra diri individu, yaitu suatu proses pengorganisasian diri dan pemahaman terhadap apa yang perlu dilakukan. Karena keadilan adalah ketertiban dan harmoni, Socrates sampai pada kesimpulan bahwa bertindak adil  membuat orang lebih bahagia. Sekalipun orang kaya, mereka tetap menderita. Sebab jika orang adil tidak merencanakan hidupnya maka ia akan selalu kebingungan, meragukan diri sendiri dan orang lain, hidup dalam ketakutan. Bagi Socrates, keadilan adalah sesuatu yang alamiah pada manusia. Memahami hakikat orang adil memerlukan pemahaman diri dan pemahaman intelektual terhadap orang yang adil. Melalui pencarian hikmah, ditemukan sesuatu di dalam diri yang membuat jiwa damai dan selaras dengan alam semesta. Sebaliknya mencari keadilan secara diluar diri sama saja dengan menebar benih perpecahan, perselisihan dan kecemburuan yang berujung pada rusaknya kesatuan kodrat dan keharmonisan hidup bermasyarakat. Keadilan ialah suatu yang utama yang terkait dengan pengetahuan dan tindakan yang berkeadilan. Keadilan berarti jiwa yang damai, yang didapatkan melalui pengetahuan intelektual tentang hakikat keadilan, yang membuat orang damai dalam dirinya sehingga ini membuka peluang untuk dapat menolong orang yang lainnya.

Republik menegaskan bahwa keadilan adalah kebajikan moral manusia yang seperangkat aturan disusun secara rasional, masing-masing memainkan perannya sendiri, dan tidak mengganggu peran bagian lain. Sedangkan Aristoteles mengatakan keadilan adalah hukum dan aturan yang menjamin kesetaraan dan mencegah kesenjangan. Hobbes percaya bahwa keadilan adalah kebajikan moral yang didasarkan pada persetujuan sukarela dan diperlukan bagi masyarakat. Di sisi lain, kisah Ring of Gyges mengungkapkan bahwa orang cenderung melakukan hal yang tidak adil ketika tidak ada yang melihat. Hanya orang bodoh yang melakukan hal adil ketika tidak ada orang yang melihat. Orang-orang melakukan apa yang adil karena mereka tidak ingin terekspos, mereka tidak ingin tertangkap basah, dan mereka takut akan hukuman seperti orang yang tidak adil. Mereka yang mengamalkan keadilan tidak pernah mengandalkan niat baik, melainkan hanya pada kepentingan dirinya sendiri.

Bagaimana fenomena korupsi di Indonesia dapat dicegah?

Fatikhah.R
Fatikhah.R
Korupsi terjadi ketika tidak ditanamkan nilai-nilai antikorupsi yang kuat dalam diri. Korupsi itu sendiri sudah dianggap sebagai penyakit moral, bahkan ada kecenderungan semakin berkembang dengan penyebab multifaktor. Melalui kebiasaan dan pengembangan nilai-nilai antikorupsi, seseorang diharapkan mampu mengendalikan pengaruh negatif dari lingkungan dan terhindar dari praktik korupsi. Strategi antikorupsi telah dikembangkan sesuai dengan teori korupsi. Berbagai hambatan dan rintangan kerap ditemui, namun keinginan bangsa untuk memberantas korupsi tetap teguh karena korupsi tidak hanya berdampak pada satu aspek kehidupan namun juga dapat menimbulkan efek domino dalam skala besar bagi eksistensi bangsa dan negara. Keadaan ini dapat memperburuk keadaan perekonomian negara, misalnya dengan tindak korupsi tersebut telah merugikan masyarakat dan negara. Oleh karena itu tindakan tersebut perlu dicegah dan dihentikan, dengan melakukan penanganan secara sungguh-sungguh dan sistematis, dengan menerapkan strategi yang komprehensif - secara preventif, detektif, represif, simultan dan berkelanjutan dengan melibatkan semua unsur terkait, baik unsur-unsur Lembaga Tertinggi dan Tinggi Negara, maupun masyarakat luas. Pencegahan dan pemberantasan korupsi di Indonesia saat ini didasarkan pada Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 dipadukan dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang tindak pidana korupsi. Oleh karena itu, pada prinsipnya pencegahan dan pemberantasan korupsi sudah menjadi komitmen bangsa Indonesia. Komitmen tersebut diwujudkan dalam upaya pemberantasan korupsi dengan menerapkan undang-undang tentang tindak pidana korupsi dan membentuk lembaga yang  khusus dibentuk untuk mencegah dan memberantas korupsi, khususnya Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK. Pemberantasan korupsi tidak akan efektif jika dilakukan hanya dari satu sisi saja, baik itu pengobatan/pemberantasan maupun pencegahan. Penanggulangan korupsi akan lebih efektif jika dilakukan dengan melakukan kedua tindakan tersebut secara bersamaan dan tidak boleh lupa harus dilakukan secara bersama-sama, dengan partisipasi dari pemimpin, pemangku pemerintah, dan masyarakat. Walaupun pemerintah sudah beberapa kali mendirikan lembaga anti korupsi, namun upaya mencegah dan menangani korupsi dinilai masih belum memenuhi harapan masyarakat, karena pemerintah dinilai masih setengah hati dalam menangani korupsi.

Korupsi di Indonesia menyebabkan ketidaknormalan pada sikap, tindakan, dan pikiran masyarakat, serta berada pada kondisi yang memprihatinkan. Korupsi tidak lagi sebatas pencurian uang, namun lambat laun menyusup ke dalam pikiran, moral, nilai, dan cara berpikir. Salah satu akibat dalam praktik administrasi publik adalah hilangnya integritas dan moralitas akibat materialisme yang besar dan ego sectoral atau departemen. Kurangnya upaya pemberantasan korupsi selama ini ditambah dengan kurangnya dukungan  kuat dan keseriusan dari seluruh pejabat publik pada umumnya dan aparat penegak hukum pada khususnya, serta kurangnya peran aktif masyarakat lokal dalam melaksanakan pengawasan upaya pemberantasan korupsi bisa jadi sulit dilakukan. Berdasarkan kondisi tersebut, diperlukan kemauan dan tekad yang besar dari seluruh pelaku pembangunan untuk melakukan berbagai perbaikan dan evaluasi menuju pemberantasan korupsi di Indonesia. Kelambanan dalam penanganan tindak pidana korupsi dan kurangnya kepercayaan masyarakat terhadap instansi penegak hukum yang telah ada dalam pemberantasan korupsi, maka eksekutif dan legislatif membentuk Komisi Pemberantasan Korupsi atau disingkat menjadi KPK. Sebenarnya pihak yang berwenang, seperti KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) telah berusaha melakukan kerja maksimal. Tetapi antara kerja yang harus digarap jauh lebih banyak dibandingkan dengan tenaga dan waktu yang dimiliki KPK. Pemahaman tentang antikorupsi akan terimplementasikan dengan baik jika berorientasi pada pendidikan karakter yang dikategorikan sebagai pendidikan nilai. Hal ini dikarenakan tujuan dari antikorupsi ialah membentengi seluruh lapisan masyarakat dari perilaku koruptif. Secara nyata upaya tersebut untuk mencapai tujuan antikorupsi dilakukan dengan memberikan bekal kepada peserta masyarakat mengenai pemahaman nilai-nilai luhur antikorupsi dan pancasila sebagaimana diajarkan di dalam pendidikan nilai. Berikut ini berbagai strategi yang dilakukan untuk memberantas atau mencegah korupsi yang dikembangkan oleh United Nations yang dinamakan The Global Against Corrupption dan dibuat dalam bentuk United Nations Anti-Corruption Toolkit (Kurnia Utomo, 2015), yaitu:

1.   Pembentukan lembaga antikorupsi sebagai  salah  satu cara untuk memberantas korupsi adalah dengan  membentuk lembaga independen yang khusus  menangani korupsi. Indonesia telah memiliki lembaga yang  khusus dibentuk untuk  memberantas korupsi, yang disebut  Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Selain itu, perhatian harus diberikan pada peningkatan kinerja otoritas peradilan seperti polisi, kejaksaan, pengadilan, dan lembaga pemasyarakatan. Pengadilan adalah pusat penegakan hukum dan harus adil (non-partisan), jujur, dan adil.

2.   Pencegahan Sosial dan Penguatan Masyarakat merupakan salah satu upaya pemberantasan korupsi. Adalah dengan memberikan hak kepada masyarakat untuk mengakses informasi (Access to Information). Empat cara lain untuk memperkuat masyarakat dalam mencegah dan memberantas korupsi adalah dengan memberikan fasilitas kepada Masyarakat untuk melaporkan kasus korupsi. Mekanisme dapat dilakukan melalui telepon, email, atau bahkan internet dan media sosial. Sebab,  merupakan media pelaporan kasus korupsi yang hemat biaya dan mudah.

3.   Pengembangan dan pembuatan instrumen hukum Pemberantasan korupsi. Untuk mendukung  pencegahan dan pemberantasan korupsi, perlu tidak hanya mengandalkan satu instrumen hukum, yaitu undang-undang antikorupsi, tetapi juga mengembangkan instrumen hukum lain, seperti undang-undang tentang pencucian uang, untuk mendukungnya.

4.   Salah satu cara untuk mencegah korupsi di sektor publik adalah dengan mewajibkan pejabat publik untuk melaporkan dan mengungkapkan jumlah aset yang dimilikinya sebelum dan sesudah menjabat. Warga bisa memantau kecukupan jumlah harta yang dimilikinya, apalagi jika jumlahnya bertambah setelah tidak menjabat.

KESIMPULAN

Cincin Gyges adalah peninggalan artefak magis mistis yang menurut Glaucon di dalam buku Republik Plato, berguna untuk menentang dengan keadilan itu sendiri. Sebab, cincin itu membuat pemakainya tidak terlihat, memungkinkan dia mengabaikan konsekuensi tindakannya dan dengan mudah bertindak dengan cara yang hanya memaksimalkan keuntungannya sendiri, seperti Gyges yang masuk ke istana, membunuh raja, dan mengambil alih takhta tanpa pertanggungjawaban. Dengan kata lain, cincin menjadi alat untuk tindakan tidak terlihat yang melayani keinginan pribadi tanpa memikirkan konsekuensi moral atau etika. Ketidakadilan terjadi dalam penggunaan cincin tersebut, bahkan orang-orang terhormat pun bisa melakukan perbuatan tidak adil untuk mengambil kesempatan buruknya. Kebaikan sah seperti apapun yang diperoleh melalui ketidakadilan, seperti yang diperoleh Gyges yang licik, tidak setara dengan kebahagiaan mendalam dan kebaikan keadilan. Dalam cerita ini, baik plato maupun Socrates yang menanggapinya, tidak mempertimbangkan belas kasihan dan prinsip moral.

Fenomena korupsi di Indonesia selalu menjadi topik hangat. Salah satu tema utama dalam proses penegakan hukum adalah pemberantasan tindak pidana korupsi. Menanggapi fenomena ini, pemerintahan berturut-turut secara konsisten menjadikan pemberantasan korupsi sebagai fokus utama upaya mereka. Berbagai undang-undang dan peraturan penegakan hukum terkait korupsi semuanya hadir sebagai bukti keseriusan pihak berwenang dalam memberantas tindak pidana korupsi di Indonesia. Keadaan ini dapat memperburuk keadaan perekonomian negara, misalnya dengan tindak korupsi tersebut telah merugikan masyarakat dan negara. Oleh karena itu tindakan tersebut perlu dicegah dan dihentikan, dengan melakukan penanganan secara sungguh-sungguh dan sistematis, dengan menerapkan strategi yang komprehensif, secara preventif, detektif, represif, simultan dan berkelanjutan dengan melibatkan semua unsur terkait, baik unsur-unsur Lembaga Tertinggi dan Tinggi Negara, maupun masyarakat luas. 

Kisah Ring of Gyges terkait dengan fenomena kriminal korupsi di Indonesia, karena merupakan sebuah konsep yang mewakili kekuasaan yang tidak terlihat dan disalahgunakan (transparan). Saat Gyges memakai cincin itu, dia menjadi tidak terlihat. Dapat dilihat dari para koruptor di Indonesia bisa dengan mudah melakukan tindakan korupsi tanpa harus mendapatkan hukuman yang adil. Faktor penyebab seseorang melakukan korupsi jika ditinjau dari cerita cincin gyges karena adanya keserakahan (greed), peluang (opportunity), kebutuhan (needs).  Hal ini mencerminkan tantangan dalam pemantauan dan pencegahan korupsi di indonesia.

DAFTAR PUSTAKA

https://borobudurwriters.id/kolom/cincin-gyges-sebuah-cerita-tentang-yang-adil/

https://1000wordphilosophy.com/2022/05/14/platos-ring-of-gyges/

http://repository.undaris.ac.id/id/eprint/685/1/Buku%20Digital%20-%20PENGETAHUAN%20DASAR%20ANTIKORUPSI%20DAN%20INTEGRITAS%20(2).pdf

https://media.neliti.com/media/publications/170649-ID-fenomena-korupsi-sebagai-patologi-sosial.pdf

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun