Berbagai  undang-undang dan peraturan penegakan hukum terkait korupsi semuanya hadir sebagai bukti keseriusan pihak berwenang dalam memberantas tindak pidana korupsi di Indonesia. Upaya pemberantasan korupsi jelas tidak mudah dan tantangannya tampak semakin kompleks. Korupsi tampaknya sudah menjadi budaya di berbagai lapisan masyarakat, sehingga pemerintah mengklasifikasikannya sebagai kejahatan yang luar biasa. Namun berbagai upaya terus dilakukan untuk memberantas, atau setidaknya mengurangi, korupsi.
Korupsi berasal dari kata latin "Corruptio" atau "Corruptus", dalam bahasa Prancis dan Inggris disebut "Corruption", dalam bahasa Belanda disebut "Corruptie." Arti harfiah dari kata itu ialah kebusukan, keburukan, kebejatan, ketidakjujuran, dapat disuap, tidak bermoral, penyimpangan dari kesucian, kata atau ucapan yang menghina atau menfitnah. Korupsi adalah perbuatan yang buruk seperti penggelapan uang, penerimaan uang sogok dan sebagainya.
Ibarat penyakit, korupsi di Indonesia telah berkembang dalam tiga tahap, yaitu elitis, endemic dan sistemik. Pada tahap elitis, korupsi menjadi patologi sosial yang khas di lingkungan para pejabat. Pada tahap endemic, korupsi mewabah menjangkau masyarakat luas. Lalu ditahap kritis, ketika korupsi menjadi sistemik, setiap individu dalam sistem terjangkit penyakit yang serupa. Boleh jadi di bangsa ini telah sampai pada tahap sistemik. Korupsi sebagai fenomena penyimpangan dalam kehidupan sosial, budaya, sosial dan pemerintahan telah dipelajari dan dikaji secara kritis oleh banyak ilmuwan dan filsuf. Misalnya Aristoteles yang mengikuti Machiavelli merumuskan apa yang disebutnya korupsi moral. Korupsi moral mengacu pada berbagai bentuk konstitusi yang menjadi tidak terkendali sehingga bahkan dalam sistem demokrasi, para penguasa tidak lagi berpedoman pada hukum dan tidak dapat lagi hanya melayani diri mereka sendiri. Korupsi terjadi ketika terjadi penyalahgunaan kekuasaan, dan korupsi semakin intensif, terutama ketika kekuasaan bersifat absolut atau mendasar.Â
Ini bukan sekadar bentuk suap menyuap antar birokrat kecil, melainkan upaya akumulasi modal antara birokrat petinggi dan pengelola perusahaan besar. Sementara itu, tercatat dalam Indeks Persepsi Korupsi (IPK) tahun 2022, Indonesia meraih nilai 38 dan berada di urutan 96 dari banyaknya 180 negara. Artinya, pemerintah masih perlu melakukan pembenahan dalam penanganan kasus korupsi yang dilabeli sebagai kejahatan luar biasa. Di sisi lain, data tersebut juga menunjukkan bahwa budaya korupsi masih menjadi musuh utama bangsa Indonesia. Tercatat dalam sepanjang sejarah negara Indonesia, ada beberapa contoh kasus korupsi yang merugikan negara hingga triliunan, berikut penjelasannya:
1. Â Kasus korupsi Jiwasraya
Korupsi yang dilakukan oleh PT Asuransi Jiwasraya merugikan negara hingga kurang lebih Rp 13,7 triliun. Jiwasraya menjadi perhatiin banyak orang setelah tidak mampu membayar polis kepada nasabah dengan nominal sebesar kurang lebih Rp 12,4 triliun. Lalu, kejaksaan agung menetapkan 5 orang sebagai tersangka dalam kasus korupsi ini.
2. Â Kasus korupsi Bank Century
Kasus korupsi ini terjadi pada tahun 2014. Pada masa itu, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) melaporkan kerugian yang diakibatkan oleh kasus ini mencapai Rp 6,76 triliun. Tidak hanya itu, negara juga mengalami kerugian sebesar Rp 689, 394 miliar untuk pemberian fasilitas pendanaan jangka pendek kepada bank century.
3. Â Kasus korupsi E-KTP
Kasus ini terjadi pada tahun 2011-2012, tercatat telah merugikan negara sebesar Rp 2,3 triliun. KPK telah menetapkan beberapa orang sebagai tersangka yang telah terlibat, mulai dari pejabat kementerian dalam negeri hingga petinggi DPR seperti Andi Narogong, Sugiharto, Irman, dan lain-lain.
Apa hubungannya cincin gyges dengan fenomena korupsi di Indonesia?