"SURAT KETERANGAN PENGUASAAN TANAH (SKT) Th. 1994 DINYATAKAN MEMILIKI LEGALITAS DAN DIAKUI NEGARA SAMA DENGAN SERTIFIKAT HAK MILIK (SHM) PRONA Th.1982 ...."
Pernyataan di atas adalah kalimat yang ditulis oleh Penyidik Polres Tanah Laut dalam SP2HP terakhir yang kami terima dengan maksud agar kami sebagai Pemilik Sertifikat menggugat secara PERDATA pihak Terlapor (H Rus S) dengan alas haknya Surat Keterangan Penguasaan Tanah . Kasus yang kami ketengahkan adalah sekian dari banyaknya kasus hukum yang seharusnya tidaklah "sulit" tetapi menjadi rumit karena "prosedur" penanganan-nya dibuat sedemikian. Kasus penyerobotan tanah adalah kasus tindak pidana terlebih lagi jika sudah ada muatan unsur pemalsuan tetapi Penyidik bersikukuh bahwa tidak ada tersangka ataupun indikasi pidana bahkan perbuatan melawan hukum dari si Terlapor(tersangka).
Sudah berjalan cukup lama sejak pengaduan kami (2015) ke Polresta Tanah Laut Kalimantan Selatan, dimana kami berupaya memperjuangkan kasus kami yang kami duga tidak hanya "sekedar" penyerobotan tanah seperti mula yang kami adukan karena dalam prosesnya begitu "sulit/ enggan"-nya pihak penyidik menindak pidana Terlapor. Bukankah sekarang Bapak Presiden Jokowi sedang gencar gencarnya membagi bagi Sertifikat Tanah karena Sertifikat adalah bukti hak kepemilikan dan kepastian hukum atas tanah oleh Negara. Kalau demikian kenapa dalam kasus kami sebagai pemilik Sertifikat terlebih lagi Sertifikat PRONA (Proyek Nasional Agraria) tahun 1982 adalah hasil dari Proyek Penerbitan Sertifikat untuk pertama kalinya secara massal berdasarkan Kep Mendagri No 189 tahun 1981, kami malah diminta Penyidik untuk menggugat Perdata Surat Keterangan Penguasaan Tanah. Padahal aturan peruntukkan kasus kami jelas hukumnya yaitu PIDANA.Tetapi penyidik sebagai aparat penegak hukum tidak ada niatan untuk menindak si tersangka (Terlapor) malah kami duga jika tidak bisa membawa kasus kami ke jalur PERDATA dengan segala cara agar kasus kami tidak ditingkatkan menjadi penyidikan agar Terlapor tidak dipidanakan maka kasus kami bagi mereka lebih baik di peti es kan. Untuk maksud demikian terkait dengan upaya dan rekayasa serta adanya fakta bahwa Terlapor sejak kami adukan tetap/ masih menguasai tanah dan mengambil keuntungan atas tanah tersebut selama kurang lebih setahun tanpa ada penindakan dari pihak kepolisian. Pembiaran akan tindak kejahatan atas tanah kami tersebut adalah unsur kesengajaan yang kami duga tidak hanya lebih dari sekedar hanya keberpihakan pihak Penyidik terhadap pihak Terlapor. Oleh karena itu kami merasa wajar jika kami mengadukan kinerja penanganan penyelidikan kasus kami ke KOMPOLNAS sebagai lembaga yang bertugas menerima saran dan keluhan dari masyarakat terkait kinerja kepolisian dan menyampaikannya kepada Presiden sebagaimana di atur dalam UU No 2 tahun 2002 Pasal 38 Ayat (2), agar dapat menegur,menegaskan dan mendesak aparat penegak hukum yang menangani kasus kami untuk menindak pidana Terlapor sesuai hukum. Dengan mengingat PERPU Nomor 51 Tahun 1960 mengenai pemakaian tanah tanpa izin dari yang berhak atau kuasanya yang sah adalah tindakan pidana. Dikarenakan Terlapor tidak hanya menghilangkan patok batas, mendirikan beberapa rumah (salah satunya menjadi tempat tinggalnya sejak tahun 2015) tetapi juga mengambil keuntungan dari menguasai tanah tersebut (menguruk dan menjualnya sebagai bahan bangunan) disertai adanya dugaan pemalsuan dokumen dan tanda tangan atas Surat Keterangan Penguasaan Tanah yang dijadikan alas hak Terlapor untuk menguasai tanah kami.
Surat Pengaduan kami ke KOMPOLNAS, adalah sebagai berikut :
Banjarmasin, 14 Juni 2017
Kepada YTH :
KETUA KOMPOLNAS
di- Jakarta
Lampiran : 1 (satu) bundel dokumen
Perihal : Laporan Pengaduan akan tindakan maladministrasi yang kami duga dilakukan dalam penanganan perkara kami oleh Polres Tanah Laut dan Mohon bantuan pendalaman perkara /kasus kami lebih jauh agar penyelidikan tidak dihentikan (kasus kami dipeti eskan) demi tegaknya hukum dan keadilan dan agar tersangka(Terlapor) dapat di pidanakan sehingga kami dapat mempertahankan apa yang telah dan tetap menjadi hak kami terkait dengan perkara yang mulanya tindak pidana penyerobotan tanah alias penjarahan tanah kami di Desa Nusa Indah Kec.Bati Bati, Kab.Tanah Laut, Kal -- Sel.
Dengan Hormat,
Dengan mengucapkan Assalamualaikum WW. Sebelumnya saya sampaikan laporan tertulis kami. Terlebih dahulu saya tuliskan identitas saya selaku Pelapor :
Nama Lengkap : FARIDAH
Tempat / Tanggal Lahir : Banjarmasin, 14 Juli 1952
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Alamat rumah : Jl.Simpang Hasanuddin HM No.70 RT.10, RW.02,Kel. Kertak Baru Ulu, Kec. Banjarmasin Tengah, Kal-Sel
Alamat Surat : Jl. Flamboyan I, No.30. RT.42, Kayu Tangi, Banjarmasin Utara 70123 , Kal-Sel.
No HP : 0812 3223 5343
Email : FARID4H_DUGAN@yahoo.com
Bersama dengan surat ini kami melaporkan dugaan tindakan maladministrasi yang dilakukan oleh Penyidik Polres Tanah Laut terkait dengan perkara kami yang diadukan tanggal 31 Agustus 2015 dengan Nomor; LapDuan/107/VIII/2015/ KALSEL/ RES TALA, dimana laporan kami ditulis sebagai tindakan penyerobotan tanah dengan tersangka (Terlapor) H Rus Sastrawan oleh Penyidik yang menerimakan Laporan Pengaduan kami yaitu Pak Hendra Karta. Tindak Pidana yang dilakukannya tidak hanya merusak/ menghilangkan patok batas kami, membangun beberapa buah rumah terakhir yang kami sampaikan untuk kedua kalinya dalam surat permintaan kami untuk penyelidikan agar ditingkatkan ke penyidikan (pidana) adalah tambahan tindak pidana selain penyerobotan yaitu mengenai pengurukan tanah tanpa izin oleh H Rus S.Dan tindakan kejahatan atas tanah tersebut mendapatkan "pembenaran" oleh pihak kepolisian dalam hal ini adalah Penyidik Polres Tanah Laut. Padahal semua orang sama di mata hukum dan dugaan keberpihakan ini cukup beralasan jika kita merujuk dari fakta hukum alas hak kedua belah pihak masing -- masing seharusnya sudah bisa menentukan HUKUM yang tepat dan benar terhadap kasus kami, kedua fakta hukum tersebut yaitu :
- Pihak kami (Faridah) dengan 2(dua) sertifikat yaitu SHM 7 Tahun 1982 dengan NIB:17.08.04.14.01409, dan SHM 8 Tahun 1982 dengan NIB:17.08.04.14.01410, keduanya An. BACHRAN NOOR JOHAN merupakan SHM (Sertifikat Hak Milik) Prona tahun 1982, PRONA atau Proyek Operasi Nasional Agraria yang dimaksud di SHM kami berdasarkan Surat Keputusan Gubernur Kepala Daerah Tk.I Kalimantan Selatan Tgl 10 Maret 1982 Nomor SK.248/490/Prona-HM/TL/82 adalah proyek subsidi oleh pemerintah untuk pendaftaran tanah yang dilakukan secara sistematis/terprogram.
- Pihak H Rus Sastrawan menjadikan SKPT( Surat KeteranganPenguasaanTanah) An.SATUHUtahun 1994 dengan Nomor : 593.2/010/SKT/VI/94 sebagai alas hak menduduki dan menguasai bidang tanah tersebut.
Dari kedua fakta yang disebutkan sebagai alas masing masing hak diatas, dimana :
1. Ditilik dari perolehannya, dimana :
A.Sertifikat atas nama Bachran Noor Johan dan Bu Faridah(Pelapor) sebagai isteri Alm. Bachran Noor Johan mendapatkannya secara waris.
B.SKPT atas nama SATUHU (Nama yang tercantum di SKPT ).dan H Rus S(Terlapor) berdasarkan pengakuannya mendapatkan SKPT atas dasar jual beli dengan Satuhu .
2. Keduanya mengajukan alat bukti berupa alas hak yang BERBEDA.
3. Luasan bidang tanah masimg masing pihak BERBEDA.
4. Keduanya berdasarkan gambar situasi di alas hak masing masing berbatasan dengan Jalan yangBERBEDA.
5. SHM 7 & SHM 8memiliki keterangan arah sebagai acuan sedangkan SKPTan SATUHUhanya menjelaskan luasan bidang tanah dan letak (Jl.Soebarjo) tidak menerangkan posisi persis tanah (tidak ada keterangan arah) dan penjelasan pihak yang berbatasan dengan bidang tanah dan keterangan batas pada gambar bidang tanah tidak berkesesuaian.
Dengan berdasarkan ketentuan perundang undangan sebagai berikut , yaitu :
Surat Edaran Kejaksaan Agung Republik Indonesia Nomor : B-230/E/EJP/01/2013, Perihal: Penanganan Perkara Tindak Pidana Umum yang Obyeknya Berupa Tanah. Menentukan perkara yang bersangkutan adalah perkara pidana atau perdata murni dengan memahami anatomi kasus dengan menentukan terlebih dahulu status hukum kepemilikan tanah berdasarkan alasan hak yang dimiliki.
(3). Jika sekiranya kasus yang obyeknya berupa tanah, dimana status hukum yang kepemilikan tanah berdasarkan alasan hak yang dimiliki jelas, kuat dan sah menurut ketentuan undang undang, dan jika ada pihak yang melanggarnya misalnya penyerobotan tanah, maka kasus tersebut dapat dipidanakan.
(4).1.Masalah tanah yang terkait dengan fisik tanah itu sendiri,terdapat beberapa variasi modus operandi , antara lain: butir ke a). Terjadi perebutan suatu lokasi lahan/ tanah dimaksud belum jelas tentang pihak yang memiliki status kepemilikan berdasarkan atas “hak yang kuat dan sah”; c). Bisa juga terjadi case, dimana ada 2(dua) lokasi lahan/ tanah yang berdampingan ,dimana kedua orang masing masing pemilik sah atas lahannya. Gambar, luas dan batas lokasi tanah juga jelas ,namun salah satu pihak mencaplok dan menggarap lahan/ tanah yang berdampingan milik orang lain.Terhadap masalah yang dimaksud hurup ’c’ dapat dipidanakan dengan menggunakan pasal pasal 385, 170, 406 KUHP
Penyidik mengkategorikan kasus kami dengan golongan Biasa dan seharusnya dengan fakta hukum yaitu alas hak masing masing pihak dan sesuai dengan ketentuan yang disebutkan di atas maka hukum yang ditetapkan dalam kasus kami adalah PIDANA dan H Rus S dapat segera dilakukan penindakkan oleh Penyidik. Tetapi Penyidik tidak berupaya memahami anatomi kasus kami dan inti dari permasalahan antara kedua belah pihak malah melewatkan prosedur yang seharusnya dilakukan terutama dalam pencarian bukti untuk kebenaran (“cek bersih”) malah melakukan “apa yang bisa dilakukan” untuk perkara kami di bawa ke jalur “Perdata” dengan melakukan apa yang kami duga sebagai tindakan maladministrasi, adalah jika kami menggaris bawahi beberapa hal dari SP2HP yang dikeluarkan oleh Polres Tala. Karena SP2HP adalah wujud kinerja dan transparansi penyidikan oleh Penyidik.
Dimana kedua SP2HP yang dimaksud garis besarnya, yaitu
A. SP2HP – (I).Nomor:B/04/1/2016/Reskrim,Kode A1, tanggal 13 Januari 2011(?)
Perihal: Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penelitian Laporan,yaitu:
”….terdapat dua legalitas yang dimiliki oleh masing masing : dalam hal ini Sdri.Faridah memiliki SHM dan Sdr. Rus Sastrawan memiliki Surat Keterangan Kepemilikan Tanah dimana tanah tersebut berada dalam satu lokasi,dengan demikian untuk mendapatkan untuk mendapatkan hubungan kepemilikan dalam perkara ini dimohon pelapor dapat mengajukan Gugatan Perdata…”.
B. SP2HP – (II).Nomor:B/269/IV/2016 /Reskrim Kode A2, tanggal 18 April 2016:
Perihal : Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyelidikan, yaitu :
- Bahwa kedua belah pihak memiliki legalitas yang sama sama diakui oleh Negara.
-Berdasarkan PERMA 01 tahun 1956 pada pasal 1 berbunyi : “apabila pemeriksaan perkara pidana harus diputuskan adanya suatu hal perdata atau suatu barang atau tentang suatu hubungan hukum antara dua pihak tertentu, maka pemeriksaan perkara pidana dapat ditangguhkan untuk menunggu suatu putusan pengadilan dalam pemeriksaan perkara perdata tentang adanya atau tidak adanya hak perdata itu.”
Laporan Pengaduan ini kami tulis sebagai protes keras kami akan kinerja penanganan perkara kami oleh Penyidik Polres Tanah Laut yaitu (yang ditulis dibawah adalah nama Penyidik terakhir yang menangani dan yang dicantumkan di SP2HP) :
1. Penyidik AKP Ade Papa Rihii SH SiK MH ( yang juga menjabat sebagai Kasat Reskrim Tanah Laut).
2. BRIPKA AKHMAD RODDY
Yang kami adukan sebagai protes kami akan adanya indikasi maladministrasi adalah dengan menggaris bawahi beberapa hal dari SP2HP yang dikeluarkan Polres Tala.Yaitu :
1.Terlapor (H Rus S) telah menduduki tanah yang sudah dipunyai oleh orang lain dan memakai tanah tanpa izin dari kuasanya yang sah (telah melanggar hak orang lain) adalah tindakan pidana sebagaimana diatur dalam PERPPU 51/1960.Dan Penyidik tidak menindak pidana H Rus S padahal semua sama di mata hukum yang berarti penyidik tidak melakukan kewajiban hukumnya.
2.Penyidik melakukan kesalahan administrasi entah suatu kealpaan atau kesengajaan dengan menulis Kode surat yang salah dan mengubah tahunnya penanggalan (ditulis 2011)yang dapat saja berakibat kasus kami ditafsirkan sebagai kadaluwarsa.
3.Penyidik selain tidak menyebutkan rinci juga merekayasa dengan menyembunyikan Fakta hukum sebenarnya dalam SP2HP dengan mengubah kata dan membuat pernyataan kalimat seakan kedua pihak memiliki unsur keperdataan.
4, Penyidik telah bermain main dengan fakta yaitu;
- Dalam SP2HP (1) dikatakan keduanya memiliki legalitas, artinya belum tentu sama legalitasnya antara alas hak pihak satu dan lainnya
- Dalam SP2HP (II) penyidik menegaskan bahwa keduanya memiliki legalitas yang sama dan sama sama mendapatkan pengakuan oleh Negara.
- Penyidik tidak mencantumkan fakta teramat penting, yaitu bidang tanah yang dipermasalahkan berada di “jalan yang berbeda”, dimana :
Dalam SP2HP (I) disebutkan bidang tanah kedua belah pihak “satu lokasi” .Padahal secara logika satu lokasi tidak bisa dinyatakan sama bidang tanah yang dimaksud.
Dalam SP2HP (II) tidak lagi disinggung masalah jalan.
Padahal jika kasus kami dikatakan sengketa adalah lebih tepatnya karena masalah “jalan”. Dan pembuktian mana jalan yang benar adalah “vital”. Tetapi hal ini dihindari oleh Penyidik dengan “sengaja” melewatkan informasi/ fakta actual di lapangan. Selain itu Penyidik tidak memperhatikan bahwa Sertifikat Pelapor adalah Sertifikat PRONA tahun 1982 (di atas dari tahun dikeluarkannya SKPT (1994))
5.Perkara kami tergolong biasa tetapi penyidik mempersulit diantaranya dengan penggantian Penyidik yaitu :
1. Penyidik Hendra Karta ( Penyidik yang sekaligus menerimakan Laporan Pengaduan Pelapor)
2. Penyidik Rifii Hamdani ( Penyidik yang menyatakan kalau beliau pengganti Penyidik Hendra Karta dalam menangani kasus kami dan yang mengambil kesaksian saksi kunci yaitu saksi fakta Batas Sebelah BUDIJAYA pemilik SHM 6, yang selain memberikan kesaksian juga memberikan fotokopi SHM 6 sebagai tambahan bukti penguat data/ informasi jalan)
6. Penyidik menerimakan SKPT an Satuhu sebagai alas hak H Rus S dengan tidak adanya dokumen pendukung atau bukti riwayat kepemilikan bahkan tidak mendapatkan orang yang bernama Satuhu untuk dimintakan kesaksian untuk kepemilikan H Rus S (dugaan fiktif).Dan tidak melakukan “Cek Bersih” terhadap SKPT an Satuhu tersebut terutama nama nama yang tercantum di SKPT tersebut apalagi dengan tidak ditemukannya Satuhu karena alamat-nya pun tidak diketemukan (fiktif) juga banyaknya kejanggalan terkait isi surat tersebut maka besar kemungkinan dokumen/ surat tersebut juga dipalsukan. Padahal sudah tugas Penyidik untuk menemukan indikasi/ dugaan adanya pidana.
7. Penyidik berupaya menenggelamkan atau menghilangkan semua hal yang mengarah ke PIDANA, yaitu :
a.Dengan beberapa kali pindahnya Penyidik ataupun Petugas Reskrim lainnya yang terhubung dengan perkara kami.
b. Indikasi pemalsuan tanda tangan di SKPT an SATUHU yang didapatkan dari kesaksian 2(dua) orang saksi, yaitu:
- Pak BUDI JAYA ( Saksi Batas Sebelah)
Kesaksian beliau mengenai tanda tangan di SKPT bukanlah tanda tangannya juga kesaksian mengenai jalan dengan tambahan bukti fotokopi SHM 6 sebagai penguat bukti jalan dari pihak Pelapor yang tidak ditanggapi sebagai point penting oleh Penyidik.
- Pak ABDUL SAYPULLAH ( mantan Ketua RT V)
c. Dengan tidak mencantumkan temuan indikasi pemalsuan tanda tangan tersebut di SP2HP (II)
d. Dengan menutup mata bahwa dalam SKPT (Surat Keterangan Penguasaan Tanah) isinya menyebutkan bahwa surat tersebut BUKAN TANDA BUKTI HAK .
Yang disebutkan di atas adalah menunjukkan kuat dugaan kami dokumen yang dipakai Terlapor adalah “cacat hukum”.
8. Setelah pengaduan tindak pidana Terlapor tanggal 31 Agustus 2015, tidak ada tindakan terhadap H Rus S (Terlapor) ,Penyidik membiarkan Terlapor menduduki/ mendiami, menguasai dan memanfaatkan tanah yang mengakibatkan Terlapor bebas melakukan tindak pidana kejahatan tanah yang bukan haknya yaitu menjual tanah sebagai bahan bangunan/ pengurukan tanah galian C tanpa izin. Pembiaran ini berlangsung sampai 2016. Protes kami tidak di tanggapi dengan alasan bahwa Terlapor H R Sastrawan tidak dapat dilarang melakukan hal tersebut di tanahnya sendiri.Oleh karena itu kami diminta untuk harus terlebih dahulu menggugat perdata untuk status kepemilikan.
9. Kuat dugaan kami akan keterlibatan mafia tanah atau pihak ketiga dalam penguasaan tanah kami karena dengan dilibatkannya banyak preman dan oknum Tentara bahkan Brimob dalam permasalahan antara kedua pihak.Kami menyimpulkan bahwa Terlapor H Rus S tidak bekerja “sendiri” dalam upayanya menguasai tanah kami.
10.Pengabaian atau pembiaran dari penyidik atas tindak pidana pengurukan tanah tanpa izin di tanah kami menyebabkan kerugian tidak sedikit bagi pihak Pelapor,karena kemudian diketahui bahwa pengurukan tanah meluas di luar dari luasan yang diklaim oleh H Rus S di SKPT yaitu pengurukan terjadi di keseluruhan SHM 7 & SHM 8 (±3,5Ha) sedangkan luasan di SKPT (2 Ha) Kami juga menyertakan Laporan verifikasi dari petugas Badan Lingkungan Hidup (BLH) Tanah Laut untuk tindakan pengrusakan lingkungan tersebut dengan Surat Tugas Kepala BLH Tanah Laut Nomor : 660/68-Wasdal/BLH/III/2016.
11.Penyidik melakukan rekayasa kebohongan dengan alasan gelar perkara di Polda Banjarmasin yang ternyata hanya konsultasi biasa telah mencoba menyesatkan Pelapor dengan mengatakan bahwa untuk membuktikan indikasi tanda tangan palsu dalam proses Lab Forensik harus melalui Pengadilan Perdata, saat itu kami dimintakan datang oleh Penyidik Pak Rifii Hamdani dengan sepengetahuan Pak Ade Papa Rihii selaku Kasat Reskrim Tala dan sebagai konsultannya adalah Wassidik DirReskrim Polda Banjarmasin Margo W.(saat itu kami tidak mengetahui jabatan beliau dengan jelas).
12.Upaya menenggelamkan atau memeti eskan kasus kami dengan gelar perkara cacat hukum tanpa menghadirkan kami sebagai Pelapor telah dengan semena mena memutuskan “Hak” kami akan Kepastian Tegaknya Hukum dan Keadilan.Dan kami yakin hal ini dikarenakan kami mempunyai temuan bukti baru untuk Tindak Pidana Pemalsuan dokumen (dugaan tanda tangan Lurah Subandi dipalsukan, tanda tangan mantan Camat Bati Bati yang juga dipalsukan demikian pula pemakaian materai palsu) serta kami menemukan fakta Jalan Subarjo yang sebenarnya. Penemuan akan Jalan Subarjo adalah fakta temuan “vital”atau penting akan ketidakabsahan pihak Terlapor yaitu H Rus Sastrawan dalam mengklaim tanah kami. Yang memunculkan pula dugaan bahwa “pengklaiman” terhadap tanah kami memang sudah direncanakan, artinya penguasaan tanah kami memang tidak didasarkan dengan “itikad baik”.
13.Bahwa berkaitan dengan PERMA atau SEMA hanya mengatur internal Pengadilan dan Hakim dan bukan atau tidak sampai ke Penyidik Polri. Tugas dan wewenang Pori adalah “menerima laporan dan/ atau pengaduan” oleh karenanya tidak ada alasan untuk menangguhkan Laporan Perkara Pidana dengan alasan menunggu putusan dari Hakim Perdata mengenai persengketaannya. Terlebih lagi tidak ada hubungan perdata apapun itu antara kedua belah pihak.
14.Jika kasus kami dikatakan “sengketa” tanah , kami pikir kurang tepat karena jika demikian dapat diartikan kami (kedua belah pihak) memiliki keterikatan. Padahal kami tidak saling mengenal satu sama lain sebelumnya apalagi terikat perjanjian ataupun hubungan hukum antara pihak Pelapor dan pihak Terlapor sebagaimana dijelaskan dalam PERMA atau SEMA.Lebih tegasnya kedua belah pihak TIDAK memiliki hubungan yang bersifat keperdataan .Oleh karena itu , saran atau rujukan dari Pak Margo W saat di Polda Banjarmasin untuk ke gugatan Perdata berdasarkan SE Kejagung RI Nomor : B-230/E/EJP/01/2013 ayat (6) tentang hubungan hukum (jual beli) antara 2 pihak tertentu bagi kami tidak tepat dengan anatomi pokok permasalahan kami. Karena yang jadi permasalahan terkait kasus kami adalah “jalan” sebagai tolak ukur atau point utama.
Dan juga jika ditinjau dengan mendasari ketentuan perundang undangan sebagai berikut :
- Undang Undang Negara Repubik Indonesia Tahun 1945 Pasal 27 ayat (1) menyatakan bahwa “Segala warga Negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya.”
- Undang Undang Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 28 (e) yang menyatakan bahwa “ Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan dan kepastian hukum yamg adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum”.
- Undang Undang Negara Republik Indonesia No 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok Pokok Agraria (UUPA) Pasal 16 Ayat (1) Hak hak atas tanah sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 4 ayat 1 adalah a) Hak Milik.
- Peraturan Pemerintah No 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah Bagian Keempat : Penerbitan Sertifikat Pasal 32 ayat (1)Sertifikat merupakan surat tanda bukti hak yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat mengenai data fisik dan data yuridis yang termuat di dalamnya, sepanjang data fisik dan data yuridis tersebut sesuai dengan data yang ada dalam surat ukur dan buku tanah hak yang bersangkutan.(2) Dalam hal atas suatu bidang tanah sudah diterbitkan sertifikat secara sah atas nama orang atau badan hukum yang memperoleh tanah tersebut dengan itikad baik dan secara nyata menguasainya, mala pihak lain yang merasa mempunyai hak atas tanah itu tidak dapat lagi menuntut pelaksanaan hak tersebut apabila dalam waktu 5 (lima) tahun sejak diterbitkannya sertifikat itu tidak mengajukan keberatan secara tertulis kepada pemegang sertifikat dan Kepala Kantor Pertanahan yang bersangkutan ataupun tidak mengajukan gugatan ke Pengadilan mengenai penguasaan tanah atau penerbitan sertifikat tersebut.
- Undang – Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia Pasal 13 menyatakan bahwa “Tugas Pokok POLRI adalah :a. Memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat , b. Menegakkan hukum, c. Memberikan perlindungan, pengayoman , dan pelayanan kepada masyarakat.
- Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia Pasal 14 huruf “g” menyatakan bahwa POLRI bertugas “melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap semua tindak pidana sesuai dengan hukum acara pidana dan peraturan perundang-undangan lainnya”.
- Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia Pasal 15 ayat (1) huruf “j” menyatakan bahwa POLRI berwenang “mencari keterangan dan barang bukti”.
- Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia Pasal 38 ayat (2) Komisi Kepolisian Nasional berwenang untuk : huruf “c. menerima saran dan keluhan dari masyarakat mengenai kinerja Kepolisian dan menyampaikannya kepada Presiden”
- .Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2003 Tentang Peraturan Disiplin Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia Pasal 4 huruf “a. Memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan dengan sebaik-baiknya kepada masyarakat; b. Memperhatikan dan menyelesaikan dengan sebaik-baiknya laporan dan/atau pengaduan masyarakat”.
- Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia No 12 Tahun 2009 Bab II : Penerimaan & Penyaluran Laporan Polisi Bagian I Sentra Pelayanan Kepolisian (SPK) Pasal 5 Ayat (2b) yaitu melakukan kajian awal untuk menyaring perkara yang dilaporkan apakah termasuk dalam lingkup Hukum Pidana atau bukan Hukum Pidana.
- Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia No 12 Tahun 2009 Bab II : Penerimaan dan Penyaluran Laporan Polisi Bagian V Klasifikasi Perkara Pasal 14 Ayat 1 yaitu Setiap Laporan/ Pengaduan harus diproses secara profesional,proporsional,objektif , transparan dan akuntabel melalui proses penyelidikan dan penyidikan.
- Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia No 12 Tahun 2009 Bab III; PENYELIDIKAN Bagian I, Penyelidikan dalam wilayah Hukum Pasal 20 Ayat (1); Kegiatan penyelidikan dilakukan guna memastikan bahwa Laporan Polisi yang diterima dan ditangani penyelidik.penyidik merupakan tindak pidana yang perlu diteruskan dengan tindakan penyidikan.
- Undang Undang Negara Republik Indonesia tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia BAB V PEMBINAAN PROFESI, Pasal 31 : Pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya harus memiliki kemampuan profesi; Pasal 34 (1): Sikap dan perilaku pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia terikat pada Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia.
- Keputusan Kapolri No Pol: KEP/ 32 / VII / 2003 Tanggal 1 Juli 2003 , Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia, BAB I : Etika Pengabdian Pasal 4 : Anggota Kepolisian Negara dalam melaksanakan tugas menegakkan hukum wajib memelihara perilaku terpercaya dengan : a. Menyatakan yang benar adalah benar dan salah adalah salah. b. Tidak memihak.
“Ignoritia iuris nocet” adalah peribahasa dimana dalam praktek kehidupan sehari hari seseorang bisa saja menjadi korban kejahatan atau pelaku kejahatan tanpa disadarinya karena ketiadaan pengetahuan atau pengertian akan hukum. Karena itu bangsa kita diharapkan untuk ‘melek hukum” tapi apa dengan demikian kami masyarakat harus dikibuli dengan “hukum” ? Apa yang kami paparkan sebelumnya dan dengan berdasarkan ketentuan perundangan di atas maka dengan Penyidik telah mencoba mempersulit, menyesatkan, merekayasa bahkan memutar balikkan fakta untuk kepentingan perorangan dengan tujuan untuk menghindari dari segala tuduhan pidana. Dimana seharusnya Penyidik sebagai aparat Negara yang berkewajiban untuk menegakkan hukum dan menjunjung Hak Asasi Manusia (Kepolisian sebagai Garda depan Penegakan Hukum dan HAM) serta mensosialisaikan hukum di kalangan masyarakat tetapi malah membutakan mereka sehingga penegak Hukum bahkan sampai pekerja hukum melakukan hal yang sebaliknya “memanfaatkan Hukum” untuk bisa mengambil keuntungan. Dan tidak mempertimbangkan hak kami sebagai warga Negara dan kerugian yang kami dapatkan dari keberpihakan Penyidik Polres Tala. Hukum tidak memiliki keberpihakan semua sama di mata Hukum tetapi apa yang dilakukan Penyidik Polres Tala dalam penanganan kasus kami sudah menyalahi hukum itu sendiri.Walaupun demikian kami tidak ingin menjadi masyarakat yang apatis akan HUKUM . Kami masih percaya selama Negara masih memiliki Hukum (Constitutional Law)maka masih ada harapan, seperti yang sering diucapkan oleh Bapak Presiden Jokowi yang dalam setiap kesempatan selalu menekankan bahwa Negara kita adalah NEGARA HUKUM.
Demikian pengaduan dan keberatan ini kami sampaikan dengan harapan kiranya Bapak Ketua Komisi Kepolisian Nasional (KOMPOLNAS) berkenan menindak lanjuti dan memberikan perlindungan hukum dan demi tegaknya keadilan. Dengan harapan agar penyelidikan tidak dihentikan atau lebih tepatnya ada tindakan tegas terhadap Terlapor H Rus S yang melakukan tindak kejahatan atas tanah kami untuk dapat dipidanakan dan kami selaku warga Negara pemegang sertifikat sah mendapatkan jaminan dan pengayoman akan haknya oleh Negara
Wassalam'
Yang bermohon/ Pelapor
FARIDAH
Selamat Lebaran Idul Adha, Mohon Maaf Lahir dan Bathin
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI