Siti dan keluarga sudah minta maaf kepada Kino dan keluarga. Bapak Siti juga bersedia ikut menanggung biaya pengobatan Kino.
“Tapi tidak banyak. Bapakku bukan orang kaya…”
Kulihat mata Siti berkaca-kaca. Sepertinya Siti sangat sedih mengingat kejadian itu. Dan ternyata cerita selanjutnya lebih menyedihkan.
Sejak kejadian itu, Siti sering ditegur oleh ibu-ibu wali murid yang mengantar anaknya ke sekolah. Apalagi ibu Kino. Setiap kali melihat Siti, Ibu Kino langsung emosi dan marah-marah.
Kamu kok masih sekolah di sini?
Kamu kok masih berani naik sepeda?
Nanti kalau ada yang ketabrak lagi bagaimana?
Pertanyaan-pertanyaan itu membuat Siti sedih dan tidak mau berangkat sekolah.
“Kamu mau main ke rumahku?” Aku coba mencari cara agar Siti tidak sedih.
Kami pun bersepeda bersama ke arah timur.
Sampai di rumah, Siti aku kenalkan pada ibu. Melihat ibu sedang sibuk merapikan barang-barang, Siti langsung menawarkan bantuan. Badan Siti memang gagah. Mungkin bolehlah disebut Siti si perempuan perkasa. Bagaimana tidak perkasa? Siti aku ajak mengangkat satu kardus bukuku tapi malah diangkat sendiri.