Veronica di belakang mereka menahan tawa kecil. "Ayo, lebih santai lagi, Nathan. Nggak usah terlalu serius," celetuk Veronica, sambil memotret ekspresi kaku Nathan.
Nathan tertawa gugup. "Iya, aku agak tegang. Maklum, baru pertama kali diwawancara secara mendadak gini."
Nadine tertawa kecil, mencoba mencairkan suasana. "Nggak apa-apa, aku juga mendadak sekali datang ke sini. Tapi kamu udah jawab dengan baik, kok. Pertanyaan selanjutnya, apa tantangan terbesar yang kamu hadapi selama menyiapkan acara ini?"
Nathan berpikir sejenak, mencoba merangkai kata. "Tantangan terbesarnya mungkin masalah waktu, ya. Beberapa anggota panitia sering kali kesulitan membagi waktu antara belajar dan persiapan acara. Ada juga yang belum terbiasa bekerja di bawah tekanan. Tapi, kita semua saling membantu dan mencoba untuk tetap semangat meskipun ada hambatan."
Nadine menulis dengan cepat, berusaha menangkap esensi dari setiap jawaban yang diberikan Nathan. "Lalu, bagaimana cara kamu memotivasi mereka? Pastinya kamu sebagai ketua harus punya trik khusus, dong?"
Nathan menghela napas sebelum menjawab. "Aku selalu bilang ke mereka kalau acara ini bukan cuma hiburan. Ini adalah momen penting buat kita semua, untuk menunjukkan semangat pemuda. Aku kasih semangat terus ke mereka bahwa acara ini adalah cara kita memperlihatkan siapa kita. Meski capek, melihat teman-teman terlibat bikin aku makin semangat juga."
Veronica, yang sedang mengambil gambar dari berbagai sudut, menyela lagi dengan nada bercanda. "Kalian berdua kelihatannya cocok banget, deh. Sama-sama punya semangat yang tinggi buat OSIS."
Nadine hanya tersenyum canggung, sementara Nathan terlihat sedikit salah tingkah. "Ah, iya... mungkin karena kita sama-sama sibuk di OSIS jadi punya banyak tanggung jawab yang mirip," balas Nathan, mencoba menyembunyikan rasa kikuknya.
Wawancara berlanjut dengan pertanyaan-pertanyaan seputar teknis acara dan harapan Nathan mengenai suksesnya perayaan Sumpah Pemuda. Meskipun ada beberapa momen di mana Nathan terlihat gugup, wawancaranya berjalan lancar. Veronica terus mengambil foto-foto dokumentasi, menangkap momen penting antara Nadine dan Nathan.
Setelah wawancara selesai, Veronica meminta mereka berdua berpose untuk foto penutup. "Ini untuk arsip OSIS nanti," katanya. Nathan, yang masih sedikit gugup, berdiri di samping Nadine sambil berusaha menjaga jarak.
"Ayo, senyum yang natural!" seru Veronica sambil memotret mereka.